Konsekuensi Anak Perusahaan Bukan BUMN: Terpidana Korupsi Anak BUMN Bebas Demi Hukum


Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

APAKAH anak perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) juga termasuk kategori BUMN?

Pertanyaan ini menjadi perdebatan seru di masyarakat luas dan di juga berbagai media, khususnya media sosial (hal ini bermula dari status Ma'ruf Amin di BSM dan BNI Syariah -red). Namanya perdebatan, pasti ada pro dan kontra. Itu hal biasa. Tetapi, tidak boleh menjadi status quo terus. Harus ada keputusan tegas atas pertanyaan tersebut: Apakah anak perusahaan BUMN juga termasuk BUMN? Atau bukan BUMN?

Permasalahan utama timbulnya perdebatan ini karena tidak ada definisi dan arti “anak perusahaan BUMN” secara jelas, tegas dan eksplisit (di dalam UU tentang BUMN). Sehingga bisa ditafsirkan berbeda-beda, demi kepentingan masing-masing pihak. Ini merupakan kelemahan undang-undang dan hukum di Indonesia secara umum, yaitu multitafsir.

Namun demikian, secara praktik, banyak pihak berpendapat bahwa anak perusahaan BUMN adalah BUMN. Meskipun anak perusahaan BUMN tersebut dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Artinya, anak perusahaan BUMN juga termasuk kekayaan negara.

Dan ini dijadikan pedoman oleh para penegak hukum kita. Baik itu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian atau Kejaksaan Agung. Artinya, dalam melakukan penegakan undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (Tipikor), para penegak hukum juga menyasar perusahaan anak BUMN. Karena dianggap sebagai kekayaan negara.

Tindak pidana korupsi diartikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Baik untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Artinya, kalau tidak ada kerugian keuangan negara maka tidak ada perbuatan korupsi, dan tidak bisa ditindak dengan UU Tipikor.

Sebagai konsekuensi, kalau anak perusahaan BUMN bukan termasuk BUMN, maka perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan anak perusahaan BUMN tidak masuk ranah korupsi, dan tidak bisa dijerat dengan UU Tipikor. Karena kekayaan anak perusahaan BUMN bukan kekayaan negara, sehingga tidak ada kerugian negara.

Implikasinya adalah, semua terdakwa dan terpidana korupsi di anak perusahaan BUMN harus bebas demi hukum. Misalnya kasus yang menjerat Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero). Beliau dinyatakan bersalah dalam kasus akuisisi blok Basker Manta Gummy di Australia oleh PT Pertamina Hulu Energy yang merupakan anak perusahaan Pertamina, yang katanya merugikan negara Rp 568 miliar.

Kalau anak perusahaan BUMN bukan termasuk BUMN maka kasus ini menarik untuk dipelajari apakah aksi korporasi PT Pertamina Hulu Energy (sebagai anak perusahaan Pertamina) merugikan negara? Bukankah Kalau PT Pertamina Hulu Energy bukan merupakan BUMN, maka aksi korporasi tersebut tidak bisa dikatakan merugikan negara? Sehingga Karen Agustiawan seharusnya bebas demi hukum? Dan berapa banyak kasus-kasus lainnya yang terjadi di anak perusahaan BUMN yang ditindak dengan UU Tipikor, yang juga harus bebas demi hukum?

Struktur BUMN sendiri berevolusi terus. Pemerintah terus melakukan konsolidasi atau restrukturisasi kepemilikan modal atau saham negara di berbagai BUMN dengan alasan meningkatkan efisiensi. Struktur BUMN pun menjadi lebih ramping. Pemerintah membentuk beberapa holding berdasarkan industri. Misalnya, holding tambang. PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menjadi perusahaan induk (holding) dengan PT Timah Tbk, PT Aneka Tambang Tbk dan PT Bukit Asam Tbk sebagai anak perusahaannya.

Kalau anak perusahaan BUMN bukan termasuk BUMN, maka ketiga anak perusahaan tersebut bukan termasuk milik negara lagi, dan bukan termasuk kekayaan negara. Padahal, sebelum restrukturisasi, ke tiga anak perusahaan tersebut jelas termasuk BUMN, dan menjadi bagian dari kekayaan negara.

Oleh karena itu, restrukturisasi seperti di atas secara nyata mengakibatkan kekayaan negara hilang, sehingga merugikan keuangan negara. Apakah dengan demikian, pengambil keputusan restrukturisasi tersebut dapat dijerat UU Tipikor karena merugikan kekayaan dan keuangan negara?

Begitu juga dengan holding Migas, PT Gas yang sebelumnya adalah BUMN sekarang menjadi anak perusahaan Pertamina, sehingga PT Gas bukan termasuk BUMN lagi?

Kalau logika ini yang dipakai, maka ketika Indonesia hanya mempunyai satu superholding BUMN non-operasional, maka Indonesia tidak mempunyai BUMN lagi. Karena semua BUMN tersebut sudah menjadi anak perusahaan BUMN Superholding.

Dan semua perbuatan melawan hukum yang merugikan semua anak perusahaan BUMN Superholding tersebut tidak termasuk tindak pidana korupsi karena tidak ada kerugiaan keuangan negara, karena bukan termasuk BUMN.

Keputusan hukum hari ini akan menjadi panduan bangsa Indonesia di masa mendatang mengenai perlakuan negara terhadap BUMN dan anak perusahaan BUMN. Indonesia menanti keputusan tegas dan tidak multitafsir. [RMOL]

Baca juga :