Penangkapan Nurhadi Jadi Pintu Masuk Pemberantasan Mafia Hukum


[PORTAL-ISLAM.ID]  Penangkapan mantan Sekretaris MA Nurhadi yang buron selama hampir empat bulan bisa menjadi pintu masuk pemberantasan mafia hukum di negeri ini.

“Kasus Nurhadi merupakan pintu masuk kasus penelusuran mafia peradilan yang melibatkan jaringan besar Hakim, Panitera dan pegawai di MA sampai Pengadilan Negeri,” kata Direktur Legal Culture Institute (LECI), M Rizqi Azmi dalam keteranganya, Selasa (2/6/2020).

Menurutnya, tak bisa dipungkiri dan sudah jadi rahasia umum jika praktik korupsi di ruang pengadilan ibarat hantu yang sulit untuk dilihat atau ditindak. “Maka ini harus ditelusuri lebih jauh oleh KPK,” harap Rizqi.

Kasus Nurhadi ini, sambung Rizqi, memberikan sinyal betapa akut dan masifnya ranah korupsi di ruang keadilan. Virus laten korupsi yang bersembunyi dan hidup nyaman di dalam putusan-putusan hakim seakan membuat hakim tidak mampu menangkal virus korupsi yang lebih mematikan dari virus korona.

Rizqi mengulas, praktik korupsi yang dilakukan oleh Nurhadi telah berlangsung cukup lama. Semenjak tahun 2015, Nurhadi menjabat sebagai Sekretaris MA dan memiliki peranan penting dalam keluarnya putusan-putusan yang menguntungkan pengusaha-pengusaha hitam.

Rizqi menduga, Nurhadi tak bekerja sendiri selayaknya teori ring of fire dalam penanganan korupsi, bahwa virus ini tidak bisa bekerja sendiri dan melibatkan banyak pihak.

Diberitakan sebelumnya, KPK berhasil menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi bersama menantunya, Rezky Hebriyono, Senin (1/6/2020) malam di Jakarta Selatan.

Nurhadi menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 13 Februari 2020.

"Apresiasi dan penghargaan kepada rekan-rekan penyidik dan unit terkait lainnya yang terus bekerja,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango melalui pesan singkat di Jakarta, Senin tengah malam (1/6/2020), seperti dilansir dari Antara.

KPK telah menetapkan Nurhadi bersama Rezky Herbiyono (RHE), menantunya dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS) sebagai tersangka pada 16 Desember 2019.

Nurhadi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016.[]

Baca juga :