ANIES BASWEDAN
[PORTAL-ISLAM.ID] Melihat situasi politik Indonesia, teman saya di luar negeri bilang politik Indonesia itu rumit. Penuh intrik. "Complicated". Njlimet.
Menurutku sih nggak. Intinya para politisi itu rebutan kekuasaan, kursi dan kedudukan.
Mereka memperebutkan suara kamu. Iya kamuu...dan aku. Suara kita Beeeb.
Caranya ada dua: mencitrakan dirinya baik atau mencitrakan lawannya buruk. Atau kedua-duanya.
Pencitraan diri para politisi itu wajar. Rapopo. Bahasa kerennya "self-branding".
Dulu ada tokoh, sebut saja Jae. Hobinya masuk gorong-gorong. Lain hari "nyemplung" sawah. Lain hari lagi bergaya penambal ban. Pencitraan yang sangat sederhana. Gampang. Simpel.
Berkat media, pencitraan sederhana berdampak luar biasa. Wajah yang polos masuk gorong-gorong, nyemplung sawah, nambal ban, terus dilihat dari sudut pandang kamera ya pas...ya lalu booming. Bim salabim jadi apa prok prok prok....(Pak Tarno, 2000).
Citra merakyat berhasil diangkat. Apakah kebijakannya merakyat? Atau sebaliknya malah berpihak pada orang kaya, kaum kapitalis? Hasyembuuh....rasakno dewe...Dul !!
Tokoh kedua, Anies Baswedan, saat ini mulai menggeliat dengan membuat self-branding. Melalui medsos, Anies "let U know" pidato-pidato bahasa Inggrisnya di luar negeri, gaes.
Cas-cis-cus nya jago. Bahasa Inggrisnya tingkat tinggi. Advanced. Bisa diskusi asyik dengan lawan bicara. Membanggakan. Tampaklah kepintaran dan intelektualitasnya. Kapasitasnya di atas rata-rata. Bahasa tubuhnya anggun. Levelnya internasional. Mantul.
Anies sedang memperlihatkan apa yang disebut dalam bahasa kromo inggil sebagai "competitive advantage". Ia sedang melakukan "positioning", sehingga publik tahu dia memang mumpuni.
Prestasi Jakarta, setelah dipegang Anies, segudang: tiga penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); penyelenggaraan Pelayanan Publik Sangat Baik dan Layanan Prima dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi; Penghargaan Kualifikasi Badan Pemerintah Provinsi Paling Informatif dari Komisi Informasi Pusat; Penghargaan Indeks Demokrasi Indonesia (Provinsi dengan Indeks Demokrasi Terbaik dari BPS); Jaringan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat, Provinsi dengan Cakupan Jaminan Kesehatan Bagi Warga di Atas 95 persen (Ditingkatkan dari 78 persen menjadi 98 persen dalam waktu enam bulan) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan; Pemerintah Provinsi dengan Komitmen Tinggi Terhadap Pelaksanaan Pembinaan Sosial Bagi Anak Jalanan dari Kementerian Sosial; tiga penghargaan dari Kementerian Ketenagakerjaan; Penghargaan 10 Kota Layak Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; Anugerah Obsession Award 2018 pada kategori Best Achiever in Regional Leader; Penghargaan Bapak Peningkatan Kompetensi Guru Indonesia dari IGI; Penghargaan Grand Property Award. Dan anugerah Moeslim Choice Award 2018 dalam rangka 1st Anniversary Moeslim Choice Media dan lain-lain.
Jika dirangkum, Anies ingin mencitrakan dua hal: kemampuan internasionalnya wow; kemampuan nasional-lokalnya juga jago.
Menurut saya, gaya pencitraan Anies jauh lebih bermutu daripada sekedar nganu....masuk gorong-gorong dan nyemplung sawah.
Mengapa saat ini Anies banyak diserang? Jelas, karena Anies bisa berpotensi menjadi calon kuat Presiden RI tahun 2024. Oligarki politik pendukung status quo tentu nggak hepi. Strategi menjatuhkan dia perlu dirancang.
Caranya gimana? Gampang, Dul. Prinsip para pelaku oligarki politik itu "Keuangan yang maha esa".
Kalau sampeyan punya duit, media bisa dibeli. Buzzer digerakkan dan digaji. Demonstran bayaran dikonsolidasi.
Kanal-kanal berita online dikuasai. Framing berita bisa direkayasa. Istilah kerennya menurut eyang Chomsky: "manufacturing consent". Berita yang disajikan berasal dari fakta dan data yang dimanipulasi. Benar bisa dibuat jadi salah. Salah bisa disulap jadi benar. Edan.
Lawan politik harus dijelekkan. Karakternya yang baik dan segala prestasi dihabisi. Muakkan nalar masyarakat mengenai tokoh tersebut dengan opini-opini busuk. Jangan beritakan yang seharusnya diberitakan. Fitnahlah. Nistalah. Putarbalikkan fakta.
Yang gini-gini bisa dilakukan jika sampeyan nduwe duwit dan kekuasaan. Nek kowe kere raiso Bambaaaaang...!
Politik memasuki jaman "Post truth". Dusta menjadi norma. Jamane jaman edan. Yen ora ngedan ora keduman.
Segala cara dihalalkan. Cara maling, gaya bandit, intrik copet, model begal, strategi setan dan metode dedemit dipakai untuk meraih kekuasaan.
Semoga pada saatnya akal sehat akan menang.
Semoga pada saatnya kemuliaan akan menjadi jalan hidup banyak orang.
Semoga pada saatnya pemimpin yang kompeten dan bermoral akan maju ke depan.
24-07-2019
(By Endro Dwi Hatmanto)