Sidang Perdana MK: Perang Belum Usai


[PORTAL-ISLAM.ID]  "Untuk itu kami seperti yang pernah kami sampaikan, kami tidak tunduk pada siapapun, tidak takut pada siapapun, tidak bisa diintervensi, hanya tunduk pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan konstitusi. Kami hanya takut kepada Allah SWT. Tuhan yang Maha Kuasa."

Kalimat yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstusi (MK) Anwar Usman ketika membuka Sidang Perdana Sengketa Pilpres 2019, Jumat (14/6) cukup menghentak.

Anwar dan majelis hakim MK tampaknya menyadari suasana kebatinan masyarakat. Banyak kalangan, terutama pendukung Prabowo-Sandi yang skeptis dengan proses persidangan dan keputusan apa yang akan diambil.

Ada semacam anggapan umum, MK seperti halnya lembaga-lembaga pemerintah lainnya, akan bekerja sesuai order dari penguasa.

Anggapan tersebut tidak terlalu salah. Publik selama ini menyaksikan secara telanjang, apa yang tengah terjadi selama proses Pilpres 2019. Semua lembaga pemerintah dan semua sumber daya digunakan untuk memenangkan petahana.

Pidato pembukaan oleh Anwar Usman dan sikap anggota majelis hakim selama persidangan berlangsung, menunjukkan (setidaknya untuk sementara) penilaian skeptis itu salah.

Para hakim tampaknya sedang menunjukkan determinasinya bahwa mereka adalah sebuah lembaga independen yang tindak tunduk pada kekuasaan, termasuk lembaga kepresidenan.

Harus diingat, yang mereka adili adalah sengketa pilpres yang melibatkan presiden petahana sebagai pihak yang bersengketa.

Ibarat sebuah pertunjukan drama, persidangan yang akan berlangsung selama dua pekan ke depan (28 Juni) akan menjadi tontotan yang menarik. Penuh kejutan. Tidak anti klimaks seperti yang banyak dibayangkan.

Setidaknya ada dua indikasi kuat mengapa persidangan di MK ini akan menjadi sebuah pertunjukan menarik.

Pertama, sikap majelis hakim, terutama Ketua MK sekaligus Ketua Majelis Sidang Anwar Usman seperti telah disebut sebelumnya.

Sikap majelis hakim ini patut kita apresiasi. Mereka setidaknya memberi harapan bahwa dunia hukum kita masih tegak di tengah ketidakpercayaan akut dari publik.

Kedua, permohonan atau materi gugatan kuasa hukum Prabowo-Sandi yang dipimpin oleh Bambang Widjojanto. Semua yang disampaikan oleh tim kuasa hukum mewakili aspirasi dan rasa keadilan masyarakat yang terusik.

Permohonan sengketa yang diajukan oleh para kuasa hukum haruslah dilihat sebagai sikap resmi dari Prabowo-Sandi.

Dalam beberapa hari terakhir berseliweran sejumlah rumor ada upaya-upaya untuk menundukkan dan melemahkan tim kuasa hukum. Mereka diminta melakukan kompromi-kompromi dan menurunkan tekanan terhadap paslon 01. Kalau tidak bersedia, mereka akan diganti.

Tekanan itu muncul bersamaan dengan makin intensnya upaya mempertemukan Prabowo dengan Jokowi. Iming-iming adanya pembentukan "Kabinet Rekonsiliasi" dan sejumlah konsesi politik dan bisnis lainnya.

Rumor itu semakin mendapat pembenaran dengan munculnya pidato Prabowo yang meminta para pendukungnya untuk tidak datang berbondong-bondong ke MK. Bersamaan dengan itu di media sosial para buzzer kubu paslon 01 secara gencar menyebar informasi adanya ancaman dari Wapres Jusuf Kalla kepada Prabowo bila tetap ngotot dan tidak bisa mengendalikan pendukungnya.

Namun bukannya mengurangi tekanan. Tim kuasa hukum justru malah melakukan perbaikan permohonan. Salah satunya yang cukup menohok berkaitan dengan posisi cawapres Ma'ruf Amin sebagai Ketua Dewan Pengawas BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri.

Sikap tim kuasa hukum ini menunjukkan perlawanan dari kubu Prabowo-Sandi masih terus berlanjut Mereka belum menyerah dan tidak tergoda dengan iming-iming berupa konsesi bisnis dan politik.

Perbaikan pokok permohonan itu menunjukkan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi mencoba melakukan terobosan hukum. Mereka tidak hanya berkutat pada materi PHPU ( Perselisihan Hasil Pemilihan Umum) seperti yang selama ini ditangani oleh MK.

Apabila majelis hakim menerima perbaikan permohonan sengketa yang diajukan oleh tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, maka persidangan dipastikan akan sangat menarik.

Majelis hakim tidak hanya berkutat pada data kuantitatif berupa selisih penghitungan suara. Sebuah argumen yang sangat mudah dipatahkan KPU. Hakim juga bisa masuk kepada data kualitatif yang diajukan.

Pertama soal posisi Ma'ruf Amin. Kedua soal sumbangan pribadi Jokowi untuk dana kampanye yang jauh lebih besar dari profil laporan harta kekayaannya. Ketiga soal sumbangan dari kelompok perusahaan yang jumlahnya lebih besar dari ketentuan.

Ketiga pokok permohonan yang bersifat kualitatif bila diterima oleh majelis hakim, dampaknya akan sangat serius.

Paslon 01 mempunyai cacat formil persyaratan cawapres karena Ma'ruf Amin masih menjadi pejabat di Anak perusahaan BUMN, dan cacat materiil capres-cawapres dalam penggunaan dana kampanye. Implikasi hukumnya bisa berupa diskualifikasi.

So bisa dipastikan perdebatan hukum yang berlangsung di MK akan sangat menarik.

Bagi para pendukung paslon 02 jangan terlalu cepat putus harapan. Sementara bagi parpol pendukung paslon 02, jangan cepat-cepat menyerah dan mengambil keputusan menyeberang. Arah angin di MK bisa saja berubah.

Perang belum usai. Jangan terburu-buru mengibarkan bendera putih!

Penulis: Hersubeno Arief
Baca juga :