JALAN TERJAL POROS ISLAM

JALAN TERJAL POROS ISLAM

Rambut sama hitam, tapi pemikiran gak ada yang sama. Partai sama membawa nama islam, namun visi dan misinya gak ada yang sama. 

Kesuksesan poros partai islam pernah terjasi saat berhasil mendudukkan Gusdur menjadi Presiden. Dianggap sebagai kebangkitan kala itu, ada semangat dan nafas baru dalam politik Indonesia. 

Sayangnya, poros partai islam juga yang melengserkan Gusdur dari singgasananya. 

Saat wacana poros islam kembali digulirkan oleh PKS dan PPP, sebenarnya ini sangat bagus apabila ada kesepahaman antara seluruh partai islam. Sayangnya, wacana yang baru dirintis sudah mendapatkan penolakan dari PAN dan Partai Umat besutan Amien Rais. 

Berbagai alasan dikemukanan kenapa Poros Islam tidak layak lagi dilakukan pada saat ini. Zulkifli Hasan menilai, pembentukan poros islam malah akan melekatkan politik identitas dalam menghadapi panggung politik, dan ini sangat riskan apabila diterapkan karena berpotensi memecah negara. 

Pada dasarnya wacana poros islam ini sangat baik. Namun melihat sistim Presidential treshold masih memakai perolehan 20% kursi untuk mencalonkan presiden, maka perlawanan akan menciptakan 2 poros pada perhelatan pemilunya. 

Jika ada poros islam, maka akan ada lawan poros non islam. Dan pastinya poros non islam  akan diisi oleh partai-partai nasionalis. 

Kekurangan poros islam adalah di EGO dan ketokohan yang minim. Munculnya tokoh yang dinaikkan, juga gak bisa langsung disetujui secara langsung. Akan ada perdebatan dan perselisihan yang alot untuk menentukan siapa   calon yang akan dinaikkan. Dan Ego partai ingin ada wakilnya yang mengisi slot calon tersebut. 

Belum lagi perselisihan antara partai islam akan paham atau ajaran yang dibawa. PKS dan PKB yang mewakili NU, kerap berselisih atas paham yang dibawa oleh masing-masing partai. Tuduhan radikal dan tudingan khilafah kerap memecah persatuan antara partai islam yang menimbulkan perbedaan. 

Mewujudkan partai islam gak gampang, isu menciptakan poros islam sebenarnya sudah sering dibicarakan dalam menghadapi pemilu. Namun, setelah keberhasilan menaikkan Gusdur beberapa periode lalu, belum ada lagi kesuksesan partai islam membentuk poros baru. 

Wacana hanya sekedar isu hangat sesaat, yang pada akhirnya akan menguap begitu saja. Dan saat ini kembali terjadi, dan menarik menunggu bagaimana kisah ini dimainkan. 

Jika partai islam belum mempunyai kesepakatan dan menyamakan tujuan, jangan harap poros islam akan terbentuk. Sinyal gagalnya poros ini terbentuk sudah semakin besar dengan menolaknya PAN dan Partai Umat bergabung didalamnya. 

Inilah ego yang sangat sulit untuk diajak duduk bareng. Sebagai umat muslim, kita harus sadar bahwa keinginan kita untuk membentuk poros ini bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. 

Perlu ada jiwa besar pada masing-masing ketum parpol untuk duduk satu meja, menyamakan visi tanpa harus menepuk dada. Menjalin kesepakatan dan merendahkan ego partai untuk menciptakan poros ini benar terjadi. 

Konsekuensi atau resiko pasti ada. Jika mau mencoba dan yakin akan terbentuk, sebagai muslim saya siap mendukung walau rada pesimis melihat perkembangan partai islam yang sibuk naik dengan menginjak kepala partai islam lainnya. 

Walau ada keinginan kecil dalam hati, seharusnya jumlah partai islam tidak perlu ditambah lagi. Yang paling tepat, partai islam melebur menjadi satu. Menciptakan kekuatan baru dengan melakukan merger. Jika hanya ada satu partai islam, saya yakin tujuan dan harapan itu akan mudah dicapai. 

Sayangnya sebagai rakyat, umat hanya bisa menonton bagaimana tokoh-tokoh islam malah sibuk membuka cabang baru, tanpa ada itikad bersatu dalam satu bendera partai. 

(By Setiawan Budi)

Baca juga :