5 Tantangan Partai Gelora
Gelora Resmi jadi Partai di Bulan Mei 2020 bertepatan juga bulan Ramadhan ini. Sah dibulan baik, semoga juga bermanfaat baik untuk masyarakat.
Saya memandang partai Gelora yang saya ikut didalamnya hanya sebagai kendaraan politik, tidak lebih, partai bukan segala-galanya yang atribut partai itu selalu dibawa kemana-mana dengan loyalitas yang kaku.
Apalagi menempatkan partai bagian dari syariat agama, sudah jauh itu saya tinggalkan. Menjadikan agama sebagai semangat dalam semua kehidupan salah satunya berpolitik adalah wajib. Tapi menjadikan agama sebagai baju dalam berpolitik bukan pilihan saya. Saya cukup kaku soal ini. Pertanggung jawabannya besar. Karena Agama bukan barang dagangan yang Allah dan Nabi juga melarangnya.
Sehingga pilihan Partai Gelora untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar adalah tepat. Hubungan dan kewajiban dengan Tuhan bisa ditunaikan, hubungan kebangsaan bisa lebih luas tanpa sekat-sekat identitas.
Partai adalah jembatan untuk menempatkan kader-kader bangsa terbaik untuk memberikan maslahat bagi rakyat dan umat.
Namun begitu, ada tantangan besar yang harus dipecahkan oleh Gelora diawal kelahirannya ini, paling tidak ada 5 tantangan.
1. Tantangan Ketokohan
Salah satu ide dasar dari terbentuknya Partai Gelora adalah merobohkan budaya politik oligarki, budaya feodal.
Makanya jujur saya negh kalau ada kader Gelora yang menulis Mantap saja di Plesetkan jadi MantaFH. Mengagung-ngagungkan tokoh. Saya pengagum FH, jangan ragukan itu, tapi, saya mengaguminya sebatas pada gagasan yang ia sampaikan, bukan figuritas.
Begitu juga dengan Anis Matta. Saya juga males kalau disebut sebagai loyalis Anis. Kalau suatu saat Anis tidak konsisten dengan gagasannya saya juga akan meninggalkannya.
Kita disatukan dalam narasi dan gagasan, bukan figuritas. Emang siapa FH dan Anis, tanpa ide dan gagasannya ia bukan siapa-siapa.
Selanjutnya spectrum ketokohan harus diperluas. Gelora hanya akan sebesar FH dan Anis bila ketokohan hanya mandeg dimereka saja.
Meskipun menaikan ketokohan Anis dan FH adalah wajib, karena tokoh adalah alat partai bicara dan dikenal konsituen.
Dulu, Anis Mata pernah mencanangkan 100 Tokoh Muda yang siap dihibahkan untuk bangsa. Mari kita mulai lagi ide dan gagasan itu.
2. Tantangan Sistem
Membangun Partai Modern, inilah cita-cita Gelora. Bukan Partai Feodal, semua terserah Ketua Umum, jadinya para elit partai rame-rame menjilat ketum biar dapat posisi bagus. Yang jauh dari ketum, gigit jari, potensi, prestssi ndak penting lagi. Yang penting ketum senang. Bukan Partai seperti ini yang kita inginkan.
Sistem partai harus terbuka. Egaliter, herarkis kader hanya dalam tugas dan wewenang yang tersusun rapi dalam konstitusi partai. Tidak ada yang dibawah meja, pintu belakang, titipan si anu, si itu. No, semua tersistem sehingga fair.
Ini juga pembelajaran Demokrasi, Labolatorium demokrasi bagi kader partai. Jadi pemimpin juga harus siap bising dan siap berganti.
Dengan sistem ini, kita berharap Gelora bisa menjadi partai kuat yang usianya lebih panjang dari usia ketum.
Tantangan, karena partai yang sekarang ada saya bisa katakan mayoritas partai sekarang Feodal. Sistem hanya basa-basi.
3. Tantangan Finansial
Ini Partai dilahirkan dari orang "pinggiran" bukan orang kaya raya atau tokoh nasional yang hebat sekelas Prabowo, Megawati atau SBY. Tantangan Finansial ini nyata. Walau sebagian orang tabu, tapi harus diselesaikan.
Jika ada yang mengatakan Anis Matta disokong dana Yahudi. Itu Halusinasi entah darimana. Ada juga gosip, yang ikut Gelora dapat uang 300 Juta, aduh mabok itu orang.
Berpartai dan mengikuti kontestasi Demokrasi membutuhkan modal biaya yang mahal.
Pendanaan Partai menjadi persoalan yang belum terselesaikan sampai sekarang dalam Demokratisasi di Indonesia. Indonesia belum sampai pada tahab dimana orang cerdas hanya menggunakan otaknya untuk dapat duduk menjadi pejabat publik yang melayani masyarakat. Mereka harus merogoh goceknya sendiri, hasilnya orang cerdas kalah dengan yang punya uang.
Untuk dapat mengikuti pemilu dan berkontestasi didalamnya dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Jika melihat latarbelakang pimpinan partai gelora, jika ada kader gelora yang punya mindset, bahwa ikut Gelora untuk mencari uang, kayaknya mindset anda perlu dirubah dari sekarang, atau turun kapal sebelum berjalan jauh. Karena mereka ndak kaya-kaya amat untuk menjadi sinterklas yang membagikan hadiah-hadiah.
Sistem pendanaan partai inilah yang perlu disusun. Tantangan betul yang sampai saat ini saya juga belum ada ide.
Namun tentu saya tidak ingin Gelora pakai cara lama, dengan memotong penghasilan kader juga zakatnya untuk menghidupi partai. Saya menolak tanpa diskusi kalau ini dipraktekan.
4. Tantangan Keberagaman
Partai Gelora Indonesia adalah partai yang sangat terbuka, sehingga kader partai ini sangat beragam, ini tantangan berikutnya.
Tantangan yang tidak mudah, namun justru ini adalah playground pertama sebelum mengurus bangsa. Kalau mengurus partai dengan keberagaman saja tidak bisa bagaimana mengurus negara dimana bangsa yang memiliki suku terbanyak didunia.
Beda latarbelakang agama, latar belakang budaya, latar belakang motivasi pribadi dan lainnya. Bagaimana mengikatnya dalam narasi dan gagasan yang sama agar benar-benar menjadi gelombang.
Era sekarang adalah era kolaborasi, bukan kompetisi. Bisakah Gelora membuat Gelombang ini? Jika berhasil akan benar-benar menjadi gelombang yang kuat.
Karena Narasi dan Gagasan sudah kuat. Arah Baru Indonesia, Indonesia 5 besar Dunia itu sangat kuat. Jika ada yang mengatakan itu hanya angan-angan itu hanya nyinyiran kebencian yang khawatir dengan kehadiran Gelora.
5. Tantangan Elektoral
Kabarnya PT (ambang batas parlemen) akan dinaikan menjadi 7-8 % ini tantangan elektoral yang tidak mudah bagi partai baru. Meskipun sudah biasa Partai Pendatang baru langsung degradasi dikesempatan pertama, tapi Anis Matta mengatakan, kita tidak akan mengulangi kegagalan yang sama dulu, kita harus jadi manusia pembelajar.
Untuk itulah singkron dengan tantangan ketokohan, spectrum tokoh harus segera diperluas. Kayaknya ide 100 tokoh Gelora bagus untuk digulirkan diberbagai daerah, menjadi titik-titik pusat yang menggema dengan gagasan baru.
Tulisan ini adalah perspektif pribadi, dimana saya punya ekspektasi yang tidak sederhana dari lahirnya sebuah partai baru yang semoga menjadi solusi kebangkitan kebangsaan.
Indonesia punya peluang menjadi negara besar ditahun 2050. Bisa lebih cepat datang, atau justru bisa gagal, tergantung siapa yang mengemudikan kapal besar Bangsa ini.
Penulis: Arka Atmaja
(Wong Ndeso Jateng)
[Video - Refly Harun Pesimis Partai Gelora Bisa Dapat Suara di 2024, Fahri Hamzah: Pertanyaan Paling Sadis]