Elon Musk Resmi Dirikan Partai Baru, “Jika kalian tak suka pilihan, ciptalah pilihan baru”

Elon Musk Resmi Dirikan Partai Baru

Di tengah gurun demokrasi yang semakin tandus, muncullah Elon Musk, sang teknokrat teleportasi dari Mars, membawa secercah harapan berupa... partai baru. Ya, bukan roket baru, bukan chip otak, bukan mobil listrik berkepribadian, tapi partai politik. Sesuatu yang biasanya dihindari oleh para miliarder seperti vampir menghindari bawang putih, Musk justru menyuntikkan dirinya ke dalam arena demokrasi dengan gaya penuh karbon, saraf digital, dan aroma satir.

Partai yang ia namai America Party terdengar seperti hasil brainstorming setengah sadar antara Thomas Jefferson dan AI GPT generasi ke-52. Musk, yang katanya kecewa berat dengan sistem dua partai AS yang katanya lebih mirip dua bintang telenovela saling rebutan rating dari penyusun kebijakan negara adidaya, akhirnya mengumumkan, “Jika kalian tak suka pilihan, ciptalah pilihan baru.” Begitu katanya, sambil mungkin menatap cermin dan bertanya apakah Constitution itu bisa direvisi via update firmware.

Sebenarnya, langkah ini bisa dibaca sebagai puncak evolusi demokrasi ala Silicon Valley. Ketika rakyat menuntut transparansi, para insinyur menjawab dengan blockchain. Ketika rakyat menginginkan representasi, para miliarder menjawab dengan polling Twitter. Demokrasi langsung? Too analog. Demokrasi Musk? Full stack. Bukan rakyat yang memilih wakil, tapi algoritma yang menentukan siapa yang layak didukung berdasarkan meme engagement rate.
America Party sendiri tidak diciptakan untuk memenangkan kursi presiden, setidaknya belum. Musk, dengan strategi yang konon terinspirasi dari Epaminondas (ya, benar, jenderal Yunani dari abad ke-4 SM), ingin menembus titik lemah sistem, DPR dan Senat. Dua lembaga yang selama ini seperti panggung opera, penuh drama, minim hasil, dan sangat cocok untuk distabilkan oleh orang yang sehari-hari menguji rudal luar angkasa dan menyuruh AI melukis ulang lukisan Renaissance pakai data Tesla.

Saking absurdnya, gagasan partai ini bahkan menerima Bitcoin sebagai alat dukungan. Dalam dunia normal, orang mendukung partai lewat suara. Di dunia Musk, mereka mungkin kirim satoshi sambil menyisipkan emoji roket dan GIF Rick and Morty. Ini bukan sekadar partai, ini DAO berkedok demokrasi. Mungkin kalau terpilih, anggota DPR dari partai ini akan duduk sambil mengenakan VR headset dan berdebat lewat NFT suara.

Hubungan Musk dengan Trump? Yah, ibarat dua bintang supernova saling bentrok di jagat opini publik. Trump menyebut ide Musk “konyol” lalu mengancam akan deportasi. Musk menjawab dengan meme kucing yang berkedip di X. Ini bukan debat kebijakan, ini battle rap metafisika antara dua tokoh yang saling bersaing untuk mendapat retweet dari semesta.

Namun, apakah ini akan mengubah wajah demokrasi? Mungkin. Jika demokrasi adalah refleksi dari kehendak rakyat, maka partai yang lahir dari polling X dan ketidaksukaan terhadap RUU Trump “One Big Beautiful Bill” adalah bukti bahwa rakyat kini bukan hanya ingin pemimpin, tapi juga entertainment, blockchain compliance, dan mungkin fitur autopilot di parlemen.

America Party mungkin akan gagal. Mungkin akan dilupakan. Atau mungkin, dan ini yang menakutkan, akan berhasil dan menjadi standar baru politik dunia. Bayangkan, wak! Suatu hari nanti, kita memilih anggota DPR lewat aplikasi, sistem pemilu dijalankan oleh AI, dan debat publik dilakukan lewat livestream TikTok dengan filter kartun. Apakah itu masih demokrasi?

Musk tidak hanya ingin membangun partai. Ia ingin mendesain ulang realitas politik itu sendiri. Seperti semua proyek ambisiusnya, ini bisa menjadi revolusi... atau versi politik dari Cybertruck, bentuknya aneh, fungsinya belum jelas, tapi semua orang ingin tahu bagaimana rasanya mengendarai masa depan yang belum dicetak.

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

(fb)
Baca juga :