Gus Muwafiq Tidak Bisa Jadikan Alasan "Menjawab Milenial" Sebagai Pembenaran


Konyol!

Ada banyak riwayat dari berbagai sumber yang memastikan keistimewaan Baginda Rasulullah Muhammad shallallahu'alaihi wa alihi wasallama. Mengingkarinya sama seperti mengingkari bahwa ibumu adalah seorang perempuan!

Berbagai kitab Maulid dan Syamail menceritakan, syi'ran wa natsaran. Gamblang segambalang-gambkangnya. Jelas sejelas-jelasnya, seperti matahari di tengah siang yang terik.

Tentang sinar yang memancar, pun seharusnya bukan satu hal yang perlu diperdebatkan lagi. Karena kalau kita ketik saja, ‘Nur Muhammad’ dalam huruf latin atau pun arab, pasti akan kita temui link yang sangat banyak menjelaskan itu. Termasuk juga NU Online.

Googling itu adalah satu di antara ciri masyarakat milenial. Sungguh mengada-ada kalau anak-anak milenial dijadikan kambing hitam sebagai dalih seseorang membuat pernyataan ngawur!

Menafikan cahaya Muhammad, itu adalah hasutan keji. Lebih keji lagi, kalau untuk itu menjadikan anak-anak milenial sebagai justifikasi.

Itu sebenarnya cara seseorang untuk menenangkan diri dalam suatu kepanikan. Tapi justru menggali lubang baru, sementara lubang sebelumnya tidak berhasil ia timbun.

Gus Muwafik mau dilihat dari sisi mana pun, jelas salah. Mau didengar dari sudut manapun, tetap salah. Segoblok-gobloknya orang, tak akan menemui celah apapun untuk membenarkan kesalahan Gus Muwafik.

Ada tiga kemungkinan yang menyebabkan Gus Muwafik melakukan kesalahan konyol tersebut:

1. Sengaja. Kalau ini penyebabnya, sungguh Gus Muwafik sedang menyiapkan kehancuran dirinya. Ini bisa diurut dari berbagai sikapnya selama ini yang selalu mendegradasi keunggulan orang Arab.

Termasuk kedatangan para pendakwah Islam ke Jawa. Gus Muwafik menyebutkan bahwa ketika orang Arab (Islam) datang ke sini, kita ini sudah hebat dan seterusnya.

Ketika dimintai pendapat tentang bagaimana seharusnya kita bersikap pada para habaib, menurut dia biasa saja. Mana yang disukai ya disukai. Ia memberi contoh habib yang disukainya adalah Ahmad Albar.

Jadi narasi yang dibangun Gus Muwafik selama ini, orang Arab itu tidak lebih hebat dari kita. Kita sikapi orang-orang Arab, para habaib itu dengan biasa saja.

Nah, seakan Gus Muwafik ingin memberikan pesan, jangankan orang Arab biasa, sedangkan Rasulullah pun sebenarnya biasa saja. Tidak perlu terlalu diunggul-unggulkan.

Karena terlalu bersemangatnya ingin membenarkan pendapat dan pikirannya, hingga ia berani mengingkari kesaksian Dunia akan keunggulan Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam.

2. Tidak sengaja. Kalau ini yang terjadi, masih ada celah kebaikan pada dirinya. Masih bisa didandani.

Ia sadar melontarkan pernyataan tersebut, tapi sebenarnya tidak diniatkan untuk mengingkari keunggulan dan kemuliaan Rasulullah.

3. Keseleo lidah. Salah ngomong. Kepelecok cangkem. Ini sangat manusiawi. Biasa saja. Seperti kita, Gus Muwafik itu manusia!

Kalau memang dikarenakan sebab yang ke tiga, mudah untuk menyudahinya. Sampaikan permintaan maaf sederhana saja. Minta maaf biasa saja, tanpa embel-embel apapun. Selesai!

Untuk sebab ke dua dan tiga, tidak cukup hanya meminta maaf. Tapi Gus Muwafik harus menarik dan meralat ucapannya.

Sedang untuk penyebab yang pertama, selain meralat ucapan dan meminta maaf, Gus Muwafik harus bertaubat. Untuk pertaubatan itu biar menjadi urusannya dengan Allah dan Rasulullah. Tak seorang pun berhak menilai dan mencampurinya.

Minta maaf tidak usah dibumbui dengan pernyataan-pernyataan, yang ingin menunjukkan diri seperti tidak bersalah. Sebab itu namanya bukan permintaan maaf, tapi membela diri. Tahu salah masih membela diri, lebih konyol lagi!

Ini sudah banyak orang marah. Bahkan tokoh yang sebenarnya tidak pernah saya dengar kemarahannya, pun untuk kelancangan Gus Muwafik ini sudah ikutan marah.

Maka, mereka yang tidak ikutan marah dan apa lagi menggalang dukungan dengan gerakan, ‘Kami Bersama Gus Muwafik’, sebenarnya sedang ikut melebarkan lubang, agar Gus Muwafik segera dibenam dalam lubang tersebut.

Kalau memang ngeman pada Gus Muwafik, seharusnya bantu dia untuk menyadari kesalahannya. Dorong dia untuk meminta maaf dengan tulus dan bertaubat secara sungguh-sungguh.

Oleh: Ustadz Abrar Rifai
(Pengasuh Ponpes Baabul Khairat, Malang)

***

[Video - Klarifikasi Gus Muwafiq]

[Video Ceramah Gus Muwafiq]
Baca juga :