Pendaftaran Gelombang 4 Kartu Prakerja Akhirnya Ditunda, Pengamat: Tidak Ada Alasan Dilanjutkan, Uang Negara Digunakan Untuk Membesarkan Bisnis Segelintir Orang


Pendaftaran Gelombang 4 Kartu Prakerja Akhirnya Ditunda, Pengamat: Tidak Ada Alasan Dilanjutkan, Uang Negara Digunakan Untuk Membesarkan Bisnis Segelintir Orang

Simak paparan selengkapnya paparan yang disampaikan Agustinus Edy Kristianto di akun fbnya (26/5/2020):

TIDAK ADA ALASAN MEMPERTAHANKAN KARTU PRA KERJA 5,6 T

Pendaftaran Gelombang 4 Kartu Prakerja yang seharusnya dibuka hari ini (Selasa, 26 Mei 2020) ditunda. Salah satu alasannya, kata Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Panji Winanteya Ruky, Komite Cipta Kerja masih melakukan evaluasi dan mempertimbangkan masukan-masukan dari lembaga pengawas.

Ketua Komite Cipta Kerja adalah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto—yang juga Ketua Umum Partai Golkar.

Masukannya apa dari lembaga pengawas apa, kita tidak tahu. Yang jelas, selama masih memeluk model transaksi jual beli video pelatihan di 8 platform digital, berarti sama dengan tidak ada evaluasi.

Cuma pemanis bibir!

Apa yang ada dalam benak Presiden Jokowi tentang program andalannya ini kita juga belum tahu. Apakah ia masih memikirkan kebanggaan terhadap unicorn-unicorn itu, bisa iya, bisa tidak.

Namun Presiden harus melihat keadaan terbaru, seperti dilaporkan Reuters pekan lalu, kuda-kuda (unicorn) itu berjatuhan ke lembah korona. CEO Softbank Masayoshi Son—yang ditemuinya Juli 2019 di Istana—mengumumkan kerugian operasional mencapai US$13 miliar (Rp192 triliun). Kegagalan investasi di Uber dan WeWork menjadi penyebab utama.

Unicornonsense!

Kendati begitu, perlu diingat, bisnis digital startup dan pendanaan ventura tidaklah selalu berarti buruk. Itu bisnis bagus dan prospeknya cerah. Apalagi konsumen terbantu dengan berbagai kemudahan yang dihadirkan melalui teknologi.

Ia menjadi ‘buruk’ ketika negara dengan keuangan dan wewenangnya ikut campur, seperti dalam program Kartu Prakerja ini, yang berpotensi menguntungkan segelintir pebisnis digital startup.

Pada akhirnya adalah kekacauan. Masyarakat pun mencium aroma bisnis di balik Kartu Prakerja yang berujung pada kritik dan kekecewaan. Insentif Rp600.000 pun baru disalurkan untuk 50.000-an peserta. Sistem berantakan di mana-mana.

Indo Barometer dan Radio Republik Indonesia melansir hasil survei hari ini (Selasa, 26 Mei 2020), 84,3% responden tidak puas dengan cara penanganan pengangguran oleh pemerintah di tengah pandemi COVID-19. Belum efektifnya Kartu Prakerja menjadi alasan nomor tiga tertinggi (11,2%).

Kegagalan mendasar Kartu Prakerja adalah menempatkan program publik (negara) dalam kerangka bisnis (profit). Pengangguran di Indonesia yang jumlahnya 7,05 juta orang—menurut Survei Tenaga Kerja Nasional BPS 2019—diperlakukan seperti ukuran pasar (total addressable market/TAM) dalam bisnis pendanaan startup oleh perusahaan modal ventura.

Apalagi sasaran Kartu Prakerja itu pada awalnya adalah pengangguran kelompok umur muda (15-24 tahun), yang merupakan bagian terbesar (18,62%) dari total pengangguran terbuka nasional (setiap 100 penduduk berumur 15-24 tahun yang termasuk angkatan kerja, 19 menganggur).

Ada orang/ahli yang menghitung dan membidik potensi bisnis ini dengan berlindung di balik program Kartu Prakerja.

Jadi, untuk tahun anggaran 2020, bisa kita hitung sendiri, TAM-nya adalah 5,6 juta peserta dikalikan Rp1.000.000 yaitu Rp5,6 triliun. Jika platform digital A menguasai 50%, market share berarti Rp2,8 triliun. Dengan perhitungan komisi, bagi hasil, dll 30%, pendapatannya adalah Rp840 miliar.

Secara kasar, investor akan menghitung valuasi startup itu dengan cara pendapatan dikali 10, hasilnya Rp8,4 triliun.

Jika, misalkan Ruangguru, saat ini dikatakan memiliki valuasi Rp7 triliun (total pendanaan terpublikasi hingga hari ini Rp2,1 triliun), itu berarti secara mudah bisa kita anggap, pendapatannya adalah Rp700 miliar.

Dengan begitu, jika Rp700 miliar ditambah dengan pendapatan baru dari Prakerja Rp840 miliar, total bisa dianggap pendapatan dia adalah Rp1,54 triliun. Jika total pendapatan itu dikalikan 10 maka valuasinya Rp15,4 triliun (US$1 miliar).

Layak dinobatkan sebagai unicorn (valuasi US$1 miliar) dan dibanggakan oleh Presiden Joko Widodo.

Bagaimana jika desain program seperti ini berlangsung selama Presiden Jokowi menjabat (5 tahun)? Ya, tinggal tunggu saja 2-3 tahun lagi Presiden mengumumkan ada decacorn (valuasi US$10 miliar) baru setelah Gojek.

Sesimpel itu hitungannya, menurut saya. Rakyat cuma dapat beritanya saja.

Partnership lagi: kita berpartner, situ yang sip!

Jadi tak ada alasan lagi untuk mempertahankan model jual beli video pelatihan dalam Kartu Prakerja, jika Presiden Jokowi dan jajaran tidak ingin wajah pemerintahannya semakin memar dan rakyat semakin kecewa, karena uang negara digunakan untuk membesarkan bisnis segelintir orang.

Salam 5,6 Triliun

(By Agustinus Edy Kristianto)

Baca juga :