LOGIKA BERPIKIR YANG AMBURADUL (DALAM KASUS COVID 19)


LOGIKA BERPIKIR YANG AMBURADUL (DALAM KASUS  COVID 19)

Awalanya, saya tidak mau banyak berkomentar tentang Covid 19. Jika pun saya menulis tentang Covid 19, tulisan saya selalu membawa pesan optimis. Namun, kenyataan yang terjadi. Membuat saya prihatin. Akhirnya, saya buatlah tulisan ini.

Apa pasal? Karena, logika yang digunakan oleh sang peguasa, amburadul. Khususnya, dalam masalah Covid 19. Seperti;

(1) Satu: Meninggalkan esensi, sibuk dengan logika akal-akalan

Seperti awal-awal pada masa pandemik. Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh pembawa acara yang cukup terkenal. RI-1 membedakan pengertian antara mudik dan pulang kampung.  Sungguh, logika yang digunakan amburadul. Bagaimana mungkin, sang virus dapat membedakan individu yang akan disinggahinya, seorang pemudik atau seseorang yang pulang kampung.

RI-1 lupa. Bahwa, esensi dari penyebaran virus Covid 19, adalah pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain. Terlepas, apakah yang bergerak pindah itu, individu yang sedang mudik, atau pulang kampung. Esensinya, dalam proses pergerakan itulah, kemungkinan sang individu terjangkiti  Covid 19. Apakah, tersebab oleh tempat yang dia duduki, atau pegang, juga manusia yang dia temui dalam proses pulang kampung/mudik, sudah terjangkit Covid 19.

(2) Dua: Ada diskrimanasi perlakuan

Awalnya mudik dilarang, beberapa individu yang coba menembus larangan, dengan naik truk, atau menaikkan kendaraannya di atas truk atau container, terkena razia petugas. Lalu, menerima konsekuensi dari pelanggaran yang dilakukannya.

Tiba-tiba, larangan ini, dimodifikasi, dengan mengizinkan mudik, jika menggunakan pesawat udara. Akibatnya, terjadi penumpukan di bandara Soetta pada tanggal 15 Mei. 

Dari kejadian di atas. Logikanya, justru dengan penumpukan manusia di Bandara, kemungkinan terjangkit virus Covid 19 lebih besar terjadi di Bandara, dibandingkan dengan mereka yang mudik dengan kendaraan pribadi masing-masing. Di samping, adanya perasaan tersinggung pada masyarakat grass root, seakan mereka didiskriminasi hanya karena jumlah nominal uang yang mereka miliki tak sebanyak pada mereka yang menggunakan pesawat udara.

(3) Tiga: Kerancuan antara ucapan dan prilaku

Dalam ammar RI-1 yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Status Bencana Nasional Nonalam Covid 19. Tentang PSBB. Menyuruh masyarakat untuk menjaga jarak antara satu dengan lainnya. Berdiam di rumah dan tidak melakukan aktifitas di luar rumah, kecuali untuk kondisi yang sangat mendesak. Namun, apa yang terjadi? RI-1 membagikan sembako pada masyarakat. Terjadi  penumpukan masyarakat yang antri berharap memperoleh sembako.

Pertanyaannya, dimana korelasi logika, antara menyuruh “menjaga jarak” dengan membagikan sembako secara “live” yang mengakibatkan penumpukan manusia?

Menyuruh masyarakat untuk berdiam di rumah. Pada saat yang sama ngotot memasukkan 500 TKA asing, yang nota bene berasal dari negara sumber Covid 19.

Puncak kekonyolan terjadi. Ketika, berlangsung konser musik di akhir Ramadhan kemarin. Bukan hanya, logika yang digunakan amburadul, sekaligus menyinggung perasaan umat Islam. Dalam kondisi tidak ada PSBB saja, konser di sepuluh akhir Ramadhan tidak lazim, apalagi pada kondisi PSBB.

(4) Empat: Logika yang amburadul, menghasilkan sesuatu yang amburadul

Saya kenal seorang teman yang sudah tiga bulan mengurung diri di rumah, dengan taat mengikuti anjuran Pemerintah. Namun, dengan konser musik yang dia saksikan di medsos, beliau menghentikan “tapa” tiga bulannya di rumah.

Berbagai kekecewaan merebak. Tagar “Indonesia Terserah” hanya kekecewaan yang terlhat di permukaan. Untuk yang di grass root, saya tidak bisa bayangkan.

Padahal, sebagaimana yang disebutkan Ketua Gugus Tugas  Percepatan Penanganan Covid 19 Doni Monardo; "Hingga kini, belum ada kepastian kapan pandemic virus Covid 19 akan berakhir".

Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana solusi selanjutnya?

Di sinilah, dibutuhkan logika sehat, runut dan tidak bertabrakan antara satu dengan lainnya.

Perjalanan masih panjang kawan.

Wallahu A’lam.

4 Syawal 1441

(By Iskandar Zulkarnain)

Baca juga :