UAS: "Paranoid Tidak Dewasa, Makar?"


Ustadz Abdul Somad & Ruslan Buton

Ustaz Abdul Somad (UAS) menilai pemerintah saat ini terlalu paranoid menghadapi berbagai kritikan.

Masyarakat seperti disumbat untuk tidak bisa mengeluarkan kritikan.

"Kita menghadapi orang-orang yang tidak dewasa dalam bernegara dan berpikir," kata UAS saat bincang-bincang dengan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dalam channel YouTube Trilogi TV yang diunggah, Minggu (7/6/2020). *Video dibawah*

Pernyataan UAS ini dibenarkan Refly. Menurut dia, pemimpin yang dewasa bila mendengarkan kritik menjadikannya sebagai bahan introspeksi. Entah kritik membangun atau menjatuhkan sekalipun karena bermanfaat semuanya.

"Kalau pemimpin tidak dewasa mendengar kritikan akan menyiapkan serangan balasan dianggap penghinaan dan menyiapkan buzzer dan fans club-nya," ucap Refly.

UAS pun membalas omongan Refly. "Kalau orang terlalu takut dan paranoid habis nonton film hantu, pucuk pisang disangka pocong," ujar UAS yang kembali diiyakan Refly.

Refly berpendapat, di situlah letak persoalannya. "UAS dan Refly sedang ngobrol, eh dibilang sedang merencanakan melakukan makar," ujarnya.

UAS pun melontarkan pertanyaan apakah Refly tidak takut dituduh makar.

Refly menjawab, dia tidak takut karena sebagai orang hukum tahu batas-batas di mana orang dikatakan makar dan tidak.

"Sepanjang kita menyatakan sesuatu itu tidak boleh dilarang," tegasnya.

Jawaban Refly ini membuat UAS mempertanyakan masalah Ruslan Buton.

UAS bertanya, ketika Ruslon Buton berpidato soal presiden apakah itu bisa dikatakan makar?

Refly menjawab tidak karena orang yang menyatakan pikiran dan hati nurani tidak boleh dilarang. Persoalannya ayat-ayat konstitusi itu Pasal 28 e ayat 3 itu sering dipatahkan dengan UU ITE.

"UU ITE itu karet sekali. Kalau kita menyampaikan sesuatu di konten media sosial maka kita bisa dijerat pasal penghinaan, menyebarkan berita bohong, menyebarkan kebencian. Itu karet sekali. Persoalan kita adalah tunduk melihat undang-undang tetapi tidak tunduk pada konstitusi sebagai hukum tertinggi," bebernya.

"Kecuali Ruslan Buton berkonspirasi, mengumpulkan orang, lalu berpikir bagaimana memecah belah, merebut senjata, dan sebagainya. Itu baru makar," sambung Refly.

Ruslan Buton merupakan mantan Prajurit TNI Angkatan Darat TNI (AD) dengan pangkat terakhirnya Kapten Infanteri. Pangkat itu diperoleh saat ia menjabat Pama Yonif RK 732/Banau.

Dipecat dari TNI, Ruslan mendirikan Serdadu Eks Trimatra Nusantara yang beranggotakan mantan-mantan tentara pada Januari 2020 lalu di Gedung Joang Jakarta. Ruslan sendiri menjabat sebagai panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara hingga sekarang.

Sosok Ruslan Buton menjadi sorotan setelah ditangkap tim gabungan dari Mabes Polri hingga Denpom TNI AD pada Kamis (28/5/2020) lalu di Buton, Sulawesi Tenggara, karena membuat Surat Terbuka meminta Presiden Jokowi mundur.

[Video Bincang UAS - Refly Harun]
Baca juga :