Barakallah Fii Umrik Pak Gubernur Tetaplah Menjadi Anies Baswedan yang Saya Kenal


[PORTAL-ISLAM.ID] HARI ini (kemarin 7 Mei 2020 -red) adalah hari spesial bagi seorang Gubernur, hari kelahiran seorang anak yang mendapat pendidikan luar biasa tentang moral. Lalu moral itu menjadi ihheren dalam dirinya dalam setiap langkahnya.

Menjadi Gubernur adalah jabatan politis, dengan jabatan itu seseorang bisa terbawa arus menjadi bukan dirinya lagi bahkan kehilangan jati diri berubah hanya menjadi politisi belaka.

Melakukan berbagai kebijakan dengan pandangan politis. Segala sesuatu harus berkait dengan kepentingan diri dan kelompoknya. Atau sebaliknya dengan standar moral yang tinggi tanpa memperdulikan kebijakan itu merugikan karirnya merugikan kelompoknya secara politis tapi menguntungkan banyak orang (Berfihak pada masyarakat.) Mengutamakan janji – janji yang harus dilunasi ketimbang memperkaya diri sendiri.

Sudah terlalu banyak contoh para aktifis yang melengking ketika di luar kekuasaan, lalu sunyi senyap bahkan menjadi oportunis ketika kekuasaan mengkoptasi dirinya dengann segenggam jabatan.

Saya teringat pertarungan kontestasi pemilu (Pilkada DKI.). Fitnah dan provokasi disebar dengan masif, tiada hari tanpa fitnah tiada hari tanpa menodai harkat dan martabat lawan dalam berkompetisi.

Mencemari nama baik bukan saja individu calon tapi juga nama keluarga, (Fam) Baswedan dijadikan bahan olokan tak peduli nama itu adalah nama orang yang membawa surat pernyataan pergakuan kemerdekaan dari pemerintah Mesir terhadap negeri yang baru berdiri. Dia bertarung dengan nyawanya demi sebuah cita-cita bangsa. Dan mereka para lawan politik yang tak pernah peduli soal etika mengabaikan sikap respek terhadap orang yang telah almarhum bahkan telah mengorbankan jiwa raganya untuk bangsa ini.

Tetiba dalam sebuah rapat info tentang aib dari kontestan lain kami dapatkan yang tentu saja akan menjadi bahan menarik untuk disebarkan. Terlebih disaat pertarungan sudah demikian memanas sebagai balasan telak bagi mereka para tukang fitnah.

Lalu dengan lugas calon Gubernur dimasa itu mengatakan: Jangan Lakukan Itu. Apapun yang terjadi etika dan moral tetap harus menjadi acuan. Jadikan pertarungan ini sebagai festival gagasan, jangan mengumbar aib orang lain karena kita tak sama dengan mereka.

Sampai hari ini etika tetap menjadi batas, sampai hari ini keadilan sosial masih tergemgam erat menjadi dasar setiap kebijakan.

Ketika saya ditanya oleh Ichsan Thalib tentang Anies Baswedan, saya mengatakan figur Anies Baswedan kita semua sudah tahu. Bagaimana perilakunya, bagaimana empatinya.

Sebagai seorang pemimpin kepada masyarakat baik yang kelas menengah atas maupun terutama kepada mereka yang selama ini tidak tersapa, yang tersingkirkan oleh draft kapitalisme, dan Anies bergerak tidak dalam rangka memajukan sebuah kotak dan meninggalkan nilai-nilai yang kita kenal sebagai amanat konstitusi.

Anies melakukan berbagai kebijakan dengan berlandaskan amanah konstitusi dan selama ini kita melihat dia tidak pernah terlepas atau keluar dari pijakannya itu.

Tapi kalau saya ditanya tentang apa kekurangan Anies Baswedan, maka jawaban yang paling utama adalah dia tidak bisa menjadi seorang politisi. Dia hanya mampu atau memang itu sudah inheren pada dirinya yang hanya mampu menjadi seorang negarawan.

Oleh karena itu dia tidak bisa menipu orang. Sebagai manusia kita kenal politisi pada umumnya. Itu kekurangan utamanya dia di dalam politik nasional kita sekarang ini di mana nilai-nilai sudah tidak lagi menjadi acuan untuk kita melangkah bersama sebagai anak bangsa di Republik ini itu segera kekurangan mendasar dari Anies Baswedan yang bisa ditafsirkan tidak secara harfiah.

Selamat Ulang Tahun Pak Gubernur tetap lah menjadi Anies yang saya kenal, Anies yang bukan memimpin sebagai politisi tapi Anies yang memimpin dengan sikap negarawan. Yang menjadikan amanat konstitusi adalah cermin dari setiap kebijakan.

Semoga Allah merahmati kita semua.

by: Geisz Chalifah

Baca juga :