Di Lokasi Bencana, Jokowi Kampanye Tiga Periode

Di Lokasi Bencana, Jokowi Kampanye Tiga Periode

Oleh: Tjahja Gunawan*

Dalam sejarah bencana di Indonesia, baru pertama kali badai tropis melanda negeri ini. Badai itu kemudian dinamakan Badai Seroja yang telah meluluhlantakan sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa hari lalu. Akibat bencana ini, setidaknya 150 orang meninggal dan puluhan warga lainnya hilang. Banyak pula rumah warga yang rusak, jembatan putus dan hewan ternak yang lenyap terbawa arus banjir bandang.

Bencana yang memilukan ini kemudian mengundang Presiden Jokowi untuk datang ke sana. Meski dalam suasana keprihatinan dan rasa duka akibat bencana, tidak mengurangi semangat warga untuk datang menyambutnya. Sayangnya, warga yang antusias menyambut kedatangan Jokowi bergerombol di berbagai lokasi yang didatangi kepala negara.

Sementara Presiden Jokowi terlihat suka ria dan menikmati menyaksikan antusias warga yang mendatanginya sambil berkerumun. Pada momen itu, Jokowi, dan para pejabat yang mendampingi serta petugas keamanan memang menggunakan masker, tapi massa yang datang mengabaikan aturan prokes. Bahkan sebagian dari mereka berdesak-desakan agar bisa mendekat ke Jokowi.

Ironisnya, Jokowi sendiri datang ke lokasi bencana bagaikan pahlawan perang yang datang ke lokasi yang hancur diluluhlantakkan oleh bencana banjir bandang dan longsor. Raut wajah Jokowi tidak terlihat sedikitpun adanya kekhawatiran terpapar Covid19 saat melihat antuasiasme massa yang bergerombol menyambut kedatangannya. Yang terlihat sibuk hanya petugas keamanan terutama paspampres. Mereka hanya berusaha menghalau massa yang berusaha merangsek agar bisa mendekati Jokowi.

Sementara Presiden sendiri tenang saja, seolah tidak merasa bersalah berada ditengah kerumunan di massa pandemi Covid19 ini. Bahkan beliau menikmati suasana tersebut. Hal itu terlihat dari aksi Jokowi yang memberikan jaket kepada seorang pemuda di daerah Adonara bernama Jackson, yang tiba-tiba berteriak: “Lanjutkan 3 Periode !”

Mendengar teriakan itu, Jokowi kemudian memanggil Jakcson dan sempat berbincang dengan pemuda yang mengaku pengangguran itu. Setelah beberapa saat berbincang, Jokowi kemudian membuka jaket yang dipakai pada saat itu dan langsung memberikannya kepada Jakcson.

Melihat drama itu, secara spontanitas, warga berteriak histeris meminta Jokowi untuk melanjutkan kepemimpinan periode ke 3. Dari drama tersebut, warga setempat seolah lupa dengan bencana yang telah menderanya. Mereka pun lupa dengan pandemi Covid19 sehingga bebas bergerombol menyambut kedatangan Jokowi.

Beda Jokowi & PM Norwegia

Saat kunjungan ke Maumere NTT, aturan prokes juga diabaikan oleh Presiden Jokowi. Saat seperti itu, protokol kesehatan seolah tidak berlaku bagi masyarakat maupun bagi Jokowi sendiri. Prokes hanya berlaku untuk masyarakat lain yang melakukan kerumunan namun tidak dihadiri Jokowi. Acara pernikahan Youtuber terkenal Atta Halilintar dengan artis Aurel Hermansyah tidak jadi masalah besar bagi para elite bangsa ini karena dihadiri Presiden Jokowi, Menhan Prabowo dan Ketua MPR-RI Bambang Soesatyo.

Sebaliknya pernikahan putri Habib Rizieq Shihab, dipersoalkan hingga dibawa ke ranah hukum dan saat ini sedang dalam proses persidangan di PN Jakarta Timur. Tidak hanya itu, akibat persoalan prokes itu pula enam anak muda laskar FPI dibunuh secara keji. Belum lagi rekening tabungan keluarga Habib Rizieq dan pengurus FPI dibekukan oleh rezim penguasa melalui PPATK. Tidak cukup sampai disitu, organisasi FPI pun ikut dibubarkan. Itu semua terjadi hanya karena mereka dituduh telah melanggar prokes. Seharusnya kalau Habib Rizieq sudah membayar denda Rp 50 juta, terbebas dari ancaman hukuman pidana. Tapi ternyata realitanya berbeda.

Ini tentu kontras dengan pemandangan yang dilihat publik saat menyaksikan Presiden Jokowi berkunjung ke sejumlah daerah dan lokasi bencana di NTT belum lama ini. Dalam kunjungan itu, prokes tidak berlaku terutama tentang aturan menjaga jarak aman. Aturan prokes sebenarnya bukan hanya distancing antara Jokowi dengan massa tapi seharusnya aturan menjaga jarak aman diberlakukan bagi masyarakat yang datang menyambut kedatangan Jokowi.

Kalau kemudian alasannya petugas tidak bisa melarang massa yang ingin bertemu dengan Jokowi maka aturan Prokes seharusnya tetap dijalankan. Bukankah massa umat Islam yang ingin menyaksikan sidang Habib Rizieq di PN Jaktim juga sangat banyak ? Bahkan sebenarnya massa dari berbagai daerah ingin datang ke Jakarta, tapi karena petugas di pengadilan menjalankan tugasnya dengan ketat akhirnya hanya sebagian kecil saja massa yang datang ke PN Jaktim. Itupun mereka dihalau petugas agar menjauh dari lingkungan PN Jaktim. Dalihnya, lagi-lagi soal prokes.
Sekali lagi, jika melihat rangkaian peristiwa kunjungan Presiden ke berbagai daerah, aturan Prokes ini tidak berlaku bagi Jokowi. Potret perilaku Jokowi kontras dengan Perdana Menteri (PM) Norwegia Erna Solberg. 

Seperti dilansir kantor berita Reuters, Jumat (9/4/2021), Kepolisian Norwegia menjatuhkan hukuman denda terhadap PM Erna Solberg karena melanggar aturan social distancing yang diberlakukan selama pandemi virus Corona (COVID-19). PM Solberg dihukum denda karena menggelar acara perkumpulan keluarga untuk merayakan ulang tahunnya di saat pandemi Corona merajalela. Kepala Kepolisian Norwegia, Ole Saeverud, dalam konferensi pers mengatakan, hukuman denda untuk PM Solberg ditetapkan sebesar 20 ribu Krone Norwegia, atau setara Rp 34 juta.

Bulan lalu, PM Solberg yang menjabat selama dua periode ini meminta maaf kepada publik setelah menggelar acara untuk merayakan ulang tahunnya ke-60 tahun. Kita seperti melihat bumi dan langit. Memang sangat kontras jika kita menyaksikan perilaku Jokowi dengan sikap dan keteladanan yang ditunjukkan PM Norwegia Erna Solberg.

Sebenarnya Jokowi bisa menunjukkan rasa peduli kepada masyarakat NTT yang menjadi korban bencana dengan cara elegan tanpa khawatir dicap sebagai kepala pemerintahan yang membuat aturan sekaligus pelanggar aturan prokes Covid19 seperti sekarang ini. Caranya, datang ke Ibu Kota NTT di Kupang. Lalu melalui kewenangannya sebagai Kepala Negara, dia bisa mengumpulkan Gubernur NTT Viktor Laiskodat, para pejabat terkait, dan para kepala daerah di sana.

Jangan lupa juga memerintahkan Mensos Tri Rismaharini, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) M. Basuki Hadimoeljono dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo, untuk hadir. Kemudian adakan rapat secara efektif untuk menentukan tahapan bantuan dalam masa tanggap darurat maupun masa rehabilitasi dan rekonstruksi. Saya kira, secara umum tahapan dalam menghadapi bencana alam seperti itu.

Sayangnya, langkah seperti itu tidak nampak dalam penanganan bencana di era rezim Jokowi. Akhirnya, yang terjadi kita hanya menyaksikan aksi show off seorang Mensos Tri Rismaharini dan atau aksi tebar pesona seperti yang ditunjukkan Jokowi selama ini. Padahal, bencana alam tidak bisa dikerjakan sendirian oleh satu instusi pemerintah. Juga tidak bisa diselesaikan hanya dengan aksi pencitraan dari seorang presiden.

Sebaliknya penanganan bencana perlu dilakukan melalui kerja sama-sama. Terkoordinasi diantara instansi pemerintah pusat dan daerah. Perlunya dilakukan kolaborasi dengan organisasi kemanusiaan atau lembaga bantuan sosial.

Kalau cara kerja Presiden Jokowi selama ini masih menonjolkan aspek pencitraan, jangan berharap mendapat apresiasi yang luas dari masyarakat bangsa Indonesia. Mungkin bagi masyarakat lapisan bawah seperti di NTT sosok dan perilaku Jokowi bisa saja dipuja puji dan dielu-elukan. Tetapi bagi lapisan masyarakat yang berpikiran waras, sosok pemimpin yang lebih mengutamakan pencitraan akan merugikan masyarakat sendiri.

Jika Jokowi masih mengutamakan pencitraan demi meraih ambisinya memperpanjang masa jabatan hingga tiga periode. Maknya maka semua hal bisa dilanggar termasuk aturan soal Prokes Covid19. Oleh karena itu jika sekarang masyarakat dan warga +62 ingin mengadakan hajatan atau keramaian, cara yang paling aman agar terhindar dari jebakan aturan tentang Prokes adalah dengan mengundang Jokowi. Dijamin tidak akan didenda atau dihukum seperti yang dialami Habib Rizieq.[]

*Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

(Sumber: FNN)
Baca juga :