IKHWAN Dari Perspektif Orang Barat


IKHWAN Dari Perspektif Orang Barat

Oleh: Yusuf Maulana

Ada banyak cara mencintai eksistensi jamaah Ikhwan bentukan Hasan al-Banna. Jamaah ataupun bekas eksponennya dalam ragam varian gerakan. Termasuk yang kian mengarah ke arah moderat atau faksi-tengah dalam pemikiran berislam. Bahkan, interaksi teks dengan eks Ikhwan yang ke pendulum Kiri juga tak perlu dipandang sebagai polah yang begitu rumit.

Sejak ditubuhkan pada Maret 1928, Ikhwan sesungguhnya tidak monolitik dan kebal kritik. Ada dinamika dan pergulatan yang intensif di dalamnya. Betapapun ada banyak bentuk pemikiran yang konservatif di para elit dalam lintas zaman, senyampang hadir jua antitesis di dalamnya.

Mencintai Ikhwan, buat saya yang bukan kadernya, sebatas titik temu pada pemikiran esoteris dan moderat keberislaman kelompok ini. Saya menemukan aras berpikir pertengahan yang terefleksikan pada beberapa pemikiran eksponennya atau mantan kadernya. Pun pada beberapa asas dari pendirinya yang sebetulnya mengarah ke sana tapi di tengah jalan mengalami sumbatan atau sandingan pemikiran semanhaj.

Belasan tahun meneliti Ikhwan, Carrie Rosefsky Wickham termasuk yang mumpuni bicara gerakan ini. Bukunya, "The Muslim Brotherhood : evolution of an Islamist movement" seperti rekaman jejak dan dinamika pergulatan di tubuh Ikhwan, sampai naiknya Muhammad Mursi sebagai presiden Mesir selepas Arab Spring 2011.

Sebuah kehormatan ketika saya di bawah naungan Samben Library diminta terlibat dalam bagian tim penerbitan eksklusif edisi berbahasa Indonesia karya Wickham tersebut. Urusan berhubungan dengan penerbit, Princeton University Press, ada pada pihak yang melakukan prosedur resmi, yang tak lain pihak yang meminta Samben Library berandil. Memang di buku ini saya bukan sebagai penerjemah dan penyunting. Saya sekadar pembaca dan pengoreksi teks purna-sunting. Juga bagian tim konsep kemasan visual buku yang nantinya menggandeng sebuah penerbit mayor yang bakal tak terpikirkan oleh para simpatisan Ikhwan di sini.

Publikasi dalam bahasa Indonesia ini sesungguhnya semacam kepedulian ilmiah: agar yang ada syak dan curiga pada Ikhwan biar bisa melihat isi dapur secara kritis dan apa adanya dari perspektif orang Barat yang tak ada sentuhan emosi dengan gerakan tersebur. Bagi saya ada satu lagi: kemanusiaan. Mengapa? Karena sudah kadung bagi sebagian orang Ikhwan dilabel sebagai kelompok pengganas dan antikritik. Untuk sebagian mungkin saja benar, namun itu relatif dan berbatas lingkup kejadiannya. Dan tentu saja: bisa diperbicangkan sebelum melahirkan simpulan.

Dan buku ini tidak ada pretensi buat promosi ideologi. Toh semua tim yang terlibat malah tidak ada celupan Ikhwan. Mungkin kecuali saya, itu pun dalam soal demen mengoleksi buku-buku Ikhwan dan aktif di kepengurusan Partai Keadilan (saja). Tidak ada sangkut paut pula dengan kemunculan beberapa pihak yang mulai mencerca Ikhwan, baik yang diindikasi menjadi proksi rezim kudeta Kairo maupun terduga jejaring kakak pembina Istana di Jakarta. Buku semacam ini juga tak ada niatan untuk menabalkan (lagi) ideologi, sehingga tak perlu ambil pusing bila ada antusiasme menggebu sebagian kenalan pegiat worldview of Islam yang tengah berjuang dalam deideologisasi (harakah?).

Buku ini, dan kerja di sebaliknya, sekadar medan jujur atas sebuah proses panjang anak manusia dalam menegakkan ikhtiar kemanusiaan. Satu ikhtiar yang dititipkan melalui komitmen manusia bersyariat. Adanya dinamika dan konflik, hal biasa yang patut jadi renungan juga pelajaran.[]

*NB: Proses penerbitan edisi terjemahan ini masih berjalan. Tunggu terbitnya.

Baca juga :