[PORTAL-ISLAM.ID] Periode satu Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera berakhir dan periode dua dari pemerintahan mantan Walikota Solo tersebut akan segera dimulai. Menjelang dimulainya periode dua pemerintahan Jokowi, pemberitaan yang hangat diperbincangkan adalah seputar postur kabinet.
Belakangan, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang juga merupakan lawan dari Jokowi dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2019 gencar melakukan safari politik, salah satunya dengan bertemu secara tatap muka dengan Jokowi.
Selepas bertemu Prabowo, Jokowi mengonfirmasi kemungkinan Gerindra bergabung ke dalam koalisi pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin. Namun, menurut Jokowi, semua itu belumlah final, tergantung dinamika yang ada.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, masuknya Gerindra ke dalam koalisi pemerintah Jokowi-Ma'ruf tidaklah gratis. Partai berlambang Burung Garuda itu disebut-sebut meminta jatah tiga kursi menteri antara lain menteri pertanian.
Nah, jika berbicara bagi perekonomian Indonesia, jika Gerindra benar bergabung ke koalisi Jokowi, apakah itu akan menjadi berkah atau justru menjadi musibah?
Investasi Sedang Loyo
Berbicara mengenai perekonomian, investasi menjadi elemen yang sangat krusial. Kalau berbicara mengenai tarik-menarik dana asing di pasar modal, Indonesia bisa dibilang jago. Melansir data yang dipublikasikan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per September 2019 pemodal asing tercatat memiliki 50,6% dari saham yang tercatat di KSEI.
Tapi, kalau berbicara mengenai investasi riil (membangun pabrik), ceritanya menjadi berbeda. Untuk diketahui, jika berbicara mengenai investasi riil, yang terpenting bagi Indonesia adalah penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment, bukan penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau domestic direct investment.
Pasalnya, dari total penanaman modal di tanah air, lebih dari 50% disumbang oleh PMA. Karena nilainya lebih besar, tentu pertumbuhan PMA yang signifikan akan lebih terasa bagi perekonomian ketimbang pertumbuhan PMDN.
Celakanya, pertumbuhan realisasi PMA di era Jokowi sangatlah mengecewakan. Pada tahun 2014, realisasi PMA tercatat tumbuh 13,54% jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2013. Pada tahun 2015, pertumbuhannya sempat naik menjadi 19,22%. Dalam dua tahun berikutnya (2016-2017), PMA hanya tumbuh di kisaran satu digit. Pada tahun 2018, PMA bahkan tercatat ambruk hingga 8,8%.
Kestabilan Politik Jadi Kunci
Lantas, apa hubungannya investasi dengan keputusan Prabowo untuk berada di dalam atau di luar koalisi Jokowi? Ternyata, kedua hal ini berkaitan erat.
Bank Dunia (World Bank) melakukan survei kepada 754 perusahaan internasional dan hasilnya dituangkan dalam publikasi berjudul Foreign Investor Perspectives and Policy Implications 2017/2018.
Ternyata, kestabilan politik dan keamanan merupakan faktor utama bagi investor dalam menentukan lokasi penanaman modal. Sebanyak 50% responden menyebut bahwa kestabilan politik dan keamanan sangatlah penting bagi mereka, sementara 37% menilainya sebagai faktor yang penting.
Nah, ketika Gerindra yang merupakan partai dengan kursi terbanyak ketiga di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bergabung ke pemerintah, hampir bisa dipastikan setiap Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dilempar oleh pemerintah ke parlemen akan bisa digolkan tanpa adanya gesekan politik yang berarti.
Hal ini tentu menjadi penting, mengingat di periode dua Jokowi banyak kebijakan baru yang krusial bagi perekonomian Indonesia dan memerlukan restu dari parlemen, salah satunya adalah terkait pemangkasan pajak korporasi.
Jika kebijakan-kebijakan krusial yang penting bagi perekonomian bisa digolkan dengan cepat, minat investor asing untuk menanamkan dananya di Indonesia bisa dipacu yang pada akhirnya akan membuat roda perekonomian berputar lebih kencang.
Memang, menambah peserta koalisi berarti bagi-bagi kursi di kabinet semakin kencang. Sebelum Partai Gerindra Bergabung saja, koalisi Jokowi untuk periode dua sudah lebih gemuk ketimbang periode satu.
Namun, kalau posisi menteri ekonomi bisa dialokasikan ke tangan-tangan yang memang mumpuni, rasanya koalisi yang semakin gemuk tak menjadi masalah.
Pada akhirnya, walaupun sempat membuat satu Indonesia panas dingin, saat ini memang opsi terbaik bagi bangsa ini adalah Partai Gerindra merapat ke koalisi Jokowi. Seperti yang sudah disebutkan di atas, merapatnya Partai Gerindra merapat ke koalisi Jokowi akan membuat setiap RUU yang dilempar oleh pemerintah ke parlemen hampir bisa dipastikan akan digolkan dengan cepat.
Namun, walau nantinya Partai Gerindra merapat ke pemerintah, Jokowi tetap harus bijak dalam mengalokasikan kursi menteri ekonomi untuk orang-orang yang memang sangat kredibel.
Sumber: CNBCIndonesia