Bendera Tauhid Dibakar, Muhammadiyah Desak Banser Minta Maaf


[PORTAL-ISLAM.ID]  Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nahsir menyesalkan aksi pembakaran bendera tauhid yang dilakukan saat peringatan Hari Santri Nasional. Menurut dia, santri tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan anarkistis dengan membawa alasan agama.

"Santri tidak dibenarkan melakukan berbuat sekehendaknya, apalagi dengan menggunakan alasan agama dan nasionalisme," kata Haedar, Selasa, 23 Oktober 2018.

Haedar kemudian meminta agar pihak yang membakar bendera Tauhid di Garut untuk meminta maaf agar polemik yang sudah menyulut kemarahan sebagian umat muslim mereda. Selain itu, ia meminta masyarakat untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi balasan.

"Pihak yang melakukan pembakaran, legowo untuk meminta maaf agar reaksi publik mereda," ujarnya.

Menurut Haedar, wajar jika umat islam marah terhadap aksi pembakaran bendera tauhid. Namun tanggapan yang berlebihan dikhawatirkan justru akan berpotensi menciptakan perpecahan dan kekisruhan.

"Tidak perlu merespons secara berlebihan, apalagi sampai melakukan aksi massa. Memberi maaf itu jauh lebih mulia daripada meminta maaf," ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti. Baginya, nasionalisme seharusnya dilakukan dengan cara-cara yang santun dan berakhlak.

Mu'ti menegaskan PP Muhammadiyah sudah mengeluarkan sikap terkait aksi pembakaran bendera tauhid oleh anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU).

PP Muhammadiyah menilai pembakaran bendera tauhid merupakan aksi yang kebablasan. Bagaimanapun, kata Mu'ti, yang dibakar itu adalah kalimat syahadat atau tauhid yang sangat suci dan mulia dalam ajaran Islam.

"Kalau yang mereka melakukan pembakaran itu sebagai bentuk nasionalisme, ekspresi dan aktualisasinya keliru," kata Mu'ti lewat keterangan tertulis, Selasa 23 Oktober 2018.

Mu'ti menambahkan jika yang mereka maksudkan adalah membakar bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), maka ekspresinya bisa dilakukan dengan cara yang lain, cukup dengan aksi simbolik dan tidak harus verbal.

"Dengan menolak keberadaan HTI sebenarnya lebih dari cukup daripada membakar bendera yang bertuliskan kalimat syahadat atau tauhid. Jika niatnya baik maka melakukan sesuatu yang baik harus dengan cara yang baik pula," ucapnya.

PP Muhammadiyah juga mendesak pihak Banser Garut harus meminta maaf kepada umat Islam atas tindakan yang tidak bertanggung jawab dari anggota mereka.

"Dalam hal ini pimpinan Banser setempat atau di atasnya harus melakukan pembinaan agar masalah serupa tidak terjadi lagi pada masa yang akan datang," tuturnya.

PP Muhammadiyah juga meminta masyarakat yang berkeberatan dan melihat persoalan pembakaran sebagai tindak pidana penghinaan terhadap simbol agama, sebaiknya menyelesaikan melalui jalur hukum dan menghindari penggunaan kekuatan massa dan kekerasan.

Minta Aparat dan Negara Tidak Anggap Remeh

Mu'ti kemudian meminta agar aparatur keamanan dan penegak hukum tidak menganggap remeh kasus pembakaran bendera tauhid. Pasalnya, jika tidak ditangani secara serius maka eskalasi tingkat kekerasan dan aksi massa dalam jumlah besar bisa tidak terkendali.

"Negara dan aparat keamanan jangan anggap ini biasa-biasa saja. Ini bukan masalah sederhana meskipun terjadi cuma di Garut, tapi bisa ke mana-mana," kata Mu'ti, Selasa 23 Oktober 2018.

Menurut Mu'ti, negara dan aparat keamanan diminta untuk segera menggelar dialog agar suasana rukun dan damai bisa segera tercipta di tahun politik yang sedang memanas.

Aparat hukum juga didesak menindaklanjuti dan menjalankan hukum sebagaimana mestinya. Setiap kekerasan atau tindakan yang meresahkan publik harus dilakukan tindakan hukum sesuai koridor hukum yang berlaku tanpa pandang bulu.

"Kejadian tersebut harus menjadi bahan muhasabah agar tidak terjadi lagi dengan alasan apapun," ucap Mu'ti.

Sebelumnya Ketua umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqur Cholil Qoumas meminta kepada seluruh anggotanya termasuk Banser NU untuk tidak lagi membakar atribut yang identik dengan HTI.

"Ya pasti dong. Sebelumnya kita juga sudah sampaikan protap (prosedur tetap)," ucap Yaqut, Selasa 23 Oktober 2018.

Tanpa mau meminta maaf, Yaqut mengklaim dirinya telah menginstruksikan kepada seluruh anggota untuk tidak melakukan hal-hal ganjil terhadap atribut yang mirip identitas HTI. Jika ada atribut-atribut seperti itu, lanjutnya, lebih baik diserahkan ke pihak kepolisian.

"Tidak, kemudian bertindak sendiri," ucap Yaqut.

Sumber: CNN

Warganet pun berkomentar.
Baca juga :