[PORTAL-ISLAM.ID] Entitas Tuhan barangkali masih bisa diperdebatkan di ruang-ruang sains dan filsafat. Namun, di dalam ruang yang menyangkut keyakinan, persoalannya akan menjadi rumit dan berpotensi menimbulkan kekisruhan.
Begitulah yang terjadi setiap kali ada seseorang yang mengaku titisan Tuhan.
Jangankan mengaku titisan Tuhan, sekadar menyampaikan pernyataan filosofis tentang anasir Tuhan saja pun (bahwa segala sesuatu di dalam semesta raya adalah anasir Tuhan--merujuk paham pantheisme dan monisme), seperti yang pernah dilakukan Mansur Al-Hallaj (seorang ulama sufi di Iran) dan Syekh Siti Jenar ketika mengucap 'Ana Al-Haq' (Aku adalah Keberan--kebenaran berarti Tuhan), sama saja berbahayanya.
Di Indonesia, orang-orang yang mengaku titisan Tuhan tidak sedikit. Salah satu yang paling menggemparkan adalah Lia Eden, yang baru saja meninggal dunia pada Jumat (9/4/2021).
Cap sesat terhadap Lia Eden semakin sahih ketika ia menciptakan ajaran Takhta Suci Kerajaan Tuhan, mengaku pernah mendapat wahyu dari malaikat Jibril, dan mengaku pula sebagai titisan Tuhan.
Dengan pengakuannya itu, Lia Eden lantas dengan gegabah menganggap bahwa Presiden Joko Widodo merupakan wujud reinkarnasi Krishna. Alasannya, ia menyebut Jokowi berpotensi menyelamatkan Indonesia dari pengaruh negatif Dajjal Nyi Loro Kidul.
"Anda adalah reinkarnasi Krishna," kata Lia dalam surat yang ditekennya pada Senin, 25 Mei 2015.
Bukan hanya Jokowi. Lia juga menyebut beberapa tokoh lain seperti Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono sebagai reinkarnasi dari Suyudana dan Duryudana dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebagai reinkarnasi Hanoman sekaligus Sun Go Kong.
Lia mengatakan musibah yang terjadi di Indonesia merupakan proses datangnya akhir dunia atau kiamat. Menurut dia, Jokowi merupakan presiden pilihan Tuhan.
Pada halaman 9 suratnya itu, ia menyayangkan kedekatan Jokowi dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Menurut dia, kedekatan itu tergolong dalam perbuatan musyrik.
Lia meminta Jokowi melakukan pertaubatan nasional agar Bangsa Indonesia selamat dari kutukan Tuhan. Ia juga menyoroti kesewenang-wenangan Kepolisian Republik Indonesia terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan.
Lia berujar Jokowi harus mengambil mengambil sikap atas aksi Kepolisian itu. Ia mengatakan kumpulan kesalahan kepolisian akan berbalik menadi tuntutan. "(Itu) akan menjadi kegerahan nasional yang suatu saat akan meletup," ujar Lia.
Lia bebas dari penjara pada April 2011. Pada 2009, dia divonis bersalah karena terbukti melakukan tindak pidana yang melukai perasaan umat beragama.
Selain itu, Lia terbukti melakukan perbuatan yang pada pokok bersifat permusuhan dan agar orang lain tidak memeluk agama lain. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 2,5 tahun penjara terhadapnya.