Kenapa Korban Bambang Bisa Ratusan Orang Terpelajar?


Kenapa Korban Bambang Bisa Ratusan Orang Terpelajar?

Oleh: Illian Deta Arta Sari*

Saat ketemu Bambang, aku dan 2 korban lain bertanya berapa korbannya. Concern kami pada korban-korban lain yang mungkin jauh lebih parah kasusnya. Dia mengakui perhitungan kasar sekitar 300 orang yang dijapri. Bisa jadi lebih. Mayoritas berpendidikan, berjilbab, aktifis di komunitasnya, atau aktif di medsos. Sosok yang sebenarnya membahayakan dia.

Dari sekian banyak komen di berbagai postingan, ada banyak pertanyaan yang kulihat muncul. Kok bisa educated persons (orang terpelajar -red) sampai diperdaya chat Bambang? Bukankah perempuan-perempuan itu bisa langsung mengabaikan?

Ada juga yang jelas-jelas victim blaming. Ah salahnya perempuannya kok nanggapi. Bodoh sih, kok mau-maunya dijapri gitu. Atau bernada melecehkan, misal nanya apakah psikolognya ngapain pas Bambang buka celana dan menunjukkan kelaminnya, ikut bantuin? <~ Ini komen orang gak punya otak sih.

Jadi gini ya, Bambang ini mempunyai kemampuan komunikasi tulisan yang baik. Dia penulis, aktif kirim tulisan opini atau rilis ke media atau web-web lain, sering dikutip media, kerja di bidang penerbitan, dan blogger juga. Di kalangan UNU (Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta), dia juga bukan recehan karena dia dipercaya oleh Rektor UNU untuk membantu kampus dari awal berdiri.

Bambang pun bukan orang bodoh, dapat S1 di Fakultas Ekonomi dan S2 di Fisipol UGM. Lalu ambil S2 akutansi di UII.

Nah selain punya kemampuan menulis, dia juga punya kesabaran, muka badak dan bebal dalam mendekati target korban. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dijalani. Dimaki, diketusin, diblok gak membuat dia patah arang. Di-blok satu, ngejar yang lain. Dia pun menjaring banyak target dalam satu waktu berbarengan juga. Modusnya pun menyesuaikan profil target.

Aku ingat, pertama kali dijapri Bambang yang nanya penelitian, aku langsung search di google namanya. Tersebar jejak media dia jadi narasumber dan dengan keterangan peneliti dan “dosen UNU” dan tertulis alumni UGM. So, dengan profil gini, mudah mengecoh siapapun. Dia terlihat agamis, akademis. Bukan tampang begajulan, bukan pula tipe tampang yang oke banget trus tebar pesona.

Sepanjang info yang masuk, korban-korban Bambang tersebar di berbagai jejak komunitas yang dia ada atau ada kesamaan background atau pernah kenal di dunia nyata.

Beberapa orang dengan background penelitian akan didekati dengan bicara soal penelitian. Seperti aku, Laeliya Almuhsin atau seorang temanku perempuan yang juga direktur di sebuah LSM. Berani kan si Bambang ini?

Di komunitas menulis misalnya KAGAMA menulis, dia melakukan pendekatan dengan bicara penulisan atau penerbitan buku. “Mbak tertarik nulis buku nggak,” kira-kira begitu teknik manipulasinya. Dia juga mendekati beberapa wartawan 😬. Sebenarnya orang ini berani banget. Ibarat pepatah Jawa seperti “Kuthuk Marani Sunduk”... atau “ASU MARANI GEBUK” yang artinya mendatangi sendiri hal yang berbahaya buatnya.

Kepada belasan psikolog atau mahasiswa paikologi yang sedang menjalani pendidikan profesi, pendekatannya adalah dia butuh pertolongan dan perlu konsultasi psikologi. Sebagai psikolog, tentu akan menggali masalah. Ealah, jebul bocahnya modus menikmati bercerita kehaluannya dan malah pamer kelamin.

Lain waktu, dia muncul dengan akun istrinya. Dia menyamar menjadi perempuan yang gundah, tertekan, terdholimi suami dan butuh pertolongan karena suami aneh-aneh sebab dia tak bisa punya anak. Yang disasar bisa aktifis isu perempuan, atau ibu rumah tangga biasa. Sebagai seorang perempuan, tentu dengan itikad baik mau membantu perempuan lain yang menderita. Tentu sesama perempuan mau mendukung perempuan yang tak punya anak dan bersedih hati. Yak dia menjual kesedihan dengan cara menipu. Itu juga awal aku menjawab japri yang berkedok istri Bambang.

Modus menyamar sebagai istri ini juga dipakai mendekati kalangan yang tahu agama seperti di Fatayat NU. Misal si istri jadi-jadian ini bertanya soal agama pada aktifis keagamaan tentang suaminya yang lagi penelitian Swinger dan mau melakukannya. Sebagai istri dia takut diceraikan dan bertanya bagaimana sikap istri menurut Islam serta bagaimana hukum islam memandang swinger. 💆‍♀️. (Memang gembus tenan Bambang ini).

Ada juga teman-teman istrinya disasar di lingkungan kerjanya di bidang kesehatan. Dari kenal, trus dicritain swinger dan aktifitas seksual begitu. 💆‍♀️.

Buat pedagang-pedagang olshop atau pengusaha, awal pendekatannya dimulai dengan bicara produk atau bisnis. Ada satu korban yang dijapri Bambang dengan akun istrinya dan berkedok mau bisnis. Setelah bicara panjang soal bisnis dan menunjukkan ketertarikan pengembangan, trus tanya alamat karena mau diskusi. Berikutnya baru mulai curhat swinger. Korban pun sadar ini gak bener. Tapi terlanjur memberi alamat. Akibatnya, beberapa tahun dia tertekan psikis dan ketakutan.. 😥

Ada yang bertanya, “kerugiannya apa sih?”. “Kan belum kejadian?”. “Halah cuma digituin doang.”

Jadi gini, reaksi setiap orang beda. Ada yang menganggap chattingan Bambang itu angin lalu dan diabaikan saja, ada yang marah, jijik, mual tapi ada juga yang ketakutan dan trauma terpendam menahun.

Memang mayoritas yang dichat ini sebatas chat. Ada yang serangan seksual fisik tahun 2004. Yang dichat, apa yang dirugikan? hellooooo. Kerugiannya, kebaikan yang dikoyak-koyak. Kami terpaksa membaca chat sampah karena mau membantu dan jelas kami tak nyaman. Kami obyek dia bercerita dengan modus keluh kesah, curhat, butuh pertolongan karena dengan cerita itulah dia dapat kepuasan.

Beberapa korban dikirimi foto kelamin, foto bugil atau video porno. Karena jijik, ada yang langsung menghapus kirimannya.

Bambang jelas manipulatif dan menyalahgunakan kebaikan orang yang dijapri yang banyak awalnya tulus membantu dan positif thinking dengan profilnya agamis, intelektual dan dosen pula. KEPARAT bukan?

Kenapa korban selama ini banyak yang diam? Bersuara itu tak mudah, apalagi saat merasa sendiri. Belum lagi mikir nyesel kok bisa terperdaya, takut tak dipercaya mengingat sosok Bambang yang dosen dan rajin muncul di media, malu pada suami, keluarga, lingkungan dan gak mau digoblog-goblogkan. Victim blamming itu mengerikan.

Beberapa korban sempat cerita ke teman dekat, paling didengarkan disuruh ngeblok dan kasus tak mencuat seperti saat ini.

So, buat yang punya hati, janganlah melakukan victim blamming. Kalau kamu lelaki, tengoklah anakmu, temanmu, adikmu, ibumu dan lainnya. Semua bisa jadi korban. Kalau perempuan, tak usahlah merendahkan korban dan menepuk dada merasa pintar sehingga 100% bisa lepas dari ginian. Pelecehan seksual itu bisa verbal, visual, tertulis, atau secara fisik terjadi dan bisa terjadi kapan saja, di mana saja, oleh siapa saja bahkan dari lingkungan terdekat. Empati itu perlu.

*Sumber: fb
Kenapa Korban Bambang Bisa Ratusan Orang Terpelajar? Saat ketemu Bambang, aku dan 2 korban lain bertanya berapa...
Dikirim oleh Illian Deta Arta Sari pada Selasa, 04 Agustus 2020
Baca juga :