Akun Media Sosial dan Whatsapp Belasan Elite Partai Demokrat Diretas, Menkominfo: Laporkan Saja ke Polisi


[PORTAL-ISLAM.ID]  Jagat media sosial kian memanas. Pasca diretas dan ditangguhkannya sejumlah akun media sosial tokoh-tokoh dan influencer kelompok oposisi, kini giliran akun pesan pribadi Whatsapp politikus kubu capres Prabowo Subianto dibobol orang tak dikenal.

Setelah akun twitter Sylviana Murni dan Ferdinand Hutahaean diretas, Imelda Sari, Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat mengaku ia dan sejumlah koleganya di Partai Demokrat menjadi korban pembobolan akun WhatsApp.

Imelda menceritakan, WhatsApp dikloning dan dipakai orang lain. Setidaknya ada 12 pengurus teras partai tersebut yang menjadi korban peretasan.

Salah seorang caleg Partai Demokrat yang menjadi korban peretasan, Ferdinand Hutahaean telah melaporkan insiden ini ke Bareskrim Polri tanggal 2 April 2019 setelah diretas sejak tanggal 27 Maret 2019.

Laporan Ferdinand teregister dengan nomor polisi LP/B/0342/IV/2019/Bareskrim tertanggal 2 April 2019.

"Saya baru saja melaporkan ke Bareskrim Polri terkait peretasan (akses secara ilegal) akun twitter saya, Email saya dan beredarnya foto-foto mesum editan tentang saya," tulis Ferdiand di akun Instagramnya, ferdiand_hutahaen, Selasa 2 April 2019.

Kubu Partai Demokrat menduga, peretasan ini bermotif politik. Untuk itu, demi proses pemilu berjalan mulus, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan meminta Polri untuk menuntaskan kasus peretasan ini.

Seakan menjawab polemik politik, Twitter Indonesia merespons dinamika itu melalui pengumuman di blog perusahaan.

Dalam postingan pada Selasa 2 April 2019, Twitter Indonesia meluruskan beberapa hal menyangkut posisi media sosial tersebut di Indonesia.

Twitter mengakui ada banyak perbincangan tentang Twitter dan keberpihakan politik di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir. Media sosial ini tegas netral dalam dinamika Pilpres dan Pemilu 2019.

"Twitter adalah platform tempat berbagai suara dari beragam spektrum dapat dilihat dan didengar. Kami berkomitmen untuk memegang teguh prinsip-prinsip keterbukaan, transparansi, dan ketidakberpihakan," tulis Twitter Indonesia melalui blog yang bisa diakses pada link https://blog.twitter.com/in_id/topics/company/2019/meluruskan-beberapa-hal-terkait-twitter-indonesia-dan-ketidakber.html

Twitter mengatakan sikap netral itu diwujudkan dalam semua aktivitas, mulai dari proses penegakan kebijakan sampai konten yang muncul di linimasa pengguna.

Twitter meyakini ketidakberpihakan dan menegaskan tidak mengambil tindakan apa pun berdasarkan sudut pandang politik.

"Produk dan kebijakan kami tidak pernah diciptakan atau dikembangkan berdasarkan ideologi politik," tulis Twitter Indonesia.

Pernyataan mengenai transparansi twitter, diragukan oleh salah satu warganet yang akunnya menjadi korban penangguhan pihak twitter.

"Tidak ada sama sekali penjelasan peraturan mana yang telah dilanggar atau twit mana yang dianggap bermasalah. Akun kami sangat pasif, tidak banyak melakukan aktivitas retweet, likes, dan following, tapi toh kena suspend juga," ujar admin akun @warta_politik melalui pesan singkat kepada redaksi.

"Bahkan, setelah banding pun, twitter menolak membatalkan suspend dengan alasan akun kami telah berulang kali melakukan kesalahan yang sama. Padahal, baru kali ini akun kami disuspend. Aneh kan?", imbuhnya lagi.

"Lebih parah lagi, akun kami disuspend justru setelah melakukan langkah pengamanan dengan mengaktifkan dua langkah verifikasi. Proses mengaktifan dua langkah selesai kami lakukan sekitar pukul 6 pagi. Sekitar pukul 9 pagi kami menerima email dari piham twitter berisi penonaktifan autentikasi dua langkah. Setalah kami cek, ternyata akun kami sudah disuspend oleh twitter," tambahnya.

Insiden peretasan itu sampai juga di telinga Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. Namun dia tidak bisa memastikan apakah pembobolan ini terkait dengan politik. Rudiantara berdalih tak mengantongi bukti konkret soal spekulasi intrik politik tersebut.

Mengaku masih minim informasi soal peretasan akun politikus itu, Rudiantara menegaskan, peretasan tanpa hak jelas merugikan orang lain dan melanggar aturan yakni ketentuan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dia mengatakan, Kominfo siap membantu menurunkan konten pada akun yang diretas. Apabila melanggar ketentuan yang berlaku di Tanah Air, misalnya ketentuan di UU ITE maupun di aturan lainnya.

"Kalau itu memang betul-betul (diretas), lapor polisi. Nanti kan diproses oleh polisi, penegak hukum. Kalau komitmen terhadap klaim, kita bantu pasti," ujarnya.

Sementara itu, Chairman Communication Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, menekankan pentingnya langkah keamanan, untuk mengantisipasi apabila akun diretas. Yakni mengaktifkan atau melakukan autentikasi dua langkah, dan matikan layanan pihak ketiga seperti game dan aplikasi.

Pratama menuturkan, ada alasan yang bisa diterima kenapa akun politikus atau figur publik menjadi incaran peretas.

"Semakin populer, artinya semakin besar kemungkinan menjadi target peretasan oleh siapa pun,” jelasnya kepada Viva.

Pratama menjelaskan Twitter maupun WhatsApp seharusnya bisa mengembalikan akun ke pemiliknya. Apalagi kalau korban peretasannya adalah akun orang penting.

Soal pengambilalihan akun WhatsApp, menurut Pratama, praktik ini sangat mungkin terjadi dengan kondisi keamanan siber Indonesia yang masih rentan. Kloning nomor WhatsApp berawal dari kloning kartu SIM.

Maka, Pratama kembali menekankan aktifkan otentikasi dua langkah pada pengaturan keamanan akun media sosial.

"Paling penting bila dikloning, langsung lapor provider, karena nomor kita telah terdaftar dengan NIK dan KK, jadi bisa langsung dimatikan dan WhatsApp diambil alih,” jelasnya.

Menurut Pratama, hal yang patut diwaspadai, yakni saat WhatsApp diambil alih orang, lalu orang tersebut segera mengganti nomor WhatsApp tersebut. Dalam kondisi ini, artinya pengguna kehilangan sama sekali akses ke WhatsApp miliknya.

Bahkan, bila nomor dikembalikan oleh provider sekalipun, kewaspadaan juga harus ditingkatkan pada smartphone kita. Sebab, mungkin saja nomor telah berisi malware yang bisa mengambil alih gawai pengguna.


Baca juga :