Cukup Dihadapi Geisz Chalifah Seorang Tampaknya

Cukup Dihadapi Geisz Chalifah Seorang Tampaknya

Oleh: Ady Amar*

Siapa yang tidak kenal Geisz Chalifah, khususnya para pegiat media sosial. Pria kurus tinggi dengan kepala plontos, itu juga acap nyembul di televisi dalam acara debat politik.

Orang bilang Geisz itu loyalis Anies Baswedan. Memang tidak salah. Geisz membersamai Anies, setidaknya sejak awal Anies mengikuti Konvensi Partai Demokrat (2013). Bahkan sejak sebelum itu, persahabatan di antara keduanya terjalin erat.

Geisz selalu pasang badan jika menyangkut sahabatnya Anies Baswedan itu. Geisz boleh dibilang tahu persis “anatomi” sahabatnya itu. Karenanya, ia total membersamainya.

Jika lalu Geisz “diganjar” Anies sebagai komisaris di PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (BUMD milik Pemprov DKI Jakarta), itu sudah sepantasnya. Malah yang mengenal Geisz mengatakan, tidak pasti tahu apakah diposisi itu ia untung, atau justru buntung.

Geisz itu punya kegiatan sosial seabrek, ia juga pebisnis, diantara bisnisnya itu pada bidang properti. Ia menggarap bidang pendidikan, diantaranya SDIT Insan Mandiri, yang cukup menonjol itu.

Geisz aktif pula sebagai relawan di Medical Emergency Rescue Comite (MER C), pembina di Radio Silaturahim (Rasil AM 720), dan aktivitas sosial lainnya yang cukup beragam.

Ada yang menyebut Geisz itu laki-laki penuh warna. Ia sepertinya hadir di mana saja, dan konsisten saat mengerjakan sesuatu. Itu bisa dilihat pada aktivitas lainnya, dimana ia memproduseri Jakarta Melayu Festival, tiap tahun. Dimulai sejak 2012-2019, absen tahun 2020 karena pandemi.

Geisz punya pergaulan luas, tapi tidak memanfaatkan pergaulannya itu semata berdasar kepentingan pribadi, apalagi kepentingan sesaat. Ia hanya sebatas menikmati tulus pergaulan itu. Ia bergaul dengan semua lapisan. Tidak pilah-pilih pergaulan.

Satu lagi, Geisz itu jika membela apa yang diyakininya, termasuk kawan, ia selalu memilih di posisi yang tepat. Karenanya, ia akan membela sepenuh hati, total.

Karenanya, tidak salah jika banyak kawannya mengatakan, jika lalu ia diganjar sebagai salah satu anggota Komisaris BUMD, itu memang selayaknya. Bahkan bisa jadi di sana ia justru yang banyak merugi waktu.

Perpaduan Si Pitung dan Mahbub Djunaidi

Geisz itu putra asli Betawi. Lahir dan dibesarkan di Jakarta. Sekolah dari SD sampai perguruan tingginya pun di Jakarta. Lahir dan dibesarkan di kawasan Senen, Jakarta Pusat.

Geisz terkadang tampak bagai si Pitung, legenda Betawi asal Rawabelong, yang hadir di zaman kompeni Belanda dulu. Kalau si Pitung bersilat dengan parang, sedang Geisz dengan mulutnya yang tajam.

Geisz berdebat dengan siapa saja, dan lebih-lebih dengan mereka yang biasa disebut dengan buzzeRp. Perdebatan panas tapi tetap disampaikannya dengan santai, bahkan terkadang dengan jenaka.

Perdebatan di jejaring sosial dengannya, khususnya di Twitter, sulit “lawan” bisa menekuknya. Geisz selalu berangkat dengan data, jika berbicara tentang pembangunan Jakarta dibawa Gubernur Anies Baswedan. Sedang para buzzer itu hanya nekat bicara ngasal saja, buat opini tanpa sedikitpun berpijak pada data.

Tidaklah aneh penyikapan para buzzer atas seabrek penghargaan yang diterima Anies, tapi mereka tetap menganggap nothing. Mereka tidak saja menutup indera matanya, tapi juga mata hatinya.

Buzzer macam begini, yang hampir setiap hari Geisz hadapi seorang. Sebut saja satu persatu nama mereka itu, pasti semua pernah berhadapan dan bahkan berkali berhadapan dengannya.

Geisz punya kekuatan nalar dengan narasi dan gaya penyampaian yang renyah. Sesuatu yang berat disampaikan dengan bahasa ringan, menohok, dan membuat pembaca twit-nya tersenyum bahkan ngakak.

Geisz saat menjawab atau mengomentari para buzzer itu dengan santai, dengan aksen khas Betawi yang ngocol. Mengingatkan pada Bung Mahbub Djunaidi, kolumnis asli Betawi, yang jika menulis kolom, meski materi berat, tapi disampaikan dengan ringan, bahkan menghibur.

Geisz mencipta banyak julukan untuk kaum buzzer itu. Satu yang menonjol saat ia mengistilahkan para buzzerRp itu dengan OD.  Inisial dari Otak Dikit. Lalu julukan kaum OD bagi para buzzer itu jadi kelaziman.

Kamis (18/2/2021) kemarin, Geisz berhadapan dengan fotografer senior Arbain Rambey, yang setelah pensiun dari media surat kabar ternama, lalu banting profesi menjadi buzzer.

Arbain Rambey berkomentar atas hasil karya Ari Wibisono, yang menampilkan pemandangan Gunung Gede Pangrango, yang terlihat dari Kemayoran, Jakarta Pusat. Menurut Rambey, itu karya “tempelan”. Bukan karya sebenarnya. Ia menolak bila gunung itu bisa dilihat dari Jakarta.
Melalui akun Twitter miliknya, Geisz Chalifah membagikan sebuah cuplikan Insta Story Ari Wibisono berisi penjelasan keaslian foto gunung Gede Pangrango.

Geisz lalu menulis, “Minta maaf bagi sebagian orang memang hal yang sulit terutama bagi para buzzer yang rajin bikin Hoax. Tentang pasien rumah sakit di Pulomas satu diantaranya belum lagi yang lain. Kini dia ikut2an mengomentari foto gunung dari Kemayoran. Ternyata foto itu asli. Dan dia tetap saja berlaku Pecundang.”

Lanjutnya, “Lha gunungnya kelihatan lagi… Jakarta itu buat kaum buzzerRp Otak Dikit, ga boleh ada yang keliatan bagus, bahkan berkah dari Tuhan pun (udara bersih) mereka protes.”

Gunung Gede Pangrango bisa tampak dari Jakarta, kawasan Kemayoran, itu lantaran udara Jakarta yang mulai bersih dari polusi. Hal kasat mata itu yang mereka sanggah. 

Sulit juga ya ngadepi mereka itu. Bersyukur para buzzer yang bejibun itu, mampu dihadapi Geisz “si Pitung” Chalifah seorang diri.

___
*Kolumnis, tinggal di Surabaya

(Sumber: Hidayatullah)

Baca juga :