"Jangankan untuk Denda, Bayar Iuran BPJS Saja Kami Telat"


[PORTAL-ISLAM.ID] Suparni (55), istri almarhum Sabbarudin, warga Desa Gondang Karang Rejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, mengaku tidak memiliki uang untuk membayar denda keterlambatan BPJS.

"Jangankan untuk membayar denda, untuk membayar iuran bulanan saja terlambat," ujar Suparni, seperti dilansir Kompas.com.

Lilik Puryani, anak Suparni, terpaksa menjaminkan sepeda motor untuk mengambil jenazah ayahnya yang dirawat dan meninggal dunia di RSI Madiun.

Lilik Puryani mengatakan, saat itu pihak rumah sakit tiba-tiba menyodorkan pembayaran sebesar Rp 6.800.000 ketika keluarga akan membawa pulang jenazah Sabbarudin. Keluarga yang tidak memiliki uang untuk membayar akhirnya menjaminkan sepeda motor kepada pihak rumah sakit.

Kepala Bagian Keuangan RSI Siti Aisyiah Kota Madiun Fitri Saptaningrum didampingi Humas dan Pemasaran Syarif Hafiat mengatakan, prosedur di rumah sakit, biaya pasien harus dibayar lunas sebelum keluar dari rumah sakit.

Menurut Fitri, saat itu pasien tidak dibiayai BPJS. Sebab, masih ada denda keterlambatan pembayaran premi BPJS yang belum dibayar.

Sementara itu, Kepala Desa Gondang Sudaryanto menyayangkan langkah RSI Madiun yang menahan sepeda motor warga. Menurut dia, pihak rumah sakit seharusnya lebih bijaksana dengan membuat surat pernyataan yang ditembuskan kepada pemerintah desa.

“Sebaiknya membuat surat pernyataan yang tembusannya dikirim ke pemerintah desa,” ucap Sudaryanto.

Menurut Sudaryanto, keluarga Sabbarudin sebenarnya telah diusulkan untuk mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Namun, meski telah diusulkan untuk mendapat bantuan PKH, nama keluarga Sabbarudin tidak masuk dalam daftar penerima PKH tahun 2019.

“Sudah kami usulkan. Siapa yang berhak menerima, itu kewenangan yang di atas,” kata Sudaryanto.

Suparni kesulitan melunasi tunggakan biaya rumah sakit karena sekarang hidup sendirian setelah kepergian Sabbarudin.

Lilik Puryani sendiri saat ini tinggal di sebuah rumah kontrakan bersama suami dan anak mereka di desa yang berbeda dengan Suparni.

“Kaki saya untuk jalan saja susah, setahun lalu ditabrak orang. Suami dulu hanya buruh tani,” kata Suparmi.

Baca juga :