Ilham Habibie Juru Selamat Bank Muamalat


[PORTAL-ISLAM.ID]  MASUKNYA investor untuk menyelamatkan Bank Muamalat merupakan langkah baik. Sebab, jika bank yang mulai beroperasi pada Mei 1991 itu bangkrut, stabilitas sistem keuangan Indonesia sedikit-banyak pasti terpengaruh.

Kita tahu, Bank Muamalat dibangun tak lepas dari kepentingan pemerintah Soeharto merangkul kelompok-kelompok Islam. Usulnya datang dari Majelis Ulama Indonesia, sebagai tindak lanjut hasil lokakarya “Masalah Bunga Bank dan Perbankan” yang diadakan pada pertengahan 1990. Lembaga ini kemudian menggandeng Bacharuddin Jusuf Habibie, yang peran politiknya di hadapan Soeharto menguat setelah memimpin Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia.

Ditopang kekuatan politik, bank ini tumbuh cepat. Apalagi Presiden Soeharto kemudian mengimbau jemaah haji membeli saham bank ini sekurang-kurangnya Rp 10 ribu, dengan menyisihkan sebagian biaya transportasi mereka. “Anjuran” dari rezim yang otoriter pada masa itu, tentu saja, sama dengan perintah. Walhasil, terkumpullah dana untuk menambah modal bank syariah pertama ini.

Sayangnya, Bank Muamalat tidak dijalankan dengan tata kelola yang benar. Bank ini pelan-pelan kelihatan keropos setelah kekuatan utama penopangnya, yakni Soeharto, ambruk. Ketika krisis ekonomi melibas bank-bank umum pada 1998, bank syariah ini seolah-olah perkasa bertahan. Kenyataannya tidak demikian. Kredit macet di bank ini mencapai lebih dari 60 persen. Bank Muamalat mencatat kerugian hingga Rp 105 miliar. Ekuitasnya kurang sepertiga dari setoran awal. Bank ini selamat ketika dana global masuk melalui bantuan Islamic Development Bank.

Sejarah berjalan. Bank Muamalat menemui masalah yang sama belasan tahun kemudian. Sejak 2015, bank ini mengalami problem permodalan. Penyebabnya, pemegang saham lama tak lagi bisa menyuntikkan dana segar. Puncaknya terjadi dua tahun kemudian. Rasio kecukupan modalnya turun menjadi 11,58 persen, tepat pada batas minimal yang ditentukan. Pembiayaan bermasalah pun membubung melebihi ketentuan, walau kemudian membaik pada kuartal pertama tahun lalu.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan, setidaknya perlu dana Rp 4-8 triliun untuk menyelamatkan Bank Muamalat. Sejumlah investor sempat dikabarkan bakal masuk, seperti PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia. Namun mereka menemui jalan buntu dengan berbagai sebab.

Bukan kebetulan jika kemudian muncul Al Falah Investments milik Ilham Habibie, putra Bacharuddin Jusuf Habibie, yang memiliki peran besar dalam pendirian bank ini.

Al Falah, yang dibentuk Ilham dengan menggandeng SSG Capital, perusahaan investasi asal Hong Kong, menjadi pembeli siaga saham Muamalat senilai Rp 2 triliun.

Langkah Awal Ilham Habibie

Konsorsium yang dipimpin Ilham Habibie melalui Al Falah Investments Pte Limited menunjukkan komitmennya untuk membereskan persoalan di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Putra presiden ketiga RI BJ Habibie itu memastikan bakal menyuntik modal sebesar Rp 2 triliun kepada Bank Muamalat.

Ilham yang saat ini menjabat sebagai komisaris utama Bank Muamalat mengatakan, suntikan modal Rp 2 triliun merupakan langkah awal dari komitmennya menyehatkan Bank Muamalat.

"Tahap awal untuk memulai rencana menyehatkan Muamalat, selanjutnya tidak bisa saya sebutkan di sini," kata Ilham saat ditemui seusai peluncuran Muamalat Hijrah Coffee di Muamalat Tower Kuningan, Jakarta Kamis (2/5/2019).

Ilham mengatakan, kebutuhan dana untuk penguatan modal terbilang cukup kompleks karena persoalan teknis. Selama ini, kata dia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun belum menyampaikan jumlah pastinya. Namun, Ilham mengatakan, jumlah yang pernah disebutkan sebesar Rp 4 triliun dan Rp 7 triliun tersebut hanya wacana.

"Yang jelas kita masuk dulu sebagai pemegang saham, kita kendalikan, baru ambil langkah selanjutnya," kata dia. Ilham menegaskan, dana sebesar Rp 2 triliun sudah disetor ke escrow (rekening bersama) sejak Selasa (30/4/2019).

Bank Muamalat bakal mengelar rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 17 Mei. Menurut Ilham, persiapan RUPS berjalan lancar. Komunikasi dengan regulator OJK terus berlangsung.

CEO Bank Muamalat Achmad Kusna Permana menambahkan, RUPS sesuai dengan rencana, termasuk kesiapan perusahaan, pemegang saham, dan calon investor.

"Alhamdulillah, Pak Ilham sebagai komisaris utama dan investor juga telah siap," kata Permana.

Dia berharap ini menjadi langkah awal Bank Muamalat untuk melangkah lebih baik ke depan. Bank syariah pertama di Indonesia ini juga telah menyusun sejumlah strategi untuk melaju lebih cepat di industri keuangan syariah.

Selain Al Falah, Bank Muamalat akan diperkuat oleh Koperasi Simpan Pinjam Jasa (Kospin Jasa). Komisaris Independen Bank Muamalat Iggi H Achsien mengatakan, Kospin Jasa telah menempatkan dananya untuk memperkuat modal Bank Muamalat. "Kospin Jasa masuk juga," kata dia, Kamis (2/5) di Muamalat Tower.

Ia menambahkan, seorang mantan menteri BUMN juga akan ikut melalui konsorsium yang dipimpin Kospin Jasa.

Kospin Jasa merupakan koperasi terbesar di Indonesia yang berpusat di Pekalongan, Jawa Timur, dengan jumlah aset sekitar Rp 6,8 triliun. Tahun lalu, Kospin Jasa mengakuisisi saham PT Asuransi Takaful Umum hingga 95 persen dengan nilai transaksi Rp 47,5 miliar.

Ketua Umum Kospin Jasa Andy Arslan Djunaid membenarkan rencana pihaknya untuk ikut memperkuat modal Bank Muamalat melalui pembelian saham yang diterbitkan.

"Iya, rencana ada dua konsorsium, yang satu Al Falah yang dipimpin Pak Ilham Habibie, yang kedua konsorsium Kospin Jasa sebagai lead-nya," kata Andy kepada Republika.

Andy mengatakan, Kospin Jasa melihat secara umum bahwa potensi Bank Muamalat sangat besar. Buktinya, kata dia, dengan permasalahan yang ada saat ini, anggotanya tidak pergi dan tetap loyal.

Menurut dia, Kospin Jasa hanya perlu memperbaiki sumber masalah di Muamalat, terutama dalam hal pendanaan. Kospin Jasa tergerak membangkitkan Bank Muamalat karena merupakan ikon ekonomi syariah yang sangat penting sehingga harus dipertahankan.

Konsorsium yang dipimpin Kospin Jasa akan termasuk Linx Singapore dan individu dari Indonesia. Konsorsium direncanakan akan masuk dengan suntikan dana Rp 250 miliar-Rp 300 miliar.

Rencana tersebut sudah berjalan. Kata Andy, pihaknya juga sudah berkonsultasi dengan regulator. "Kospin jasa berkomitmen untuk melanjutkan penguatan modal bagi Muamalat," kata dia.

Masuknya investor menjadi babak baru episode penguatan modal Bank Muamalat. Bank syariah pertama di Indonesia ini menghadapi masalah dana sejak beberapa tahun lalu. Menurut laporan keuangan, Bank Muamalat terus mengalami penyusutan aset.

Per 31 Desember 2018, jumlah aset tercatat Rp 57,2 triliun, menyusut dari Rp 61,7 triliun pada akhir 2017. Pada 2016, jumlah asetnya sebesar Rp 55,8 triliun. Begitu pula dengan modal hak atau akuitas.

Pada 2018, total ekuitas merosot tajam menjadi Rp 3,9 triliun dari Rp 5,5 triliun pada 2017. Pada 2016, jumlah ekuitas sebesar Rp 3,6 triliun. Sementara, kewajiban atau liabilitas tercatat tidak berubah signifikan.

Pada 2018, liabilitas tercatat Rp 9,45 triliun, lebih rendah daripada 2017 yang sebesar Rp 9,9 triliun. Pada 2016, laba bersih Bank Muamalat sebesar Rp 80,5 miliar, tapi pada 2017 menurun drastis menjadi Rp 26,1 miliar. Tahun lalu, laba bersih 2018 berhasil naik menjadi Rp 46 miliar.

*Sumber: Republika, Tempo

Baca juga :