Jaminan Allah Bagi Mereka Yang Berbakti pada Orangtua


Seorang bapak memilik 4 anak perempuan, setelah istrinya meninggal ia dirawat oleh 4 anaknya itu.

Suatu hari, 3 orang datang melamar anaknya, bapak itu memberi syarat, "Aku akan menerima lamaran kalian, asal anak sulung masuk dalam salah satu lamaran". Karena ia ingin anak sulungnya yang pertama menikah, kemudian menyusul adik-adiknya.

Ternyata, anak sulung mengatakan, "Biarkan adik-adikku menikah dulu, aku ingin merawat ayah saja dulu. Karena kalau aku juga menikah, siapa yang akan menjaga ayah".

Akhirnya, 3 orang adiknya pun menikah dan semuanya dibawa oleh suami masing-masing dan jauh dari orangtuanya.

Suatu hari, bapak itu meninggal dunia, dan secara syariah, harta warisan harus segera dibagi setelah membereskan semua hutang dan biaya pemakaman.

Salah satu warisan adalah rumah, rumah dimana bapak itu dan anak sulungnya tinggal. Rumah itu akan dibagi 4.

Ternyata, ada surat wasiat dari ayah mereka yang berisi, "Kalau ayah meninggal, rumah jangan dibagi dulu sebelum kakak kalian menikah". Tentunya bapak itu tahu kalau rumah dijual dan hasilnya dibagi 4, maka anak sulungnya harus keluar dari rumah itu, dan belum tentu dia punya tempat tinggal baru kalau belum menikah.

Namun, ketiga anak perempuan itu tidak mengindahkan wasiat almarhum bapak mereka, mereka tetap bersikeras ingin menjual rumah itu dan hasilnya dibagi rata. Meskipun kakak mereka telah memohon-mohon agar jangan dijual dulu, karena dia tidak memiliki tempat tinggal. Dengan asumsi dari warisan itu kakak mereka bisa membeli rumah yang lebih kecil untuk ditinggali.

Akhirnya, rumah itu terjual kepada seorang yang tajir. Anak sulung menghubunginya dan meminta tempo satu bulan sebelum dia meninggalkan rumah itu. Pembeli pun setuju, karena kasihan melihat anak sulung itu tidak memiliki tempat tinggal.

Setelah sebulan berlalu, pembeli datang ke rumah itu, dan ternyata anak sulung ini belum mendapatkan rumah yang baru.

"Beri saya tempo satu bulan lagi untuk mencari tempat tinggal baru", dan dia menceritakan kisahnya kepada pembeli itu.

Setelah sebulan berlalu, pembeli itu pun datang kembali rumah itu, dan ternyata anak sulung ini belum mendapatkan rumah yang baru.

"Maaf, saya belum mendapatkan rumah yang baru, tapi saya akan keluar dari rumah ini"

Pembeli itu menyerahkan surat kepada anak sulung, anak sulung mengira surat dari pengadilan yang harus ditandatangani terkait dengan pemindahan hak milik rumah.

" Itu surat pemindahan hak milik rumah, kalau kamu bersedia menjadi istri bagi anak laki-laki saya, terimalah rumah ini sebagai mahar. Kalau tidak, maka berdasarkan surat itu, rumah ini tetap menjadi milikmu...."

Dengan air mata berlinang, anak sulung itupun menerima lamaran tersebut, kemudian dia menatap ke langit dan membatin....

"Ya Allah, aku yakin Engkau tidak akan meninggalkanku sendirian, karena kutahu balasan berbakti pada orangtua akan kuterima di dunia sebelum di akhirat..."

(Saief Alemdar)

Baca juga :