Indonesia Pascapemilu 2019, Mewapadai Peran Asing dan Aseng


Oleh: Prof. Daniel Mohammad Rosyid
Guru Besar ITS Surabaya

Negeri yang cantik molek ini tidak pernah dibiarkan begitu saja oleh para penjajah sejak kedatangan VOC di akhir abad 15. Bahkan NKRI yang dilahirkan oleh Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 gagal menyediakan prasyarat budaya bagi bangsa yang merdeka. Akibatnya, Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara tidak pernah berhasil diwujudkan dalam praktik. Lingkungan global yang nekolimik tidak pernah membiarkan Pancasila dipraktekkan di negeri ini.

Penelantaran Pancasila itu secara de yure terjadi sejak Reformasi saat UUD 45 diamandemen berkali-kali menjadi UUD 2002. Perubahan konstitusi ini membuka pintu lebar-lebar bagi neoimperialisme atau kapitalisme sekaligus neokomunisme. Pemujaan pada pertumbuhan ekonomi telah membuka pintu bagi model pemerintahan yang sangat ramah pada investasi asing serta hutang yang dengan mudah diubah menjadi invasi asing.

Pemerintah Jokowi pada dasarnya adalah pemerintahan boneka yang dikelilingi oleh makelar asing dan aseng, terutama China. Perlu dicatat bahwa RRC dikuasai oleh Partai Komunis China dengan Xi Jinping sebagai Presiden seumur hidup. Dengan sumber daya finansial dan produksi raksasa, praktis RRC saat ini adalah sebuah kekuatan adi-daya (‘khilafah’).

Ambisi China dalam sebuah dunia, setelah Amerika (a post-American World) diwujudkan dalam prakarsa One Belt One Road (OBOR). OBOR adalah upaya RRC untuk membangun Tata Dunia Baru setelah AS makin inward-looking, dan surut sebagai kekuatan global.

Dengan melibatkan lebih dari 50 negara, dengan penduduk yang mencakup lebih dari separuh penduduk dunia, melalui pembangunan proyek-proyek kunci raksasa di bidang infrastruktur (transportasi dan energi) dengan dana utang RRC, Xi Jinping akan menjadi khalifah baru. Jebakan utang China ini akan melumpuhkan Indonesia seperti yang telah terjadi pada Sri Langka dan beberapa negara lain di Afrika.

Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa pola kerjasama dalam OBOR itu adalah Business to Business, tidak melibatkan anggaran pemerintah, sehingga tidak bakal mengancam kedaulatan kita. Ini pernyataan yang menyesatkan karena kerjasama infrastruktur, apalagi berskala besar, selalu bersifat stratejik sehingga melibatkan peran pemerintah melalui kebijakan-kebijakan stratejik pemerintah. Melalui mekanisme inilah investasi aseng akan berubah menjadi invasi aseng dengan menggunakan perusahan milik para makelar yang selama ini mendukung rezim Jokowi ini.

OBOR adalah pintu masuk bagi invasi RRC serta komunisasi Indonesia. Umat Islam yang setia pada ajaran Islam kaffah akan menjadi hambatan besar bagi kolonisasi China atas Indonesia. Sekulerisasi Islam ala Snouck Hugronye dan Van der Plass akan makin gencar dipaksakan pada ummat Islam. Narasi islamophobia akan semakin sering dilontarkan rezim Jokowi.

Jokowi yang sangat pragmatis dan para pembantunya justru menjadi nice office boys bagi kepentingan China ini. Oleh karena itu, mereka akan melakukan apa saja, at all costs, untuk menjegal Prabowo, termasuk dengan mencurangi Pemilu 2019 ini.

Gunung Anyar, 19 Mei 2019

*Sumber: PWMU

(Baca: Daftar 28 Proyek Rp1.296 T yang Bakal 'Dijual' ke China)

Baca juga :