Satu Tahun Badai Al-Aqsa, Mengubah Mata Dunia
Oleh: Ali Farkhan Tsani
Operasi Badai Al-Aqsa (Taufanul Aqsa) sejak 7 Oktober 2023 yang dilancarkan oleh Gerakan Perlawanan Islam Hamas bersama faksi-faksi Palestina lainnya, setahun berlalu telah membuka mata dunia tentang kerapuhan penjajah Zionis Israel.
Serangan itu merupakan aksi perlawanan terhadap penjajah Zionis Israel, yang telah bercokol di bumi Palestina sejak 1948, atau saat ini memasuki 76 tahun. Jika ditarik ke Jalur Gaza, maka serangan itu adalah bentuk perlawanan dari wilayah di Selatan Palestina itu, yang diblokade dari darat, laut, dan udara sejak 2006.
Ya, Operasi Badai Al-Aqsa sejak 7 Oktober 2023, telah mempunyai dampak yang luas, baik pada tingkat internal Palestina maupun pada tingkat regional dan internasional, baik kalangan umat Islam maupun manusia pada umumnya.
Narasi yang diciptakan media Zionis Israel dan yang pro-Zionis mengatakan bahwa Zionis berdalih melakukan pertahanan diri ketika membombardir Jalur Gaza dengan brutal tak berperikemanusiaan sama sekali.
Padahal serangan perlawanan para pejuang Gaza merupakan reaksi wajar atas puluhan tahun pendudukan Zionis Israel terhadap rakyat Palestina, dengan keterlibatan Barat. Inggris adalah negara yang mendirikan Israel sebagai negara boneka. Sementara Amerika Serikat kemudian mensponsorinya dengan uang, senjata, dan media, serta ketidakmampuan PBB.
Serangan perlawanan itu adalah upaya sah untuk melenyapkan rezim apartheid yang sudah lama berdiri tanpa menemukan solusi yang adil dan komprehensif.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah cacat struktural dan menggunakan standar ganda dalam melihat Palestina.
Sementara sebaliknya, operasi genosida yang dilakukan Zionis Israel di Jalur Gaza, dan kemudian meluas ke Tepi Barat dan Lebanon. Serangan dari darat, udara dan laut itu, telah menimbulkan puluhan ribu korban di Gaza (41.689 orang syahid dan 96.625 orang luka-luka). Sebagian besar adalah warga sipil, sebagian besarnya lagi perempuan dan anak-anak.
Menggunakan terjadinya kelaparan sebagai bagian dari genosida adalah cara lain untuk mendorong warga Palestina meninggalkan Gaza dan Palestina serta mencapai tujuan mereka.
Impian Zionis tidak lain adalah hendak memperluas Israel Raya yang terbentang dari Sungai Efrat hingga Sungai Nil, klaim mereka, “Ardhuki ya Israil minal furat ilan nil”.
Al-Aqsa Garis Merah
Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) yang berbasis di Jalur Gaza menyatakan bahwa Masjid Al-Aqsa adalah “Garis Merah” (khathun ahmaru) di mana pendudukan Zionis Israel tidak dibenarkan melaksanakan rencananya mengubah realitas Masjid Al-Aqsa apalagi kalau sampai mengendalikannya.
Hal ini seperti ditegaskan oleh Juru Bicara Hamas Khaled Qadomi, sehari setelah Operasi Badai Al-Aqsa, 8 Oktober 2023, “Aksi ini merupakan respons terhadap semua kekejaman yang dilakukan pendudukan Zionis terhadap warga Palestina selama beberapa dekade dan upaya yahudisasi tempat suci umat Islam, Masjid Al-Aqsa.”
“Kami dan saudara-saudara kami dengan segala daya berada di gerbang Masjid Al-Aqsa milik umat Islam semuanya, untuk menjaganya dari serangan pasukan Zionis Israel. Sementara kalian wahai umat Islam sudah berbuat apa untuk rumah Allah Masjid Al-Aqsha?” Tanya Syaikh Dr. Abdullah Umar, salah seorang ulama pejuang Gaza saat berkunjung ke Indonesia.
Masjid Al-Aqsa adalah tempat ibadah ketiga yang utama umat Islam setelah Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Masjid Al-Aqsa juga adalah kiblat pertama kaum Muslimin, tempat singgah Isra Mi’raj Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sekaligus Masjid Al-Aqsa adalah tempat yang sangat dianjurkan untuk dikunjungi umat Islam, dan menjadi kewajiban seluruh umat Islam untuk menjaganya.
Karena itulah, Operasi Badai Al-Aqsa, sesuai namanya, adalah akan memporakporandakan siapapun yang hendak mengambil alih kendali atas Masjid Al-Aqsa. Garis Merah yang tak boleh dilewati sejengkalpun oleh pemukim Yahudi dan pasukan Zionis itu.
Serangan Mendadak
Operasi mendadak skala besar 7 Oktober 2023 juga bertujuan untuk membebaskan para tahanan Palestina yang berada di penjara-penjara Zionis Israel.
Hamas mengumumkan saat operasi itu pihaknya telah menembakkan tak kurang dari 5.000 roket sekitar pukul 03.30 waktu setempat, sebuah eskalasi paling serius sejak perang 11 hari pada tahun 2021.
Serangan terjadi bertepatan dengan hari raya Yahudi, Simchat Torah, yang menandai penutupan siklus tahunan pembacaan Taurat.
Saat itu, usai serangan asap mengepul di kawasan pemukiman Israel dan orang-orang berlindung di balik bangunan ketika sirene dibunyikan. Sirene pun meraung-raung hingga ke Tel Aviv dan Beersheba.
Beriringan dengan serangan ribuan roket dari Gaza, hal itu sekaligus berfungsi sebagai pengalihan agar pasukan penembak Hamas bisa menyusup ke Israel sekitar pukul 04.40 waktu setempat.
Pejuang Hamas pun sebagian masuk melalui celah di pagar keamanan yang memisahkan Gaza dan Israel. Sebuah video menunjukkan enam sepeda motor dengan pejuang melintasi lubang di pagar besi. Sebuah foto yang dirilis oleh Hamas menampilkan buldoser merobohkan sebagian pagar.
Ada juga prajurit Hamas terlihat terbang menggunakan parasut bertenaga mesin. Beberapa di antaranya juga terlihat menggunakan perahu motor menuju Zikim, kota pesisir Israel yang memiliki pangkalan militer.
Militer Israel mengatakan pada pukul 07.00 waktu setempat, pasukan Hamas menembus setidaknya tiga instalasi militer di sekitar perbatasan penyeberangan perbatasan Beit Hanoun (Erez), pangkalan Zikim, dan markas besar divisi Gaza di Reim.
Video Hamas menunjukkan para pejuang Hamas tampak berlari menuju gedung yang terbakar di dekat tembok beton tinggi dengan menara pengawas. Para pejuang tampaknya menguasai bagian dari fasilitas militer Israel dan menembak dari balik tembok.
Beberapa kendaraan militer Israel dapat direbut, dan kemudian dibawa ke Gaza dan diarak di sana. Pejuang Hamas juga menyerbu kota Sderot, Be’eri, dan kota Ofakim, 30 km timur Gaza.
Hingga larut malam, pasukan Israel masih berupaya membersihkan wilayah yang dikuasai pejuang Hamas.
Sejak serangan Hamas terhadap Israel selatan pada tanggal 7 Oktober 2023, telah berhasil menewaskan lebih dari 1.400 orang Israel dan menyandera 242 warga Israel, termasuk tentara di dalamnya.
Kegagalan Intelejen
Operasi Badai Al-Aqsa menjadi bukti kegagalan intelijen yang sangat besar bagi Zionis Israel. Padahal Israel memiliki jaringan intelijen terluas dan tercanggih di Timur Tengah, baik domestik (intelejen dalam negeri Shin Bet dan intelejen militer Aman ) maupun eksternal internasional (Mossad).
Padahal Zionis mempunyai agen mata-mata tidak hanya di wilayah Palestina tetapi juga di Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, Iran dan negara-negara lain.
Zionis juga dikenal memiliki kemampuan membunuh lawan, baik dengan serangan pesawat tak berawak (drone) atau bahkan ponsel dan pager yang dijadikan jebakan.
Namun, menghadapi Operasi Badai Al-Aqsa, para analis militer mengatakan, badan keamanan Israel gagal dalam memperkiraan intelijen dan dalam skenario untuk menghadapi kejutan dari aksi tersebut.
Para analis menyebutkan kegagalan intelijen Israel terlihat dari lengahnya pertahanan militer Israel dan kurangnya kesiapan menghadapi skenario seperti itu. Termasuk tidak menyangka adanya infiltrasi militan dari Gaza ke selatan, serta kurangnya kesiapan front dalam negeri untuk membela warga sipil dan menjamin keselamatan mereka.
Kepala Divisi Intelijen Militer Israel, Aharon Haleva, mengakui pada hari Selasa, 17 Oktober 2023, sepekan setelah serangan Operasi Badai Al-Aqsa bahwa ia gagal memperingatkan serangan Hamas terhadap permukiman Israel dan titik-titik militer.
Radio Angkatan Darat Israel mengutip pernyataan Haleva dalam pesan resminya, “Awal perang adalah kegagalan intelijen.”
Haleva menambahkan, “Departemen Intelijen Militer di bawah kepemimpinan saya telah gagal memperingatkan serangan yang dilakukan oleh Hamas.”
Pernyataan serupa juga dikeluarkan oleh Kepala Dinas Keamanan Umum Shin Bet dan Kepala Staf Angkatan Darat Israel. Kepala Dinas Keamanan Shin Bet Israel, Ronen Bar, mengakui kegagalannya mengeluarkan peringatan tentang serangan Hamas saat fajar tanggal 7 Oktober, dan menekankan bahwa dia memikul tanggung jawab penuh.
Akibat kegagalan intelejen itu, Komandan Unit 8200 intelijen tentara Israel, Brigadir Jenderal Yossi Sariel, mengundurkan diri. Dia menerima tanggung jawab atas peristiwa pada 7 Oktober 2023, harian Yedioth Ahronoth melaporkan.
Sariel adalah salah satu dari tujuh pejabat tinggi, termasuk pejabat senior tentara Israel, yang mengundurkan diri setelah menghadapi kritik atas serangan Hamas di lokasi militer dan pemukiman Israel yang dulunya merupakan pertanian dan desa Palestina.
Dalam tiga bulan terakhir, sejak Oktober 2023, komandan Divisi Gaza tentara Israel, Brigadir Jenderal Avi Rosenfeld, Kepala Distrik Selatan badan keamanan Shin Bet, dan seorang perwira intelijen di divisi Gaza, semuanya mengundurkan diri karena alasan yang sama.
Brigadir Jenderal Amit Saar, Kepala Divisi Penelitian Direktorat Intelijen Militer, menyusul mengundurkan diri pada pekan pertama Februari 2024.
Militer Babak Belur
Kekuatan militer Zionis Israel yang katanya superior, disupport kekuatan militer nomor wahid di dunia, Amerika Serikat plus Inggris dan negara-negara sekutu lainnya, ternyata babak belur dihajar roket rakitan dan taktik terowongan bawah tanah para pejuang Gaza.
Hampir 1.000 kendaraan tempur Israel hancur atau rusak dihantam senjata pejuang Gaza. Termasuk di antaranya 720 tank tercanggih di dunia Markava. Spesifikasi Tank Markava dengan harga USD10juta (Rp155 Miliar), diproduksi tahun 2001, dengan bobot 65 ton. Kalau diuangkan kerugian dari hancurnya Tank Markava saja sudah mencapai lebih dari Rp116 triliun.
Babak belur dari sisi militer lainnya, menurut data resmi Departemen Rehabilitasi di Kementerian Pertahanan Israel, bahwa pihaknya telah menerima 10.566 tentara yang terluka sejak dimulainya perang pada 7 Oktober 2023. Itu artinya, lebih dari 1.000 tentara terluka setiap bulannya.
Menurut pernyataan kementerian, lebih dari 3.700 korban luka menderita cedera anggota tubuh, termasuk 192 cedera kepala, 168 cedera mata, 690 cedera tulang belakang, dan 50 orang diamputasi.
Dikatakan lagi bahwa 35% tentara yang terluka menderita kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma, dan 37% menderita luka-luka pada anggota tubuh.
Media Israel memberitakan ribuan tantara Israel terpaksa ditarik dari Gaza, karena mengalami gangguan kejiwaan, dengan lebih dari 100 kasus saling menembak di antara sesama tentara Israel. Ratusan lainnya tewas karena terjatuh, tabrakan, dan kecelakaan lainnya.
Ambruknya Ekonomi
Perang berkepanjangan, sirine yang meraung-raung membuat warga Israel tak bekerja ke luar rumah, pesawat-pesawat komersial yang tertunda hingga tahun 2025 dari dan ke mancanegara, pengangguran tingkat hingga hingga kaburnya ratusan ribu warga ke luar Israel untuk mencari tempat aman. Semua itu menunjukkan titik nadir ambruknya ekonomi Israel.
CNBC Indonesia Research mengungkapkan defisit anggaran Israel sebesar 11,7 miliar shekel atau Rp50,39 triliun per April 2024.
Pendapatan pajak juga turun 4,1% dalam empat bulan pertama tahun 2024, dengan pendapatan pajak turun 13,1% pada bulan April saja.
Israel pun terpaksa harus menambah utang 160 miliar shekel atau setara dengan Rp 696,6 triliun utang pada akhir 2023.
Pada akhirnya, Ekonomi Israel pun otomatis jatuh akibat perang tak berkesudahan.
Gubernur Bank Sentral Israel, Amir Yaron, memperkirakan perang atas Gaza membuat pemerintah Israel merugi sekitar 210 miliar Shekel atau sekitar Rp 903 triliun, dalam sepuluh bulan perang. Ini artinya, Israel harus mengeluarkan anggaran lebih dari 90 triliun tiap bulannya, atau 3 trilun per hari!
All Eyes On Rafah
Rafah sebagai tempat terakhir para pengungsi warga Gaza, memang diserang dan dibombardir oleh pasukan Zionis. Namun itu justru memancing emosi warganet. Maka, viral di jagat maya gambar yang mengandung pesan All Eyes on Rafah, seluruh mata melihat Rafah, di ujung selatan Jalur Gaza.
Jutaan orang membagikan gambar bertajuk All Eyes on Rafah, menggema di media sosial. Gambar yang menyerukan agar orang-orang melihat, memerhatikan genosida yang dilakukan oleh Zionis Israel di Gaza, khususnya di Rafah, kantong terakhir para pengungsi berlindung di tenda-tenda darurat.
Gambar All Eyes on Rafah itu telah dibagikan lebih dari 29 juta kali di Instagram dalam waktu kurang dari 24 jam.
Gambar itu menyoroti dorongan baru di media sosial oleh para pendukung, simpatisan dan orang-orang yang peduli pada penderitaan kemanusiaan Palestina, setelah serangan udara Zionis Israel yang brutal dan mematikan.
Gambar itu menunjukkan deretan tenda-tenda di kamp pengungsi yang disusun dengan tulisan All Eyes on Rafah, yang artinya “Semua Mata Tertuju ke Rafah”.
Para public figure dari kalangan influencer, atlet, hingga selebritas, pun ikut memposting gambar tersebut. Termasuk bintang film “Bridgerton” Nicola Coughlan, asal Irlandia. Ada juga penyanyi sekaligus penulis lagu, Kehlani Ashley Parrish (29 th), asal California.
Tak ketinggalan, salah satu aktor top India, Varun Dhawan. Ia salah satu selebritas dengan bayaran tertinggi di India saat ini. Ia pun memposting All Eyes on Rafah di akun medsosnya.
Instagram, dan platform X, di samping Face Book, dalam beberapa bulan terakhir telah menjadi saluran penting bagi warganet dalam mendukung perjuangan warga dan bangsa Palestina.
Dalam hal ini tentu agar gambar yang membawa pesan All Eyes on Rafah, semakin luas tersebar, untuk membuka mata dan jiwa manusia yang masih memiliki jiwa kemanusiaan.
Dikucilkan Dunia
Viral aksi demo di dunia maya, di panggung internasional, Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag pada Jumat (19/7/2024) menyatakan bahwa pendudukan Israel di wilayah Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun adalah “ilegal” dan harus segera diakhiri.
Keputusan ini tentu saja menuai kecaman dari Israel yang menyebutnya sebagai “keputusan penuh kebohongan”. Namun pasti disambut baik oleh para pejuang Palestina dan para pendukungnya dengan menyebutnya keputusan “bersejarah”.
Meskipun pernyataan ICJ ini bersifat tidak mengikat, hal ini meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Israel.
Dalam pernyataannya, hakim ketua ICJ Nawaf Salam mengatakan, “Pengadilan telah menemukan bahwa keberadaan Israel yang terus-menerus di Wilayah Palestina adalah ilegal. Israel memiliki kewajiban untuk mengakhiri keberadaannya yang tidak sah ini secepat mungkin.”
ICJ juga menambahkan bahwa Israel wajib menghentikan semua aktivitas permukiman baru dan mengevakuasi semua pemukim dari tanah yang diduduki.
Sebuah adegan dramatis yang terjadi di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa hari Jumat (27/9/2024), saat delegasi dari berbagai negara walk out, sebagai protes terhadap pidato Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, semakin menunjukkan keterdesakkan Zionis Israel di kancah internasional.
Aksi walk out tersebut, yang dipimpin oleh delegasi Turki dan diikuti oleh negara-negara lain, merupakan tanggapan terhadap agresi militer Netanyahu yang terus berlanjut di Gaza dan Lebanon.
Di markas besar PBB, demonstrasi turun ke jalan Solidaritas Paletina meletus di berbagai kota di dunia, yang negaranya justru pro-Israel. Sebut saja di New York dan Washington (AS), London (Inggris), Berlin (Jerman), Paris (Prancis) dan Den Haag (Belanda). Termasuk di negara-negara yang pemerintahnya menjalin normalisasi dengan Israel, seperti di Yordania, Mesir dan Maroko. Di Indonesia sudah pasti demo itu marak, juga di Malaysia dan Turkiye.
Tak ketinggalan para mahasiswa dari universitas terkemuka di AS (Campbride) dan Inggris (Oxford) ikut menggelar demo peduli Palestina. Bahkan ikut dalam demo komunitas Yahudi Jewish Voice for Peace (JVP), yang menyerukan agar Netanyahu diadili sebagai penjahat perang atas tindakannya di Gaza.
Sementara dari dalam negeri Israel sendiri, rakyatnya demo hampir tiap akhir pekan menuntut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agar mundur dari jabatannya.
Di negeri Amerika Latin, Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva menyebut Gaza sebagai “salah satu krisis kemanusiaan terburuk dalam sejarah modern, dan memperingatkan bahwa kekerasan kini menyebar ke Lebanon.”
Tetangganya, Presiden Kolombia Gustavo Petro juga menyampaikan pernyataan tegas, dengan mengatakan bahwa “Pengendalian manusia atas dasar barbarisme sedang dibangun dan demonstrasinya adalah Gaza, Lebanon. Ketika Gaza mati, seluruh umat manusia akan mati.”
Bertahan
Setahun bertahan dari gempuran membabi buta, adalah keberhasilan tersendiri dari para pejuang dan rakyat Gaza. Kemenangan tampak semakin dekat di depan mata.
Penguatan rekonsiliasi faksi-faksi menuju Peratuan Nasional Palestina, tentu menjadi langkah strategis berikutnya yang harus terus ditingkatkan.
Dukungan material, support semangat dan doa dari seluruh kaum Muslimin, menjadi bara api perjuangan tersendiri dari para pejuang Badai Al-Aqsa dan penjaga Masjid Al-Aqsa.
Tidak ada yang kecil dalam perjuangan, kalau itu dikaitkan dengan nilai perjuangan yang besar, Masjid Al-Aqsa, Baitu Maqdis, Palestina.
Lukisan, ilustrasi, animasi, goresan pena, jari-jari di media sosial, syal, kefiyeh, kunci, semangka, semua bernilai besar dalam perjuangan kemerdekaan Palestinma dan pembebasan Masjid Al-Aqsa. Allahu Akbar! Al-Aqsa Haqquna!!
(Sumber: MINA)
⚡️Al-Qassam Brigades reveal details of the first hours of the flood:
— Warfare Analysis (@warfareanalysis) October 7, 2024
4,500 fighters from our forces participated in the “Al-Aqsa Flood” operation, 3,000 of them for maneuver operations and 1,500 for support and backup operations.
In less than two hours, we successfully breached… pic.twitter.com/j8YOpujcTF
يجب أن لا ينسى هذا اليوم لأنه يوم مبارك ...
— همام شعلان || H . Shaalan (@osSWSso) October 6, 2024
7 - أكتوبر - 2023م 🔃 pic.twitter.com/2mTtHViGmr