PELUANG MEMAKZULKAN GIBRAN RAKABUMING RAKA
Tiga pengajar hukum tata negara, yaitu Yance Arizona, Zainal Arifin Muchtar, dan Muhammad Fauzan, berpendapat, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, pemakzulan presiden dan wakil presiden dapat dilakukan.
Pasal 7A UUD mengatur bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat dapat memberhentikan presiden atau wakil presiden ketika melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, melakukan perbuatan tercela, serta tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan wakil presiden. Selanjutnya Pasal 7B mengatur mekanisme pengambilan keputusan dalam proses pemakzulan presiden atau wakil presiden di MPR.
Yance mengatakan dalil Forum Purnawirawan TNI yang menilai pencalonan Gibran cacat etik dan hukum dapat digunakan sebagai dasar usulan pemakzulan. Mereka harus menyampaikan tuntutan itu kepada DPR. Lalu Dewan akan menindaklanjutinya dengan penggunaan hak angket hingga hak interpelasi.
Keputusan DPR itu akan disampaikan kepada MPR. Lalu MPR meminta Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, serta memutus pendapat DPR bahwa presiden dan wakil presiden melanggar hukum. “Mekanismenya seperti itu,” kata Yance.
Ia melanjutkan, upaya pemakzulan presiden atau wakil presiden juga dapat ditempuh lewat langkah hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Caranya, pihak yang berkeberatan dapat menggugat keputusan KPU yang menerima pencalonan Gibran dalam pemilihan presiden 2024. Langkah hukum ini sudah dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, tapi majelis hakim PTUN Jakarta menolak permohonan tersebut.
“Kalau serius, purnawirawan bisa mendorong ini melalui jalur DPR dan PTUN dengan dalil serta pembuktian yang kuat,” ujar pengajar hukum tata negara di Universitas Gadjah Mada ini.
(Sumber: TEMPO)