𝐌𝐞𝐧𝐝𝐨𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐛𝐚𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐮𝐚𝐬𝐚 𝐙̣𝐨̄𝐥𝐢𝐦?
Oleh: Arsyad Syahrial
Pagi-pagi mendapatkan postingan sesengustad yang membawakan perkataan dari al-Imām al-Ḥasan ibn Àliyy al-Barbahāriyy رحمه الله تعالى di dalam kitābnya yang berjudul "Ṡarhus-Sunnah":
وإذا رأيت ٱلرجل يدعو على ٱلسلطان فاعلم أنه صاحب هوى … وإذا سمعت ٱلرجل يدعو للسلطان بالصلاح فاعلم أنه صاحب سنة إن شاء ٱلله
“Apabila kamu melihat seseorang yang mendoakan jelek kepada penguasa, ketahuilah bahwa ia adalah aḥlul-bidàh … apabila kamu mendengar orang yang mendoakan kebaikan pada penguasanya, maka ketahuilah bahwa ia adalah aḥlus-sunnah.”
Lalu dibawakan lah doa-doa kebaikan bagi penguasa oleh si ngustad…
Maka seperti biasa pertanyaannya adalah: benarkah pendapat yang demikian itu…❓
Well, sebenarnya ini adalah kelakuan gerombolan Neo Murji-ah Kokohiyyūn, namun karena keder parTAI sekarang sudah jadi warga Panti Pijat++, kelakuan menukil dalīl / perkataan ùlamā’ untuk membela penguasa ẓōlim pun mereka lakukan juga.
Adapun untuk menjawabnya maka kita perlu bahasan yang agak panjang:
🔵 Pertama, doa itu adalah "senjata" bagi kaum Mu’minīn terhadap keẓōliman penguasa.
Dahulu saat Nabi Musa عليه الصلاة و السلام sudah merasa memuncak kemarahannya terhadap kelaliman sang Penguasa Negeri Mesir, yaitu Firàun dan kroni-kroninya yang ngeyel mendustakan agama Allōh ﷻ dan menẓōlimi orang-orang mu’min dari kalangan Banī Isrō-īl, maka Nabi Musa pun berdoa kepada Allōh ﷻ.
Kata Allōh ﷻ mengisahkan doa Nabi Musa tersebut di dalam firman-Nya:
وَقَالَ مُوسَىٰ رَبَّنَآ إِنَّكَ ءَاتَيۡتَ فِرۡعَوۡنَ وَمَلَأَهُۥ زِينَةً وَأَمۡوَٰلًا فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّواْ عَن سَبِيلِكَۖ رَبَّنَا ٱطۡمِسۡ عَلَىٰٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ وَٱشۡدُدۡ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ فَلَا يُؤۡمِنُواْ حَتَّىٰ يَرَوُاْ ٱلۡعَذَابَ ٱلۡأَلِيمَ
“Dan Mūsā berkata: "Wahai Robb kami, sungguh Engkau telah memberi kepada Firàun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan di Dunia. Wahai Robb kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Wahai Robb kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, mereka tak pernah akan berīmān hingga mereka melihat ażāb yang pedih."” [QS Yūnus (10) ayat 88].
Lihatlah betapa mengerikannya permintaan di dalam doa Nabi Musa عليه الصلاة و السلام kepada Allōh ﷻ untuk keburukan penguasa negeri Mesir dan kroni-kroninya itu!
Maka apa jawaban Allōh ﷻ terhadap doa Nabi Musa itu?
Kata Allōh ﷻ di dalam firman-Nya:
قَالَ قَدۡ أُجِيبَت دَّعۡوَتُكُمَا فَٱسۡتَقِيمَا وَلَا تَتَّبِعَآنِّ سَبِيلَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ
“Allōh berfirman: "Sungguh telah diperkenankan permohonan kalian berdua. Sebab itu, tetaplah kalian berdua pada jalan yang lurus, dan janganlah sekali-kali kalian mengikuti jalan orang-orang yang tak mengetahui."” [QS Yūnus (10) ayat 89].
Tetapi bukankah penguasa zaman sekarang tidaklah sebengis dan sekafir Firàun, dan bukankah kita juga bukanlah Nabi Musa ❓
Iya, bisa jadi penguasa Zaman Now belum sebengis, selalim, dan sekāfir Firàun, dan pastinya kita juga tentunya tak mungkin sama dengan Nabī Mūsā, AKAN TETAPI bukan berarti terhalang mendoakan keburukan bagi penguasa yang ẓōlim.
Bahkan telah jelas Baginda Nabī ﷺ mendoakan keburukan bagi siapapun yang diberikan kekuasaan atas ummat Islām lalu ia berbuat ẓōlim terhadap kaum Muslimīn:
ٱللّٰهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَٱشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَٱرْفُقْ بِهِ
“Wahai Allōh, siapa saja yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku, lalu ia mempersulit urusan mereka, maka persulitlah ia. Siapa saja yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku, lalu ia berusaha membersamai mereka, maka bersamai pulalah ia.” [HR Muslim no 1828; Aḥmad no 23481, 25003, 25015].
Di dalam sebuah riwayat dari Abū Àwānah dalam kitāb ṣoḥīḥnya, penguasa yang khianat itu didoakan la`nat oleh Baginda Nabī ﷺ:
مَنْ وَلِيَ مِنْهُمْ شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَعَلَيْهِ بَهْلَةُ ٱللَٰـهِ ؛ فَقَالُوا : يَا رَسُولَ ٱللّٰـهِ وَمَا بَهْلَةُ ٱللّٰـهِ ؛ قَالَ : لَعْنَةُ ٱللّٰـهِ
“Siapa saja yang memimpin mereka (kaum Muslimīn) dalam suatu urusan lalu ia menyulitkan mereka, maka semoga bahlatullōh atasnya.” ; Maka mereka pun bertanya: "Wahai Rosūlullōh, apakah bahlatullōh itu?" ; Beliau ﷺ menjawab: “Laknat Allah.”_ [lihat: Subulus-Salām no 1401].
Coba perhatikan, saat itu Baginda Nabī ﷺ tidak pada posisi yang diẓōlimi oleh penguasa, namun jelas-jelas Beliau ﷺ mendoakan keburukan penguasa yang ẓōlim kepada kaum Muslimīn. Maka apalagi doa orang (rakyat) yang benar-benar mendapat perlakuan ẓōlim?
Bukankah Nabī ﷺ pernah bersabda:
ٱتَّقِ دَعْوَةَ ٱلْمَظْلُومِ ، فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ ٱللّٰـهِ حِجَابٌ
“Takutlah dengan doa orang yang diẓōlimi, karena tiada pembatas antara ia dengan Allōh.”_ [HR al-Buḳōriyy no 1496, 2448, 4347; Muslim no 19; Abū Dāwūd no 1584; at-Tirmiżiyy no 625, 2014; an-Nasā-iyy no 2435, 2522; Ibnu Mājah no 1783; Aḥmad no 1967; ad-Dārimiyy no 1655].
Apabila diperhatikan redaksi lengkap dari ḥadīṫ tersebut, maka jelas itu adalah perintah Baginda Nabī ﷺ kepada Ṣoḥābat Muȁdz ibn Jabal رضي الله تعالى عنه untuk berlaku àdil terhadap penduduk Yaman yang taat kepadanya (Muȁdz diutus sebagai pengambil harta zakāt ke Yaman).
Maka sungguh sangat menggelikan ketika orang sudah diẓōlimi sebegitu rupa malahan dilarang untuk mendoakan keburukan terhadap penguasa yang menẓōliminya, sementara jelas-jelas Baginda Nabī ﷺ memerintahkan untuk berhati-hati dengan doa orang yang diẓōlimi. Sesat menyesatkan yang demikian itu…!
Di dalam kitāb Ḥisnul-Muslim karya Shaeikh Dr Saȉd ibn Àliyy ibn Wahf al-Qoṭōniyy, maka akan ditemukan doa yang diajarkan oleh Nabī ﷺ kepada kaum Muslimīn jika berhadapan dengan penguasa yang ẓōlim, yaitu:
ٱللّٰهُمَّ إِنّا نَجْـعَلُكَ فِي نُحُـوْرِهِـمْ ، وَنَعـُوْذُ بِكَ مِنْ شُرُوْرِهِـمْ
“Wahai Allōh, sungguh kami menjadikan-Mu di depan kami dalam menghadapi mereka, dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka.” [HR Abū Dāwūd no 1537].
Masih di dalam kitāb Ḥisnul-Muslim, Nabī ﷺ juga mengajarkan doa saat menghadapi keẓōliman penguasa, yaitu:
ٱللّٰهُمَّ رَبَّ ٱلسَّمَاوَاتِ ٱلسَّبْعِ ، وَرَبَّ ٱلْعَرشِ ٱلْعَظِيْمِ ، كُنْ لِيْ جَارًا مِنْ ~فُلَانِ~ وَأَحْزَابِهِ مِنْ خَلَائِقِكَ ، أَنْ يَفْرُطَ عَلَيَّ أَحَدٗ مِنْهُمْ أَوْ يَطْغَى ، عَزَّ جَارُكَ ، وَجَلَّ ثَنَاؤُكَ ، وَلَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ
“Wahai Allōh, Robb 7 Langit dan Bumi, Robb Àrṡ yang agung, jadilah penolongku dikala menghadapi ~Fulān~ dan dari sekutunya dari maḳlūq ciptaan-Mu, (agar) tiada seseorang pun dari mereka berlaku sewenang-wenang terhadapku atau melampaui batas, pembelaan-Mu amatlah besar, pujian terhadap-Mu amatlah agung, dan tiada sesembahan yang berhak diìbādahi dengan benar selain dari Engkau.”_ [HR al-Buḳōriyy, al-Adab al-Mufrod no 707; Ibnu Abī Ṡaibah no 29176 ~ dinilai ṣoḥīḥ Muhammad Nāṣiruddīn al-Albāniyy, as-Silsilah aḍ-Ḍoìfah no 2400].
Atau lafaẓ lain:
ٱللّٰـهُ أَكْبَرُ ، ٱللّٰـهُ أَعَزُّ مِنْ خَلْقِهِ جَمِيْعًا ، ٱللّٰـهُ أَعَزُّ مِمَّا أَخَافُ وَأَحْذَرُ ، أَعُوْذُ بٱللّٰـهِ ٱلَّذِيْ لَا إِلٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْمُمْسِكِ ٱلسَّمَاوَاتِ ٱلسَّبْعِ أَنْ يَقَعْنَ عَلَى ٱلْأَرْضِ إِلَّا بِإِذْنِهِ ، مِنْ شَرِّعَبْدِكَ ~فُلاَنٍ~ ، وَجُنُوْدِهِ وَأَتْبَاعِهِ وَأَشْيَاعِهِ ، مِنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنْسِ ، ٱللّٰهُمَّ كُن لِيْ جَارًا مِنْ شَرِّهِمْ ، جَلَّ ثَنَاؤُكَ وَعَزَّ جَارُكَ ، وَتَبَارَكَ ٱسْمُكَ ، وَلَا إِلٰهَ غَيْرُكَ
“Allōh Maha Besar, Allōh lebih perkasa dibanding seluruh maḳlūq-Nya, Allōh lebih perkasa dibanding semua yang aku takuti dan aku khawatirkan, aku berlindung kepada Allōh yang tiada sesembahan yang berhak diìbādahi dengan benar selain-Nya, yang mengendalikan 7 Langit hingga tak runtuh ke Bumi kecuali atas seizin-Nya, dari kejahatan hamba-Mu ~Fulān~ dan bala tentaranya serta pendukung-pendukungnya dari golongan jinn dan manusia. Wahai Allōh, jadilah penolongku untuk menghindari kejahatan mereka. Pujian terhadap-Mu amatlah agung, perlindungan-Mu amatlah besar, Maha Suci nama-Mu, dan dari-Mu. Tiada sesembahan yang berhak diìbādahi dengan benar selain dari Engkau.”_ [HR al-Buḳōriyy, al-Adab al-Mufrod no 708; Ibnu Abī Ṡaibah no 29177; aṭ-Ṭobarōniyy, al-Mu`jam al-Kabīr no 10599; al-Baihaqiyy, ad-Daàwāt no 422].
🔵 Kedua, para ùlamā’ besar kalangan Tabi'in atau Tabi'it Tabi'in mendoakan keburukan bagi penguasa ẓōlim.
Ada banyak riwayat ṣoḥīḥ di mana para ùlamā’ senior di kalangan Tābiȉn dan Tābi` Tābiȉn mendoakan keburukan bagi penguasa ẓōlim, contohnya:
▫ Saȉd ibn Jubair رضي الله تعالى عنه, seorang Tābiȉn senior, ùlamā’ fuqohā’ dan mufassīr, salah satu murid terbaik dari Ṣoḥābat mulia Àbdullōh ibn al-Àbbās رضي الله تعالى عنهما mengecam keras Gubernur di Madīnah saat itu (al-Ḥajjāj ibn Yūsuf aṫ-Ṫaqofiyy) yang terkenal sangat ẓōlim.
Diceritakan oleh Abū al-Yaqẓōn:
كان سعيد بن جبير يقول يوم دير الجماجم وهم يقاتلون : قاتلوهم على جورهم في الحكم وخروجهم من الدين وتجبرهم على عباد اللـه وإماتتهم الصلاة واستذلالهم المسلمين . فلما انهزم أهل دير الجماجم لحق سعيد بن جبير بمكة فأخذه خالد بن عبد اللـه فحمله إلى الحجاج مع إسماعيل بن أوسط البجلي
“Saȉd ibn Jubair pernah berkata ketika hari Dir al-Jamājim, saat itu ia sedang berperang (melawan pasukan al-Ḥajjāj): "Perangilah mereka karena keẓōliman mereka dalam menjalankan pemerintahan, keluarnya mereka dari agama, kesombongan mereka terhadap hamba-hamba Allōh. Mereka mematikan ṣolāt dan merendahkan kaum Muslimīn!". Saat penduduk Dir al-Jamājim kalah, maka Saȉd ibn Jubair mengungsi ke Makkah. Kemudian ia dijemput oleh Ḳōlid ibn Àbdullōh, lalu dibawa kepada al-Ḥajjāj bersama Ismā-ȉl ibn Ausaṭ al-Bajaliyy.”_ [Aṭar Riwayat Muḥammad ibn Sa`d, aṭ-Ṭobaqōt al-Kabīr VI/265].
▫ Saȉd ibn al-Musayyib رحمه الله تعالى, seorang Tābiȉn senior mendoakan keburukan kepada Banī Marwān sebagaimana yang diriwayatkan oleh muridnya, Àliyy ibn Zaid ibn Jud-àn, dari perkataan gurunya yang dinukil di kitāb al-Ma`rifah wat-Tāriḳ jil 1 hal 474, karya Ya`qūb al-Fasawiyy:
حدثنا الحجاج ، ثنا حماد ، عن علي بن زيد قال : قلت لسعيد بن المسيب : يزعم قومك أنه إنما منعك من الحج أنك جعلت للـه عليك إذا رأيت الكعبة أن تدعو على بني مروان ؟ قال : ما فعلت ، وما أصلي للـه صلاة إلا دعوت اللـه عليهم ! ، وإني قد حججت واعتمرت بضعا وعشرين مرة
“Al-Ḥajjāj menceritakan kepada kami, Hammād menceritakan kepada kami, dari Àliyy ibn Zaid: "Aku bertanya kepada Saȉd ibn al-Musayyib: "Kaum anda mengatakan yang menghalangi anda untuk berḥajji adalah tiap kali melihat Ka`bah, anda mendoakan keburukan atas Banī Marwān?". Saȉd menjawab: "Bukan itu yang aku lakukan, akan tetapi justru setiap kali sehabis ṣolāt aku selalu mendoakan keburukan atas mereka! Aku ini telah berḥajji dan berùmroh lebih dari 20x."”_
▫ Imām Ibrōhīm ibn Yazīd an-Naḳoìyy رحمه الله تعالى yang apabila disebut nama al-Ḥajjāj ibn Yūsuf aṫ-Ṫaqofiyy di depannya, maka ia berkata: "Ketahuilah, sungguh la`nat Allōh atas orang-orang yang ẓōlim!".
▫ Imām al-Ḥasan al-Baṣriyy رحمه الله تعالى pernah terang-terangan berḳutbah mencela al-Ḥajjāj ibn Yūsuf aṫ-Ṫaqofiyy. [lihat: Àbdul-Munìm al-Haṡimiyy, Àshrut-Tābiȉn].
▫ Imām Aḥmad ibn Ḥanbal aż-Żuhliyy رحمه الله تعالى pernah diancam dipenggal dengan pedang oleh Ḳolīfah al-Ma’mūn (Àbdullōh ibn Hārūn ar-Roṡīd) apabila ia tak mau mengatakan bahwa al-Qur-ān itu adalah maḳlūq (fitnah Ḳolqi al-Qur-ān), maka ketika Beliau mendengar kabar tersebut, Beliau justru mendoakan keburukan terhadap Ḳolīfah al-Ma’mūn dengan doa:
سَيِّدِي غَرَّ هَذَا الْفَاجِرَ حِلْمُكَ حَتَّى يَتَجَرَّأَ عَلَى أَوْلِيَائِكَ بِالْقَتْلِ وَ ٱلضَّرْبِ ، ٱللّٰهُمَّ فَإِنْ يَكُنِ ٱلْقُرْآنُ كَلَامَكَ غَيْرَ مَخْلُوقٍ فَاكْفِنَا مُؤْنَتَهُ
“Tuhanku, si Durjana ini telah tertipu oleh kelembutan-Mu sampai ia berani membunuh dan memukul para walī-Mu. Wahai Allōh, kalau al-Qur-ān adalah kalam-Mu, bukan maḳluq, maka bebaskan kami dari akibat buruknya (al-Ma’mūn).”_ [lihat: Abū Nuàim al-Iṣfahāniyy, al-Ḥilyah al-Auliyā’].
▫ Ṡaiḳul-Islām Aḥmad ibn Àbdul-Ḥalīm ibn Taimiyyah al-Ḥarrōniyy رحمه الله تعالى mendoakan Sultan Maḥmūd al-Ġozniyy dengan doa:
اللهم إن كان هذا عبدك محمود إنما يقاتل لتكون كلمتك هي العليا وليكون الدين كله لك فانصره وأيده وملكه البلاد والعباد ، وإن كان إنما قام رياء وسمعة وطلبا للدنيا ولتكون كلمته هي العليا وليذل الإسلام وأهله فآخذ له وزلزله ودمره واقطع دبره
“Wahai Allōh, seandainya hamba-Mu yang bernama Maḥmūd itu berjihād demi menjadikan kalimat-Mu sebagai yang tertinggi, dan menjadikan agama ini semuanya bagi-Mu, maka tolonglah ia, kuatkanlah ia, dan berilah ia kekuasaan atas negeri-negeri dan budak-budak. Namun apabila seandainya ia berdiri berjihād karena riyā’ dan sum‘ah, dan karena menginginkan keduniawian, dan menjadikan kalimat dirinya sebagai yang tertinggi, dan menghinakan Islām dan penganutnya, maka cabutlah kerajaannya, hancurkanlah ia, dan musnahkanlah ia!"_ [lihat: Ibnu Kaṫīr, al-Bidāyah wan-Nihāyah XIV/102].
⚠ Ternyata mendoakan keburukan bagi penguasa yang ẓōlim lagi jahat kepada kaum Muslimīn, penguasa yang mengambil sekutu dari kaum Kuffār yang memusuhi Islām, itu dilakukan oleh Nabiyullōh dan para Salafuṣ-Ṣōlih.
📌 Sebab, penguasa yang ẓōlim – yang suka berdusta kepada rakyatnya, suka ingkar janji, suka berlaku curang , suka tidak àdil/fair – itu bahkan diancam oleh Baginda Nabī ﷺ:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ ٱللّٰـهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ ٱللّٰـهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ
“Siapa saja yang dibebankan oleh Allōh untuk memimpin rakyatnya, lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, niscaya Allōh mengḥarōmkan Syurga atasnya.”_ [HR Muslim no 142; ad-Dārimiyy no 2838].
🔵 Ketiga, tidak ada petunjuk dalīl mendoakan kebaikan penguasa yang ẓōlim.
Bagaimana bisa masuk àqal sehat apabila para Nabiyullōh, para Salafuṣ-Ṣōliḥ, dan para ùlamā’ robbani, justru mendoakan keburukan bagi penguasa yang ẓōlim, lalu tetiba ada yang menyelisihi menyuruh mendoakan kebaikan bagi penguasa yang ẓōlim hanya berdasarkan satu perkataan dari Imām al-Barbahāriyy saja…???
‼️ TIDAK ADA dalīl ataupun perkataan ùlamā’ Salafuṣ-Ṣōliḥ yang menyuruh mendoakan kebaikan penguasa ẓōlim, melainkan hanya ada perkataan dari Imām al-Barbahāriyy tersebut di atas - sementara sanad kitāb tersebut juga bermasalah serta diragukan keṣoḥīhannya oleh para ùlamā’.
Ingatlah bahwa mendukung kedustaan dan keẓōliman penguasa entah dengan cara apapun – termasuk dan tidak dibatasi pada memelintir pemahaman atas dalīl – telah diancam keras oleh Baginda Nabī ﷺ:
ٱسْمَعُوا ! هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ ، فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَىَّ ٱلْحَوْضَ ، وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَىَّ ٱلْحَوْضَ
“Dengarkanlah! Apakah kalian pernah mendengar bahwa setelah aku akan ada penguasa-penguasa, siapa saja yang mendekat-dekat kepada mereka dan membenarkan kedustaan mereka, dan mendukung keẓōliman yang mereka lakukan, maka ia bukanlah bagian (ummat)ku dan aku bukanlah bagian darinya, dan ia takkan ikut minum bersamaku di al-Ḥauḍ. Siapa saja yang tak mendekat-dekat ke mereka, tak menolong keẓōliman mereka, dan tak membenarkan kedustaan mereka, maka ia adalah bagian dari (ummat)ku dan aku adalah bagian darinya, dan ia akan minum bersamaku di al-Ḥauḍ.”_ [HR at-Tirmiżiyy no 2259; an-Nasā-iyy no 4208; Aḥmad no 17424].
📍 Imām Sufyān ibn Saȉd aṫ-Ṫauriyy رحمه الله تعالى memperingatkan:
مَنْ دَعَا لِظَالِمٍ بِا لْبَقَاءِ فَقَدْ أَحَبَّ أَنْ يُعْصَى ٱللّٰـهَ
“Siapa saja yang mendoakan orang ẓōlim untuk tetap berkuasa, berarti ia suka Allōh didurhakai.”
Demikian, semoga bermanfaat.
(*)