Naftali Bennett Resmi Jadi Perdana Menteri Israel Singkirkan Netanyahu, Inilah Sosok Yang Sebut 'Tidak Pernah Ada Negara Palestina'

[PORTAL-ISLAM.ID]  Benjamin Netanyahu telah kehilangan kedudukannya sebagai perdana menteri Israel--jabatan yang dia pegang selama 12 tahun terakhir.

Jabatan nomor satu di pemerintah Israel kini dipegang politikus sayap kanan, Naftali Bennett. Parlemen Israel, Minggu (13/06/2021), melantik Bennett untuk memimpin "pemerintah perubahan".

Bennett akan memimpin koalisi partai yang belum pernah terjadi sebelumnya. Koalisi itu disetujui dalam sidang parlemen dengan hasil pemungutan suara yang berbeda tipis: 60-59.

Bennett bakal menjadi perdana menteri hingga September 2023, sebagai bagian dari kesepakatan pembagian kekuasaan.

Setelah tenggat itu, Bennett dijadwalkan menyerahkan kursi perdana menteri kepada Yair Lapid, pemimpin partai Yesh Atid.

Yair Lapid diagendakan memimpin Israel selama dua tahun sebelum pemilu berikutnya.
Netanyahu merupakan pemimpin terlama Israel yang mendominasi perpolitikan negara itu selama bertahun-tahun. Dia akan tetap menjadi kepala partai sayap kanan Likud dan menjadi pemimpin oposisi.

Selama sesi debat di parlemen Israel yang dikenal dengan istilah Knesset, Netanyahu berkata, "Kami akan kembali (berkuasa)."

Setelah pemungutan suara, Netanyahu berjalan ke arah Bennett dan menjabat tangannya.

Tanggapan Palestina

Bagaimanapun, kubu Palestina tidak mengakui pemerintah baru Israel itu.

"Ini urusan internal Israel. Posisi kami selalu jelas, yang kami inginkan adalah negara Palestina di perbatasan 1967 dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya," kata juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

"Ini adalah pendudukan dan entitas kolonial, yang harus kami lawan dengan paksa untuk mendapatkan kembali hak kami," kata juru bicara Hamas, kelompok Islam yang menguasai Gaza.

Adapun Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengirimkan ucapan selamat kepada Bennett. Biden berharap dapat segera bekerja sama dengannya.

Bennett pernah menjadi kepala staf Benjamin Netanyahu, sebelum hubungan keduanya retak.

Koalisi Oposisi

Sejumlah partai oposisi Israel (8 partai) sebelumnya mencapai kesepakatan untuk membentuk pemerintahan baru yang bakal menjadikan Bennett sebagai perdana menteri.

Yair Lapid, pemimpin Partai Yesh Atid (partai pemenang pemilu No.2), mengumumkan koalisi yang terdiri dari delapan faksi telah dibentuk. Salah satu faksi tersebut adalah Partai Raam (Partai Daftar Arab Bersatu) yang mengusung kepentingan warga Israel komunitas Muslim Arab.

Media-media di Israel menampilkan sebuah foto Lapid, Bennet, dan Mansour Abbas selaku pemimpin Partai Raam, sedang menandatangani kesepakatan koalisi yang dikira mustahil oleh banyak kalangan.
Dalam pernyataannya, Mansour Abbas mengatakan: "Keputusan ini sulit dan ada sejumlah perdebatan namun penting untuk mencapai kesepakatan."

Menurutnya, "ada banyak hal dalam kesepakatan ini dibuat demi faedah masyarakat Arab".

Adapun Lapid, dalam suratnya kepada Presiden Israel Reuven Rivlin, menyebutkan dirinya akan mengepalai pemerintahan baru Israel bersama Bennett. Lapid juga mengatakan dirinya akan menjadi perdana menteri Israel menggantikan Bennett pada 27 Agustus 2023.

Partai Likud pimpinan Netanyahu sejatinya memenangi mayoritas kursi dalam pemilu Maret lalu (meraih 30 kursi), namun Netanyahu gagal membentuk koalisi pemerintahan setelah diberikan mandat (minimal 61 kursi dari total 120 kursi parlemen).

Menanggapi pembentukan koalisi pemerintahan baru bentukan Lapid, dia menyebut koalisi tersebut "penipuan abad ini" yang akan membahayakan negara dan rakyat Israel.

Naftali Bennett 

Bennet muncul sebagai calon kuat perdana menteri setelah menerima tawaran berkoalisi dengan tokoh oposisi, Yair Lapid.

Naftali Bennett telah lama memendam ambisi menjadi perdana menteri Israel. Namun tak disangka kesempatan itu akhirnya datang walau partai bentukannya, Yamina, hanya memenangi tujuh kursi dalam pemilihan umum lalu.

Bennet muncul sebagai perdana menteri setelah menerima tawaran berkoalisi dengan tokoh oposisi, Yair Lapid, sekaligus mendepak Benjamin Netanyahu dari kekuasaan selama 12 tahun.

Padahal, pria berusia 49 tahun itu dulu sempat digadang-gadang sebagai murid didikan Netanyahu. Bahkan, Bennett pernah menjadi kepala staf Netanyahu pada 2006 sampai 2008 sampai hubungan keduanya retak.

Bennett meninggalkan Partai Likud pimpinan Netanyahu dan bergabung dengan partai sayap kanan Rumah Yahudi. Bersama partai keagamaan itu, dia menjadi anggota parlemen setelah sukses dalam pemilu 2013.

Bennet lantas menjabat sebagai menteri ekonomi dan menteri pendidikan dalam setiap pemerintahan koalisi sampai 2019, ketika aliansi Kanan Baru bentukannya gagal meraih kursi dalam pemilihan tahun itu.

Namun, selang 11 bulan kemudian, Bennett mampu kembali ke parlemen sebagai ketua Partai Yamina. Dalam bahasa Ibrani, Yamina berarti 'arah kanan'.

Karier politik Bennet dimulai setelah namanya terangkat melalui dinas kemiliteran dan dunia usaha. Pensiun sebagai anggota pasukan khusus Angkatan Darat Israel, Bennet berbisnis dengan menciptakan dan menjual perusahaan hi-tech. Usaha ini membuat dirinya berstatus miliarder.

Di dunia politik, Bennett kerap dicap ultra-nasionalis. Bahkan, dia menyebut dirinya lebih berhaluan kanan ketimbang Netanyahu.

"Tidak pernah ada negara Palestina"

Pandangannya tercermin pada suaranya yang gencar membela Israel sebagai negara bangsa Yahudi serta klaim sejarah dan keagamaan Yahudi terhadap Tepi Barat, Jerusalem Timur, dan Dataran Tinggi Golan Suriah—wilayah-wilayah yang diduduki Israel sejak Perang Timur Tengah 1967.

Dia pernah menyebut Tepi Barat tidak berada dalam pendudukan Israel karena "tidak pernah ada negara Palestina di sini".

Adapun konflik Israel-Palestina, menurutnya, tidak bisa diselesaikan tapi harus dilanggengkan.

Sejak lama Bennett mengadvokasi hak permukiman Yahudi di Tepi Barat (dia pernah menjadi ketua Dewan Yesha, kelompok perwakilan politik untuk pemukim Yahudi), meskipun dia mengatakan Israel tidak punya klaim atas Gaza (ketika Israel menarik pasukan dan pemukim pada 2005).

Lebih dari 600.000 orang Yahudi menetap di 140 permukiman di Tepi Barat dan Jerusalem Timur, yang dianggap ilegal oleh hampir seluruh komunitas internasional, namun dibantah Israel.

Keberadaan permukiman-permukiman ini adalah topik paling panas antara Israel dan Palestina. Israel berkeras membelanya, sedangkan Palestina ingin agar semua permukiman ditiadakan serta negara yang merdeka di Tepi Barat dan Gaza dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kota.

Mencampuri urusan permukiman, apalagi menghentikan aktivitas permukiman, dianggap Bennett mencari ribut. Bahkan, oleh Bennet, Netanyahu tidak bisa dipercaya dalam menangani urusan ini.

Bennett pernah menyebut Tepi Barat tidak berada dalam pendudukan Israel karena "tidak pernah ada negara Palestina di sini".

Karena dia lancar berbahasa Inggris (mengingat orang tuanya lahir di Amerika Serikat) serta piawai dalam urusan media, Bennett kerap tampil di jaringan televisi asing guna membela aksi-aksi Israel.

Pernah suatu kali dia berdebat dengan seorang anggota parlemen Israel keturunan Arab yang menentang permukiman Israel di Tepi Barat. Saat itu dia mengatakan: "Ketika Anda masih berayun di pohon-pohon, kami sudah punya negara Israel di sini."

Bennett menolak gagasan pendirian negara Palestina yang berdampingan dengan Israel—atau kerap disebut 'solusi dua negara' untuk mengatasi konflik Israel-Palestina yang diadvokasi komunitas internasional, termasuk Presiden Amerika Serikat, Joe Biden.

"Selama saya punya kekuasaan dan kendali, saya tidak akan menyerahkan tanah Israel satu sentimeter pun. Titik," cetusnya dalam wawancara pada Februari 2021.

Bersamaan dengan sikap itu, Bennett ingin menguatkan kekuasaan Israel di Tepi Barat—wilayah yang dia rujuk dengan nama Yudea dan Samaria—dengan menganeksasi sebagian besar kawasan tersebut.

Bennett juga berpandangan keras saat berurusan dengan ancaman dari kelompok Palestina.

Pada 2013 dia mengatakan orang Palestina "teroris seharusnya dibunuh, bukan dibebaskan".

Padahal hukuman mati tidak diterapkan di Israel, kecuali saat mengeksekusi Adolf Eichmann—perancang "Holocaust" yang divonis bersalah pada 1961 dan digantung setahun berikutnya.

Dia menolak gencatan senjata dengan para pemimpin Hamas di Gaza, yang justru membuat pertikaian bereskalasi pada 2018. Dia juga menuding kelompok Hamas membunuh puluhan warga Palestina sendiri, yang tewas akibat serangan udara Israel guna merespons tembakan roket dari Gaza saat pertikaian pada Mei 2021.

Slogan-slogan mengenai rasa bangga sebagai orang Yahudi dan kemandirian bangsa adalah jargon yang kerap disuarakan Bennet.

Pria yang memakai kippah—atribut agama Yahudi di bagian kepala kaum pria—ini memarodikan surat kabar New York Times dan harian sayap kiri Israel, Haaretz, karena kedua media itu mengkritik tindakan-tindakan Israel.

Dalam sebuah video di media sosial, dia menyamar sebagai seorang hipster dan berulang kali mengucapkan "maaf". Adegan selanjutnya, dia mengungkap penyamarannya dan berkata: "Mulai hari ini kita berhenti meminta maaf".

(Sumber: BBC)
Baca juga :