Tikungan Terakhir Politik SBY


Tikungan Terakhir Politik SBY

Oleh: Erizal

Praktis, hanya Partai Demokrat yang bermanuver. Partai lain sudah tiarap. Apalagi sejak Prabowo-Sandi melangkah ke MK. Gerindra, PAN, dan PKS, mulai menahan diri. Sempat bermanuver seperti PAN dan PKS, tapi kemudian terlihat sangat tanggung dan berbalik. Minimal, buat sementara menjelang putusan MK. Apalagi partai-partai dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf. Sudah di atas angin, soalnya. Buat apa pula ikutan ribut-ribut atau bermanuver-manuveran?

Demokrat, dalam hal ini SBY, bahkan ungkapan saat berbela sungkawa Prabowo di Cikeas pun, bermasalah. Dan itu, tak bisa ditutup-tutupi. Banyak yang mengungkapkan kesan-kesan terakhir bersama Bu Ani---semoga beliau diterima di sisi-Nya---termasuk Rocky Gerung. Katanya, Bu Ani ingin membuat vlog bersama dirinya yang agak kontroversial, agar dibully netizen soal banyak hal. Tapi, ungkapan Rocky Gerung itu tak menuai masalah. Mulus-mulus saja. Pesannya, Bu Ani seorang pribadi yang kuat, tak takut bully-bullyan ala dunia maya di medsos.

Giliran Prabowo mengungkapan dukungan Bu Ani terhadap dirinya, menjadi masalah serius oleh SBY. Padahal itulah kenyataannya. Bahkan, baru beberapa langkah kaki Prabowo meninggalkan kediaman SBY. Terlihat sangat tak happy SBY terhadap Prabowo. Mungkin Prabowo tak pada tempatnya pula, tapi reaksi SBY sungguh terlihat berlebihan. Apakah akan begitu pula reaksinya seandainya Prabowo-Sandi yang diumumkan KPU sebagai pemenang? Tentu saja, tidak.

Bisa jadi Prabowo dianggap "mengganggu" ikhtiar terakhir dari politik SBY. Jejak-jejak itu mestinya dihapus saja. Tak perlu diungkit-ungkit lagi. Apalagi alasannya juga tepat. Yakni, masih dalam suasana duka. Sebab, pasca pengumuman resmi KPU, SBY sudah berpidato panjang-lebar sebagai sikap dan arah politiknya ke depan. AHY juga sudah bermanuver kesana-kemari mempertegas arah politiknya itu. Maka, harus dirintis jalan baru, walau itu tikungan tajam sekalipun.

Tapi, sebetulnya, belum terlihat pula kata putus dari kubu Jokowi-Ma'ruf, apakah akan diterima bergabung dalam koalisi atau tidak? Tapi, sayangnya, sinyal untuk keluar dari koalisi Prabowo-Sandi sudah terlihat jelas. Alasannya bisa macam-macam. Soal buzzer-buzzer hanya pengulangan belaka. Anehnya, Bu Ani, seperti dalam ungkapan Rocky Gerung, malah menantang atau mengundang buzzer-buzzer itu. Dan Prabowo-Sandi tak pernah mengundang khusus AHY, yang mengundang malah Jokowi, itu alasan terlalu sederhana.

SBY sukses saat pilkada DKI Jakarta memunculkan AHY. Walau kalah, tapi SBY menang soal momentum jalan pewarisan kepada AHY. SBY gagal saat pilpres lalu, karena seperti tertinggal oleh kedua kubu. Perahu sudah mau berangkat, tapi SBY masih termangu sendirian di dermaga. Akhirnya, memilih berangkat bersama perahu Prabowo-Sandi. Itupun karena ada ketentuan Undang-Undang bahwa partai yang tidak ikut pencalonan capres-cawapres, pemilu 2024 tak boleh ikut. Kalau tidak ada aturan itu, mungkin SBY tetap saja berada di dermaga, walaupun ketentuan itupun sebetulnya bisa saja nanti bisa diubah lagi.

Jadi, skor masih 1 : 1. Ini penentuan terakhir. Apakah politik SBY akan kalah lagi atau justru sebaliknya? Kalau Demokrat, akhirnya tak diterima kubu Jokowi-Ma'ruf dan kubu Prabowo-Sandi juga sudah ditinggalkan, maka senjakala Demokrat sejak 2014 dan 2019, akan terus berlanjut pada tahun 2024. Plat B 2024 AHY yang sempat diperkenalkan itu akan menjadi sejarah bahwa terlalu cepat menyipak itu kadang berakibat fatal pada si penyipak sendiri.

Dan SBY sudah "berjasa" mendobrak pemilu serentak yang dimaksudkan untuk lebil awal mensetting koalisi tak ada gunanya. Koalisi sebelum pemilu dan sesudah pemilu itu, tetap saja berbeda dan bisa diubah-ubah. Pemilu serentak dan tak serentak sama saja. Dulu SBY terlihat jengah dengan partai-partai yang bermain politik dua kaki. Tapi kini, SBY terlihat ingin memainkan politik itu secara sadar maupun tidak. Dan itu tikungan terakhir politik SBY yang terlihat menyedihkan.[]

Baca juga :