Syarat Mudah, Nyaris 100 Orang Mendaftarkan Diri Jadi Calon Presiden Tunisia


[PORTAL-ISLAM.ID]  Hampir 100 orang mendaftarkan diri untuk menjadi presiden Tunisia yang baru. Mereka berlomba-lomba mendaftarkan diri jelang batas waktu pendaftaran pada Jumat (9/8/2019) waktu setempat.

Tercatat, sebanyak 98 orang bakal calon presiden telah mendaftarkan diri dan menyerahkan dokumen syarat ke Komisi Pemilihan Umum setempat sebelum batas waktu resmi pada pukul 18.00.

"Politik ratatouille," kata media berbahasa Prancis Le Temps mengibaratkan kondisi Pemilihan Presiden negara tersebut dengan makanan penuh sayuran warna-warni asal Prancis.

Pilpres Tunisia akan dilangsungkan pada 15 September mendatang. Pilpres ini dipercepat karena presiden Tunisia Beji Caid meninggal dunia 25 Juli 2019 yang lalu dalam sisa masa jabatan yang masih 5 bulan. Presiden sementara saat ini dijabat oleh Ketua MPR sampai digelarnya Pilpres.

Jumlah pencaftar capres membludak karena memang syarat untuk menjadi capres di Tunisia cukup mudah, tidak seperti di Taik-land.

Syaratnya cuma kandidat mendapatakan: 10 ribu tanda tangan penduduk (KTP), ATAU didukung 10 anggota parlemen, ATAU didukung 40 bupati/walikota.

Jadi syaratnya cukup simpel, satu diantara tiga syarat tersebut.

Dari 98 pendaftar, Komisi Pemilihan Umum Tunisia akan memutuskan calon yang memenuhi kriteria dan syarat pada 31 Agustus mendatang dan berhak memulai kampanye pada 2 September 2019.

Kandidat Kuat

Kandidat kuat adalah Perdana Menteri Tunisia saat ini, Youssef Chahed (44 tahun), yang memutuskan mengajukan diri menjadi calon presiden.

Berikutnya adalah capres dari partai terbesar Tunisa, Partai Ennahdha, yang untuk pertama kalinya mengajukan kandidat capres dengan mengajukan Abdelfattah Mourou (71), yang merupakan pendiri dan Waketum Ennahda dan ketua sementara Parlemen saat ini. Ennahda tidak mengajukan Ketumnya, Rasyid Ghannouchi.

Calon kuat lainnya adalah mantan presiden Tunisia Moncef Marzouki (74 ) yang kembali mendaftarkan diri. Moncef Marzouki adalah presiden pertama yang terpilih secara demokratis di era pasca-revolusi Tunisia pada 2011. Saat itu pemilihan presiden masih dilakukan oleh parlemen, bukan pemilu langsung oleh rakyat.

Berikutnya ada Menteri Pertahanan Abdelkrim Zbidi (67) yang juga ikut maju sebagai capres dan telah mundur dari jabatannya sebagai menteri pertahanan. Abdelkrim Zbidi didukung oleh Partai terbesar kedua Tunisa, Nidaa Tounes.

Calon potensial lainnya adalah pengusaha dan penguasa media Nabil Karoui (56).


Pemenang Pilpres

Adalah yang berhasil meraih suara 50%+1. Jika putaran pertama tidak ada yang meraih suara 50%+1 maka 2 capres dengan perolehan suara teratas akan maju di putaran kedua/terakhir.

Menurut Analis yang berbicara dengan Middle East Eye (MEE) meramalkan bahwa putaran terakhir kemungkinan besar akan antara Abdelfattah Mourou (Partai Ennahdha) dan Nabil Karoui (penguasa media), karena kemungkinan terbelahnya suara antara Chahed (Perdana Menteri) dan Zbeidi (Menhan), yang berasal dari aliran politik modernis yang sama.

"Mengajukan Mourou sebagai kandidat untuk pemilihan presiden adalah pilihan cerdas Ennahda," kata analis politik Tunisia Mohamed Dhia Hammami kepada MEE.

"Popularitasnya melampaui basis tradisional Ennahda. Jika dia sampai ke putaran kedua, peluangnya untuk menjadi presiden sangat signifikan," ujarnya.

Mourou menguasai bahasa Arab, Prancis, dan Jerman, lahir di ibukota Tunis pada tahun 1948.

Abdelfattah Mourou adalah seorang mantan tahanan politik, Mourou adalah pemimpin terkemuka gerakan Islam Tunisia. Dia adalah salah satu pendiri Ennahda.

Aktivitas politiknya menyebabkan penangkapannya dua kali, pada tahun 1973 dan 1991. Mourou sempat mengasingkan diri ke Arab Saudi sampai kembali lagi ke Tunisia setelah terjadinya Revolusi Tunisia 2011 dan pada Pemilu 2014 terpilih sebagai anggota parlemen dan kini menjabat Ketua Parlemen sementara, dimana Ketua Parlemen sebelumnya menjabat Presiden sementara menggantikan Presiden Beji Caid yang meninggal dunia.

Baca juga :