[PORTAL-ISLAM.ID] YOGYAKARTA - Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah mulai mengekspor 60 ton tepung singkong Mocaf ke Inggris. Ekspor Mocaf akan dilaksanakan setiap bulan.
Ditandai dengan Launching ekspor Perdana Tepung MOCAF di Gedung PP Muhammadiyah Cik Ditiro Yogyakarta, Kamis (8/4/2021), yang secara simbolis dilepas Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
Pendiri Rumah Mocaf, Riza Azyumarridha Azra bersyukur, perjuangan panjang bersama MPM Muhammadiyah memberikan nafas baru kesejahteraan petani singkong. Ia menilai, Mocaf atau modified cassava flour menjadi hadiah keberadaan petani singkong.
Ia menilai, ekspor tepung olahan singkong juga menjadi harapan bagi Indonesia yang merupakan pengimpor tepung terigu terbesar dunia. Ekspor 60 ton Mocaf ke Inggris setiap bulan ini akan disimulasi terlebih dulu lewat pengiriman 10 ton Mocaf.
"Dulu 2017 menjual Mocaf 50 kilo per bulan saja susahnya bukan main. Alhamdulillah, berkat kegigihan, keistiqomahan teman-teman Angkatan Muda Muhammadiyah di Banjarnegara kami bisa menjual minimal 30 ton per bulan," kata Riza, Kamis (8/4).
Tak hanya jawaban bagi petani lokal, melalui Mocaf, Muhammadiyah menurut Ketua MPM Muhammad Nurul Yamin juga berhasil menggerakkan kesejahteraan petani singkong dan masyarakat sekitarnya.
Menurutnya, minimal terdapat tiga klaster serapan kerja melalui program Mocaf. Pertama klaster petani singkong yang berjumlah lebih dari 400 orang. Kedua, klaster pengolah singkong menjadi tepung yaitu ratusan ibu-ibu di wilayah itu dan ketiga adalah klaster marketing yang berupa anak muda dengan segala kreativitasnya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menuturkan, Indonesia merupakan negara subur dengan SDA dan hayati melimpah. Ironisnya, juga jadi salah satu negara berproporsi impor komoditi pertanian dan SDA lain terbesar di dunia.
Untuk itu, Haedar mengajak pemerintah sebagai pemilik kebijakan mengubah paradigma impor jadi ekspor sebagai bentuk cinta Tanah Air. Sekaligus, lanjut Haedar, menghadirkan jihad al muwajahah, membalik ketagihan impor jadi virus-virus baru mengekspor.
"Yang bisa mengakhiri ini sebenarnya negara. Juga apapun yang dimiliki Indonesia sebagai wujud cinta Indonesia, cinta Pancasila, cinta NKRI, bahwa apa yang kita miliki itu harus jadi sesuatu yang produktif, distribusinya juga bagus dan semuanya memerlukan back up politik," ujar Haedar.
Selain itu, Haedar mendorong masyarakat memberi jawaban alternatif di samping kritik terhadap kebijakan pemerintah. Sebab, jika betul mencintai Indonesia, Pancasila, NKRI, harus bisa mewujudkannya dengan menghentikan ketagihan impor.
"Jika aku Indonesia, aku Pancasila, aku NKRI, maka baliklah dari ketagihan terhadap serba impor menjadi ketagihan serba ekspor. Bagaimana caranya, ya tugas para ahli di pemerintahan dan political will-nya," kata Haedar. [ROL/Muh]