KAMI DARI MANA? DAN MENUJU KEMANA?


KAMI DARI MANA? DAN MENUJU KEMANA?

Oleh: Anton Permana (Anak kalong keluarga besar TNI)

Saya sedikit berbeda pandangan dan analisis dengan saudara Denny JA terkait tiga skenario KAMI yang diejewantahkan dalam artian kontestasi politik 2024.

Kehadiran KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) menurut saya adalah bahagian dari titik jenuh dari sebuah kepemimpinan dan sistem pemerintahan yang justru dianggap sebahagian besar masyarakat mengalami kerusakan parah dari berbagai lini.

Kalau kita berbicara sistem, berarti permasalahannya tidak cukup pada jabatan Presiden semata. Tapi lebih kita angkat lebih tinggi lagi kepada tataran akar konsepsi bernegara kita pasca Reformasi 22 tahun ini. Apakah menjadi lebih baik? Atau justru semakin rusak?

Dalam beberapa Webinar yang saya ikuti, didapati kesimpulan bahwasanya, akar dari kerusakan yang terjadi saat ini bermula dari amandemen UUD 1945 secara radikal di tengah hiruk pikuk euphoria reformasi.

Terjadi kekacauan hukum berupa cacat konstitusi yang muaranya adalah, Indonesia hari ini sudah jauh lari dari Indonesia yang dicita-citakan para pendiri Bangsa.

Sejatinya, ketika sebuah negara dilakukan revolusi apakah itu melalui kudeta militer, atau kudeta konstitusi, selagi hasil revolusi itu membawa kebaikan bagi rakyat banyak tentu tidak akan melahirkan perlawanan balik. Berarti revolusi yang dilakukan itu adalah benar dan tepat.

Kalau kita jujur sebenarnya reformasi 98 itu adalah "Silent revolution". Tidak saja menjatuhkan Soeharto tetapi mengganti dan merubah bentuk negara Indonesia melalui amandemen konstitusi. Ketika konstitusi berubah berarti negara juga berubah alias menjadi baru, dan negara yang lama  menjadi bubar walaupun nama dan "casingnya" masih sama.

Reformasi (soft revolution) yang terjadi di Indonesia, yang awalnya penuh dengan mimpi indah kesejahteraan, bebas KKN, bebas bicara, mandiri, berdaulat terbukti hanyalah pepesan kosong. Kita semua silahkan jujur menjawabnya.

Bahwa reformasi itu hanya dinikmati oleh segelintir elit semata. Para agen-agen proxy asing yang buktinya hari ini berkuasa.

Cuma yang terjadi justru sebaliknya; kerusakan disharmonisasi antar masyarakat, serta hilangnya kedaulatan bangsa semakin rusak parah. Reformasi 98 terbukti membawa Indonesia ke dalam kondisi yang lebih buruk. Ini fakta yang tidak terbantahkan. Maka lahirlah koreksi dan perlawanan dari rakyat. Itu sudah lumrah dalam negara demokrasi. Ketika anda tidak becus dalam mengelola negara, maka rakyat muncul menuntut hak nya.

Membaca maklumat dari KAMI kalau kita pahami secara mendalam, adalah buah dari akumulasi kerusakan yang di buat dalam bentuk maklumat dan koreksi atas pengelolaan negara yang salah urus.


Ibarat pepatah orang Minangkabau, "Kalau tersesat di jalan, maka baliklah ke pangkal jalan".

Amandemen secara radikal terhadap UUD 1945 terbukti hari ini hanya melahirkan "Neo Kolonialisasi, Neo Liberalisme, dan Neo Komunisme".

Hal ini dimulai dari diubahnya pasal 1 tentang kedaulatan rakyat yang diwakili oleh MPR sebagai lembaga tertinggi dan mandataris Presiden. Dimana di dalam tubuh MPR itu terdiri dari berbagai perwakilan elemen masyarakat seperti utusan golongan dan daerah.

Namun pasca reformasi, kedaulatan rakyat itu telah dibajak partai politik. Dimana dengan sistem politik yang "mahal" menjadi pintu masuk para cukong kapitalis.

Selanjutnya pasal 6 tentang syarat jadi Presiden harus pribumi diganti dengan cukup warga negara saja. Pasal ini selain menghilangkan hak pribumi sebagai identitas sebuah bangsa, bisa juga membuka pintu seluas-luasnya bagi anasir asing entah dari negara mana saja untuk bisa jadi Presiden di Indonesia.

Kita semua jangan kaget jika ada masanya nanti, orang asing buat KTP, punya uang banyak nyalon presiden dan jadi Presiden di Indonesia.

Selanjutnya yang sangat krusial adalah pasal 33 yang meliberalisasi ekonomi Indonesia. Hingga hilang kedaulatan rakyat dimana sesungguhnya negara hadir untuk mensejahterakan rakyat. Sekarang bagaimana mau sejahtera, kalau sumber kekayaan alam dikuasai asing yang berkolaborasi dengan kekuasaan oligharki?

Jadi kembali saya tekankan, mengganti Presiden saja tidak akan merubah apalagi memperbaiki nasib bangsa ini. Mau ganti presiden 10 kalipun kalau masih sistem konstitusi versi amandemen ini juga yang dipakai, bangsa Indonesia akan selalu berputar-putar terjebak dalam lingkaran setan.

Apalagi dengan bangkitnya China dengan ambisi komunismenya menguasai dunia. Indonesia pasti akan menjadi target utama invansi dan agenda neo kolonialisasi. Arah kesana sudah semakin jelas dan nyata.

Jadi, yang paling fundamental untuk diperbaiki dari Indonesia hari ini adalah; kembali kepada bentuk dasar negara Indonesia ini didirikan, sesuai cita-cita para pendiri bangsa yang sudah sedemikian paripurna menyusun arah konstruksi bernegara kita.

Yaitu, dengan falsafah Pancasila serta UUD 1945 yang asli versi dekrit Presiden 5 juli 1959. Agar proses rekrutmen kepemimpinan nasional dan kedaulatan rakyat dalam kelembagaan MPR kembali baik dan ada untuk memutus mata rantai kekuasaan oligarki.

Agar, Indonesia kembali menjadi dirinya. Sesuai sila ke-4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Tidak ditarik ke kanan, maupun ke kiri. Apalagi sekarang, potensi menggeser haluan Pancasila untuk menjadi berhaluan komunis sudah semakin nyata dengan munculnya RUU HIP/BPIP ini.

Perang konsepsi negara ini mesti dihentikan dengan kembali dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Caranya, banyak jalur konstitusional yang bisa dilakukan.

Yang jelas pada prinsipnya, Indonesia adalah negara berkedaulatan rakyat. Sesuai pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.

KAMI hadir sebagai salah satu bentuk kesadaran kolektif kelompok "civil society" dari bangsa Indonesia. Sebagaimana dulu juga lahir Syarikat Islam, Boedi Oetomo sebagai pergerakan moralitas dan kebangsaan (puncaknya 1928) agar bebas dari penjajahan. Jadi lucu kalau ada pihak yang hari ini menjadi kepanasan dan panik.

Bedanya KAMI hadir di saat negeri ini sudah merdeka 75 tahun, tetapi dianggap telah gagal membawa kemakmuran, keadilan, kesejahteraan bagi masyarakat.

KAMI memaparkan semua itu dengan presisi dan sangat elegan. Fakta empiris kondisi keterpurukan bangsa hari ini.

Terlalu prematur kalau kemudian gerakan ini langsung "distigmakan" menjadi sebuah gerakan politik pilpres 2024. Itu kecil dan jauh dari agenda KAMI untuk menyelamatkan Indonesia.

Namun apapun itu, KAMI adalah jalan alternatif ketika fungsi sosial kontrol lembaga seperti legislatif, yudikatif seakan tidak berfungsi hari ini. Media dan mahasiswa pun seakan bungkam atas kemerosotan terjadi hari ini. Entah apa dan siapa yang bermain di dua pilar demokrasi itu. Silahkan jawab sendiri.

Artinya, KAMI adalah sebuah fungsi sosial kontrol sesama anak bangsa yang dijamin hak dan kewajibannya oleh UUD. Yaitu; Hak berpendapat pasal 28, serta kewajiban bela negara dalam pasal 30 UUD 1945.

Semoga gerakan KAMI ini terus bergelora di seluruh Nusantara. Agar, rakyat terbangun dari mimpi indah reformasi. Rakyat terjaga dan dapat bersama-sama meminta hak nya kepada penyelenggara pemerintah hari ini apapun caranya untuk kembali kepada UUD 1945.

Salam Indonesia Jaya!

*Penulis asdalah Alumni Lemhanas RI PPRA LVIII Tahun 2018

Baca juga :