Peraturan PSBB Yang Koplak


“Soting, Soting. Viralkan!” seru seorang polisi. Sementara dia dan teman-temannya: Polisi dan Satpol PP terus bersitegang dengan Habib Umar, konon katanya untuk menegakkan aturan PSBB.

Dengan memvideo dan menyebarkannya di media sosial, bermaksud mempermalukan Habib Umar, yang tidak mau ditertibkan atas pelanggarannya terhadap peraturan PSBB.

Peraturan yang dimaksud adalah berada di satu mobil pribadi berlima. Tidak boleh duduk berdekatan di dalam mobil yang sama, walau itu adalah keluarga atau suami istri.

Tapi video yang disebar tersebut sekarang justru menciptakan persoalan lain. Niat ingin mempermalukan Habib Umar, tapi justru Satpol-PP yang telah melakukan tinjuan dan tendangan seperti terekam video tersebut sekarang harus berurusan dengan banyak orang.

Satpol-PP yang bernama Asmadi tersebut sekarang dicari para pembela Habib Umar.

Video viral tersebut justru memancing kemarahan banyak orang kepada Asmadi.

Bahwa Asmadi menegakkan peraturan PSBB bersama petugas yang lain, itu memang benar. Tapi menegakkan aturan (hukum), bukan berarti harus meninju dan menendang.

Melakukan tinjuan dan tendangan, apa itu bukan pelanggaran hukum (kriminal)?

Karena sikap Asmadi itulah, sekarang banyak pembela Habib Umar yang mencarinya. Polisi juga yang akhirnya dibuat repot untuk mencegah tindakan main hakim sendiri oleh orang-orang yang tidak terima ada seorang ulama, seorang habib ditinju dan ditendang.

“Saya akan cari Asmadi kemana pun dia lari!” tulis seseorang di satu grup WhatsApp.

Seorang tokoh di Malang, juga memberi kabar ke saya, bahwa kawan-kawannya, komunitas Madura di Surabaya sekarang sedang mencari Asmadi.

Pun seorang tokoh di Pasuruan sekarang diminta Polisi untuk membantu meredam kemarahan para pembela Habib Umar.

Dari informasi yang saya terima, Kapolres Pasuruan AKBP Rofiq Ripto Himawan, tadi malam sudah berkunjung ke kediaman Habib Umar.

Habib Umar bin Abdullah bin Sholeh Assegaf adalah seorang tokoh habaib yang tinggal di Bangil, Pasuruan. Beliau adalah pimpinan Majelis Raudhotus Salaf, dengan jamaah ribuan.

Sebenarnya kejadian di titik pemeriksaan (check point) PSBB Darmo Satelit, Surabaya antara Habib Umar dan Asmadi dkk adalah satu di antara banyak kejadian serupa di berbagai daerah.

Ada banyak video yang kita tonton tentang perlawanan masyarakat terhadap petugas di lapangan yang ingin menegakkan aturan PSBB.

Semisal seorang pengendara mobil yang tidak mau dipisah duduk dengan istrinya. Begitu juga pengendara motor yang meminta masker kepada petugas, karena ia berdalih tidak punya masker.

Kalau kita lihat dan ikuti komentar para netizen, rerata mereka membela masyarakat. Inilah yang saya maksud, menegakkan aturan PSBB bukan sekedar menegakkan hukum, tapi juga harus memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.

Pagi ini saya membaca di status Facebook Bu Sirikit Syah, seorang wartawan senior tinggal di Surabaya, ia mempersoalkan peraturan PSBB yang disebutnya tidak masuk akal. Bagaimana mungkin suami istri keluar bermobil dilarang duduk berdampingan, sementara mereka di rumah kelonan?

“Tambah bingung rakyat, kalau aturannya gak logis, terus aparat kurang nalar,” tulis Bu Sirikit.

Lebih jauh Bu Sirikit menyoal, kenapa sekeluarga dibatasi jumlahnya untuk berada di mobil pribadi, sementara di angkutan umum, orang ramai boleh duduk berdesak-desakan.

Konser yang diantaranya diselenggarakan BPIP -yang jelas-jelas melanggar aturan PSBB dan kepatutan jaga jarak, pun juga dipersoalkan Bu sirikit.

“Sekali lagi aturannya yang masuk akal, dong,” kata Bu Sirikit, “dan petugas lapangan harus punya wisdom.”

Saya sendiri dan sebagian besar masyarakat Indonesia tentu mendukung seluruh upaya Pemerintah untuk menanggulangi Corona ini.

Tapi jangan buat aturan koplak, yang menyebabkan aparat di bawah berkelahi dengan masyarakat!

Penulis: Abrar Rifai
(Pengasuh Ponpes Baabul Khairat Malang)

(Sumber: https://www.orangramai.id/budaya/peraturan-psbb-yang-koplak/)

Baca juga :