[PORTAL-ISLAM.ID] Pemimpin Partai Yisrael Beiteinu yang juga mantan Wakil Perdana Menteri Israel Avigdor Lieberman:
- Hubungan Israel-Amerika saat ini sedang mengalami fase terburuk dalam sejarah.
- Siapa pun yang gagal mengalahkan Hamas 🔻dalam satu tahun delapan bulan, tidak akan pernah bisa mengalahkannya bahkan dalam 17 tahun ke depan.
***
Merasa Dimainkan, Trump Putus Kontak dengan Netanyahu
Hubungan antara Amerika Serikat dan Israel mengalami ketegangan serius setelah Presiden AS Donald Trump dilaporkan memutus komunikasi langsung dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Keputusan ini diambil setelah Trump merasa dimanipulasi oleh Netanyahu, menurut laporan media Israel.
Informasi ini pertama kali diungkapkan oleh Yanir Cozin, koresponden Radio Militer Israel, melalui unggahan di platform X pada Kamis (8/5/2025).
Menurut Cozin, keputusan Trump muncul setelah beberapa orang dekatnya memberi tahu Menteri Urusan Strategis Israel Ron Dermer bahwa Trump merasa dipermainkan oleh Netanyahu.
"Tak ada yang lebih dibenci Trump selain dianggap sebagai orang bodoh atau dimanfaatkan. Itu sebabnya ia memutus kontak," ujar seorang pejabat Israel yang tak disebutkan namanya, dikutip dari Anadolu.
Sikap Dermer dalam percakapan terakhir dengan sejumlah tokoh senior Partai Republik juga disebut sebagai pemicu memburuknya hubungan.
Nada bicaranya dinilai arogan dan tidak membantu, sehingga memperkuat kesan negatif di lingkaran dalam Trump.
Trump Siapkan Kesepakatan Damai Gaza, Tidak Sesuai Tuntutan Israel
Di tengah keretakan hubungan tersebut, Trump disebut tengah menyiapkan pengumuman besar yang bisa mengakhiri perang di Jalur Gaza.
Mengutip Israel Hayom, Presiden AS itu diperkirakan akan mengumumkan draf kesepakatan gencatan senjata pada akhir pekan ini, meski isi kesepakatan itu disebut tidak sepenuhnya memenuhi tuntutan Israel.
Sumber diplomatik dari AS dan negara-negara Arab menyebut, kesepakatan tersebut akan menempatkan AS sebagai aktor utama dalam rekonstruksi dan administrasi Gaza.
Dalam tahap awal, AS akan terlibat dalam penyaluran bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina yang mengungsi, lewat pusat logistik yang tengah dibangun oleh militer Israel di Gaza.
Tahapan berikutnya mencakup rekonstruksi Jalur Gaza di bawah pengawasan langsung Amerika Serikat.
Namun, masih ada hambatan besar dalam perundingan, yakni sikap kelompok Hamas yang menolak perlucutan senjata.
Laporan Israel Hayom juga menyebut, kesepakatan mungkin saja memberi jaminan kepada Hamas—termasuk kemungkinan ikut serta dalam administrasi sipil Gaza dan jaminan keamanan bagi para pemimpinnya.
Skenario lain yang mencuat adalah integrasi Hamas ke dalam pasukan Palestina yang akan bertugas menjaga ketertiban di Gaza.
Pemerintah Israel khawatir Trump akan menyodorkan kesepakatan itu sebagai fait accompli, atau keputusan yang sudah jadi, yang memaksa Netanyahu memilih antara menerima atau menolak, dengan risiko krisis politik domestik.
Menurut artikel Michael Crowley di The New York Times (5 Mei 2025), harapan atas kesepakatan damai di Gaza kian memudar setelah Israel menyetujui rencana serangan skala penuh yang berpotensi mengarah pada pendudukan permanen.
Crowley menilai rencana Israel itu akan menyulitkan Trump memenuhi janji perdamaian yang ia gaungkan.
Bahkan, disebutkan bahwa Trump telah mengatakan kepada Netanyahu agar "mengakhiri perang di Gaza" sebelum ia resmi menjabat kembali pada 20 Januari 2025 jika memenangkan pemilu. (*)