UUD 1945 Amandemen Lagi?


[PORTAL-ISLAM.ID]  Wacana akan ada lagi amandemen UUD 1945 semakin menggema. Amandemen seharusnya berdaya guna, bukan memperlemah kedudukan kita sebagai negara hukum dan negara demokrasi. Mesti memperkuat asas kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat. Amandemen yang berorientasi pada penguatan kekuasaan semata adalah buang enerji. Sia sia dan bahkan, penghianatan.

Apalagi jika itu hanya mengantisipasi isu isu sesaat seperti masalah investasi, deradikalisasi, atau menambah pasal tentang wakil menteri.
Wacana tambah periode jabatan Presiden juga sarat akan muatan kepentingan.

Amandemen Konstitusi harus berdasar tuntutan hukum dan politik yang kuat. Ada kebutuhan mendesak demi kepentingan rakyat. Seperti asas ekonomi kerakyatan dan kekeluargaan, perlunya Garis Besar Haluan Negara, pentingnya  penguatan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Rasanya MPR harus menjadi Lembaga Tertinggi kembali.

Bagusnya kita kembali saja ke UUD 1945 yang asli. Pertama karena sistem ekonomi (juga politik) kapitalisme dan liberalisme telah mewarnai negeri. Kedua, gonjang ganjing Presiden yang bisa berasal dari mana saja potensial kepentingan asing masuk. Ketiga, tanpa MPR yang kuat Presiden merasa dapat berbuat apa saja. Menuju negara kekuasaan (machtstaat).

Aspek aspek pengaturan yang bersifat "penjelasan", asal bukan "penjelasan otentik" dimuat dalam Ketetapan MPR.
MPR harus menjadi lebih hidup dan fungsional. Ada unsur perwakilan golongan agar representasi kerakyatan lebih proporsional. Sistem bikameral DPR dan DPD sangat tidak efektif. Apalagi realitanya DPD ternyata bisa diisi oleh kader dari Partai Politik.

Terlalu sering mengamandemen menjadikan UUD tidak berwibawa. Telah empat kali Konstitusi diamandemen. Namanya pun seperti menjadi bukan UUD 1945. Bila tahun depan diamemendir lagi, lebih pas disebut saja UUD 2020. Jika ada dinamika yang ingin masuk ke dalam peraturan yang tinggi, baiknya dalam Ketetapan MPR saja.

Yang lebih berbahaya adalah jika Amandemen ini ingin mengubah masa jabatan Presiden menjadi tiga periode untuk memenuhi kepentingan Presiden yang saat ini berkuasa. Nah di awal periode kedua ini saja memimpin sudah belepotan. Celaka negara jika seperti ini. Undang Undang Dasar menjadi alat kepentingan politik yang berdimensi pendek.

Jika hal seperti ini yang menjadi dasar untuk Amandemen maka bukan kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat yang dikedepankan melainkan kepentingan kekuasaan. Tak ada guna Amandemen.  Di samping nantinya  bisa disebut "aman the men" (mengamankan orang) tentu bisa juga disebut dengan "aman cemen".
Perubahan yang hanya berkelas "cemen".

Bandung, 16 November 2019

Penulis: M. Rizal Fadillah
Baca juga :