Cabut Moratorium, Menko Luhut LANGGAR UU! Ini Buktinya


[PORTAL-ISLAM.ID]  Direktur Eksekutif Jakarta Monitoring Network (JMN), Ahmad Sulhy menilai keputusan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan soal pencabutan moratorium reklamasi teluk Jakarta melanggar peraturan perundang-undangan.

"Jokowi selaku Presiden yang seharusnya membatalkan moratorium. Kan Bunyinya Perpres Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional begitu, Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan negara untuk mewakili pemerintah pusat, bukan Menko," ujar Direktur Eksekutif Jakarta Monitoring Network (JMN), Ahmad Sulhy, saat berbincang dengan wartawan, di Jakarta, Senin (9/10/2017).

Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN), yang dimaksud dengan pemerintah pusat ialah Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan negara.

Reklamasi Pantai Utara (Pantura) Jakarta sendiri termasuk dalam PSN dan disebut "Tanggul Laut", sesuai huruf O pada Lampiran Perpres Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016.

Untuk diketahui, surat Menko Luhut itu dibuat untuk menjawab surat Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat nomor 1849/-1.794.3 tanggal 23 Agustus 2017 dan 2019/-1.794.2 tanggal 2 Oktober 2017.

Jawabannya, mencabut surat Menko Maritim era Rizal Ramli nomor 27.1/Menko/Maritim/IV/2016 tanggal 19 April 2016.

Sulhy lantas mencontohkan dengan polemik sekolah lima hari delapan jam atau disebut full day school (FDS). ‎"Untuk mengakhiri polemik FDS, Jokowi menerbitkan Perpres," jelasnya.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 diketahui menuai polemik. Mengakhiri kisruh FDS, Presiden pun mengeluarkan Perpres Nomor 87 Tahun 2017.

Katanya, perwakilan pemerintah pusat yang bertugas untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan 248 PSN, termasuk tanggul laut, ialah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, sesuai amanat Pasal 32 Perpres Nomor 58 Tahun 2017.

"Luhut melampaui kewenangannya melalui surat itu," tegas Sulhy. Menko Ekonomi juga ditugaskan melaporkan perkembangan PSN ke Presiden sedikitnya enam bulan sekali atau bila diperlukan.

Menko Luhut juga dianggap tak berwenang mencabut moratorium reklamasi Pulau C, Pulau D, dan Pulau G di Pantura Jakarta. Soalnya, menurut Pasal 18 ayat (4) Perpres Nomor 58 Tahun 2017, sepantasnya PSN yang pembiayaannya tidak menggunakan keuangan negara dikoordinasikan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

‎"Pulau-pulau itu, kan dibangun swasta, bukan Pemprov DKI," katanya.

Pulau C dan Pulau D dikembangkan PT Kapuk Naga Indah (KNI), ada perusahaan Agung Sedayu Grup. Sedangkan Pulau G atau Pluit City, dibangun PT Agung Podomoro melalui PT Muara Wisesa Samudra (MWS).

"Surat Menko Luhut ini, juga bertentangan dengan Pasal 19 ayat (1) Perpres Nomor 58 Tahun 2017, karena sampai sekarang Pemda DKI belum memiliki Perda Zonasi Pulau-pulau Kecil," imbuh Sulhy.

Untuk diketahui, politisi Kebon Sirih secara sepihak menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) serta Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantura Jakarta, menyusul moratorium yang dikeluarkan mantan Menko Maritim Rizal Ramli.

Praktis, berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Perpres PSN, DKI cuma baru dua punya Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010-2030 serta Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR PZ) yang memuat soal pembangunan pulau palsu.

"Sepantasnya, penghentian moratorium dilakukan usai DPRD dan Pemprov DKI merampungkan Perda Zonasi Pulau-pulau Kecil dan Kawasan Strategis Pantura. Kalau sekarang, kan kebalik," keluhnya.

Sebelumnya, Pemprov DKI juga telah menyurati DPRD, agar kembali melanjutkan dua raperda tersebut usai Menko Luhut menerbitkan surat mencabutan moratorium.

Baca juga :