Apa Yang Disampaikan Puan, Cermin Isi Pikirannya


By Balyanur (Bang Rojak)

Dialog spontan bukan perkara gampang dan nggak bisa dipelajari. Nggak semua orang bisa. Hanya dalam hitungan nol koma sekian detik harus mengucapkan atau menjawab sesuatu sesuai tema pembicaraan. Disinilah peran besar memori dalam otak yang disimpan  di ruang tanpa kunci. Jadi, dialog spontan itu adalah opini pribadi yang menunjukan pengalaman hidup seseorang.

Sebagai aktris, pemeran Bu Tejo jago improvisasi, dialog yang mengabaikan teks malah menambah hidup perannya. Beda dengan Reza Rahardian. Dia aktor yang setia pada teks. Tapi dia jago menghidupkan teks itu sesuai perannya. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan. Kalau pemeran Bu Tejo dipaksa setia pada teks, perannya akan hambar. Reza Rahardian dipaksa dialog improvisasi bakal hambar dan monoton malah keluar dari konteks.

Begitu juga dengan para politisi, para pejabat yang akan menyampaikan pernyataan harus mengukur keahlian dalam hal komunikasi. Kalau tipe penghamba teks, ya jangan maksa improvisasi. Begitu juga sebaliknya.

Puan Maharani. Dia bicara tergantung pada teks. Tapi hari itu dia mencoba bicara spontan. Sambil membolak-balik kertas berisi daftar calon kepala daerah yang didukungnya, dia mengucapkan, "Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila."

Karena spontanitas itu tergantung memori internal dalam otak, maka itulah isi sebenarnya yang ada dalam kepala Puan Maharani. Saya Indonesia saya Pancasila, saya pancasilais, kalian anti Pancasila, telah memenuhi sebigan besar memori di dalam kepalanya.

Dalam memori PC ada yang namanya cache. Berfungsi memproses penampilan halaman website lebih cepat, tanpa cache loading akan lebih lambat. Cache dalam memori otak inilah bentuk kecepatan berpikir sesuai kebiasaan. Jadi, ucapan Puan Maharani ini adalah cerminan apa yang ada di dalam dirinya.

Mau dibawa ke pakar bahasa yang paling jago, atau anak SD sekali pun sama saja. Puan meragukan kepancasilaan kelompok di luar kelompoknya, dalam hal ini provinsi Sumatera Barat. Tidak ada tafsir lain. Mau diucapkan di internal partai maupun eksternal. Sama saja.

Solutip yang paling gudluking adalah meminta maaf. Lambat laun ucapan Puan akan hilang ditelan persoalan lain. Tapi sayangnya, PDIP memilih cara got-luking. Ngeles sana, ngeles sini. Malah menambah bobot ucapan Puan menjadi lebih berat.

Coba perhatikan ucapan politisi PDIP Zuhairi Misrawi, "Apa yang disampaikan Mbak Puan lebih dalam perspektif kekinian sekaligus harapan agar Pancasila benar-benar membumi dalam laku keseharian dan kehidupan berbangsa kita. Sebab, Provinsi Sumatera Barat setelah 10 tahun dipimpin PKS memang berubah total. Banyak kader PKS yang memprovokasi masyarakat untuk menolak kepemimpinan Pak Jokowi. Padahal Presiden Jokowi adalah Presiden Indonesia yang menaruh perhatian besar terhadap kemajuan Sumatera Barat," kata Zuhairi, Kamis (3/9/2020).

Ucapan Gus Mis ini malah membenarkan keraguan Puan soal Sumbar yang tidak pancasilais. Sekjen Hasto beda lagi. Maksud mau meluruskan ucapan Puan pakai teks pula, tapi malah bicara soal rendang. "Kami sering mendapatkan cerita keanekaragaman makanannya yang luar biasa. Bagaimana rendang bumbunya begitu membentuk cita rasa makanan yang menyentuh aspek rasa di dalam kualitas makanan. Tidak heran rendang mendapatkan apresiasi sebagai makanan paling enak di dunia," kata Hasto.

Kalau mau diibaratkan rendang, ucapan Puan ini bagai rendang lengkuas. Maksud hati mau makan daging rendang, malah makan lengkuas.

Seperti itulah  nasib pasangan bakal calon gubernur Sumbar,  Mulyadi  yang diusung Partai Demokrat dengan bacawagub Ali Mukhni yang diusung PAN. Maksud hati mau dapat tambahan suara dari kader PDIP, tapi malah PDIP bikin blender bumbu rendang lengkuas.

[Video Puan]
Baca juga :