15 tahun pemerintah kemana aja?
Ga keliatan jembatannya?
Atau karena sekarang jadi viral jadi ada yg ga suka penghasilan 20 juta perbulan dari jembatan?
Atau ganti pejabat jadi ga dapet....?
Jembatan perahu Haji Endang terancam DITUTUP, dianggap ilegal. Padahal sudah 15 tahun dipakai warga seberangi Sungai Citarum
Muhammad Endang Junaedi alias Haji Endang, pemilik Jembatan Perahu merasa heran dan mempertanyakan alasan di balik persoalan izin terhadap jembatan perahunya yang baru mencuat sekarang, padahal jembatan tersebut sudah beroperasi selama 15 tahun.
Jembatan Perahu Haji Endang terletak di Dusun Rumambe 1, Desa Anggadita, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sarana penyeberangan ini sudah ada sejak sekitar 15 tahun lalu.
Awalnya, jembatan tersebut hanyalah sebuah perahu eretan yang ditarik secara manual untuk menyeberangkan pengendara sepeda motor, khususnya pekerja industri dan warga dari Desa Anggadita menuju Parungmulya, melintasi Sungai Citarum.
"Sudah lima belas tahun berjalan," ujar Endang pada Selasa (29/4/2025), dilansir Kompas.com.
Endang menjelaskan bahwa warga yang menyeberang menggunakan jembatannya dikenai tarif Rp 2.000. Namun, ia tidak mematok harga tetap karena ada juga yang membayar seikhlasnya.
Dana yang terkumpul digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perawatan perahu, perbaikan jalan, penerangan, hingga menggaji pegawai yang menjaga jembatan.
Terancam Dibongkar
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum Kementerian Pekerjaan Umum memasang spanduk peringatan di Jembatan Perahu Haji Endang pada 26 April 2025.
Spanduk tersebut berisi pemberitahuan bahwa jembatan itu tidak memiliki izin resmi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam unggahan akun Instagram resmi BBWS Citarum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum (@pu_sda_citarum), pada Senin (28/4/2025), disebutkan bahwa pembangunan dan pengoperasian jembatan perahu tanpa izin melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Selain itu, Peraturan Menteri PUPR Nomor 28 Tahun 2015 turut mengatur bahwa pemanfaatan sempadan sungai hanya boleh dilakukan untuk aktivitas tertentu dan wajib mendapatkan izin dari pemerintah sesuai kewenangannya.
Jembatan yang berdiri tanpa izin dianggap berisiko mengganggu fungsi alami sungai, terutama saat volume air meningkat atau terjadi banjir.
Melalui pemasangan spanduk ini, BBWS Citarum berharap masyarakat semakin sadar akan pentingnya menaati aturan terkait pengelolaan sumber daya air.
Pihaknya juga mendorong agar ada koordinasi antara pengelola jembatan, pemerintah daerah, dan BBWS Citarum guna mencari solusi yang terbaik demi kepentingan warga sekitar.
Namun demikian, spanduk yang dipasang petugas BBWS Citarum itu akhirnya dicopot oleh warga. Mereka menolak jika jembatan yang sudah menjadi akses vital selama bertahun-tahun itu ditutup.
Awal Mula Jembatan Perahu Dibangun
Dilansir dari TribunJabar.id, (30/12/2021), Haji Endang diminta oleh sesepuh setempat, Haji Usup, untuk membuat penyeberangan perahu demi memajukan perekonomian di Dusun Rumambe 1.
Endang mengatakan, saat itu jalan desa tersebut merupakan jalan buntu, hanya sebagai penyeberangan kerbau.
Sedangkan, wilayah di seberang dusun tersebut merupakan Desa Parungmulya yang dikenal sebagai kawasan industri.
"Saya minta izin dengan Pak Bupati saat itu, Pak Dadang S Muchtar. Saya datang," kata Haji Endang kepada Tribun Jabar, Rabu.
"'Pak Bupati bagaimana kalau kita usaha bareng dengan Pemkab, untuk membuat jalur penyeberangan,' tetapi beliau minta saya sendiri saja. Karena sudah ada izin, saya beranikan diri," lanjut dia.
Awalnya, Haji Endang membuat perahu dengan kapasitas sekitar dua puluh motor. Perahu itu ditarik menggunakan tali untuk menyeberang.
"Awalnya sehari juga cuma dapat Rp16 ribu. Bahkan ada beberapa warga yang menganggap khawatir jika ada penyeberangan itu bakal bikin bising dan banyak maling," tutur dia.
"Tetapi saya izin dan banyak tokoh setuju. Walau hasilnya sedikit saya tekuni karena tujuan saya untuk membantu perekonomian warga," katanya.
Lambat laun, karyawan yang menyeberang mulai ramai, kemudian ia menambah perahu penyeberangan menjadi dua.
"Saya tambah satu lagi, jadi ada dua perahu eret. Bolak-balik," katanya.
Banyak diskusi dengan pegawainya, Haji Endang kemudian mempunyai ide untuk membuat penyeberangan dengan sistem perahu ponton.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, Haji Endang membeli puluhan perahu kayu dan sisanya ia buat sendiri.
Endang juga membuat perahu ponton dari besi untuk mengurangi risiko kerugian dan kecelakaan bagi warga yang menyeberang.
"Saya pinjam ke bank untuk modalnya," katanya.
Haji Endang mengungkap, modal yang ia keluarkan bisa mencapai Rp5 miliar.
Endang menyebut pegawainya hingga kini ada 40 orang, masing-masing memegang tugas tersendiri.
Ada yang bertugas mengontrol dan mengawasi jembatan perahu, penarik uang dari pengendara, hingga teknisi. Mereka bekerja dengan sistem shift.
Menurut Endang, setiap hari tak kurang dari 10.000 pengendara sepeda motor melewati jembatan perahu ponton itu. Dengan tarif Rp2.000 sekali menyeberang.
"Pendapatannya tak kurang Rp 20 juta per hari," ucapnya.
Meski begitu, kata dia, tiap hari biaya operasional berkisar Rp 8 juta, mulai dari perawatan, penerangan, hingga upah.
"Perawatan itu termasuk juga perawatan jalan akses ke sini," ucap Endang.
Jembatan ini ramai dilintasi pengendara saat jam berangkat dan pulang kerja karyawan pabrik.
Sebab, banyak pekerja maupun warga menjadikannya jalan pintas.
"Tetapi kalau ada pengendara yang tidak punya uang, uangnya cuma seribu atau lima ratus, kita juga tidak larang untuk menyeberang. Silahkan saja," katanya.
Karyawan yang dimiliki Haji Endang pun terbagi dalam beberapa divisi yang memungut bayaran, menyiapkan pengembalian, lalu menyiapkan dan mengontrol perahu penyeberangan serta menjaga sampah yang menyangkut ke perahu.
Sejak jembatan penyeberangan itu dibangun, ekonomi di sekitarnya pun turut tumbuh. Banyak warga berjualan di pinggir jalan.
"Alhamdulillah, sekarang ekonomi warga sekitar meningkat. Banyak mereka yang berjualan," katanya.
Selain itu, Endang mengaku ia juga memperbaiki jalan dari hasil penyeberangan tersebut.
Siapa Haji Endang?
Dilansir dari berbagai sumber, pemilik nama Muhammad Endang Junaedi ini merupakan warga asli Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Karawang, Jawa Barat.
Sebelum dikenal sebagai "Crazy Rich Karawang", Haji Endang pernah bekerja sebagai sopir hingga office boy (OB).
Ia juga pernah menjadi supplier bahan bangunan untuk proyek hingga mengolah limbah perusahaan.
Pada 2022, Haji Endang juga pernah viral karena membeli mobil Pajero menggunakan uang receh.
Saat mendatangi showroom, Haji Endang memakai celana pendek, sandal jepit, kaus, serta uang sereceh dengan berat sekitar delapan kuintal senilai Rp133 Juta.
SIMAK LIPUTAN VIDEO DARI KOMPAS: