Arus Bawah vs Arus Atas PKS

Arus Bawah vs Arus Atas PKS

Oleh: Erizal

Suara arus bawah yang diwakili DPW PKS DKI Jakarta mulai bersuara dan resmi mengajukan Anies Baswedan sebagai Calon Gubernur dari PKS.

Sebelumnya, "arus atas" sudah menyampaikan bahwa Calon Gubernur dari PKS akan diambil dari internal PKS sendiri, yakni Sohibul Iman, Mardani Ali Sera, dan Ahmad Syaikhu.

Ketiga nama itu bukanlah nama sembarangan. Ahmad Syaikhu, Presiden PKS saat ini. Sohibul Iman, Presiden PKS sebelumnya. Dan Mardani Ali Sera, Elit PKS yang sering tampil di media mewakili wajah PKS.

Tapi ketiga nama itu, tak satupun yang laku di arus bawah untuk bertarung di Pilgub DKI Jakarta. Balik lagi ke nama Anies Baswedan. 

Bagaimanapun, PKS menang di DKI Jakarta, salah satunya karena faktor Anies Baswedan.

Jadi, wajar kalau DPW PKS DKI Jakarta, mewakili suara arus bawah, kembali mengusung Anies Baswedan sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta. Bukan salah satu dari tiga calon yang disuarakan oleh arus atas.

Tapi, keputusan akhir ada di arus atas, bukan arus bawah. Arus bawah sering dianggap tak melihat apa yang dilihat oleh arus atas. Arus atas lebih tahu soal seluk beluk politik dan ke mana arah partai hendak dilabuhkan.

Suara arus bawah ini kalau diikuti memiliki satu konsekuensi, PKS kehilangan lagi, tidak saja posisi DKI satu, tapi juga posisi DKI dua. Kalau Anies sudah diusung sebagai Calon Gubernur dari PKS, maka calon wakil gubernur tentu saja dari partai lain.

Kursi PKS (walau peraih suara terbanyak) tak cukup untuk mengusung sendiri satu pasang calon. Harus berkoalisi dengan partai lain. Bisa NasDem atau PKB, atau keduanya sekaligus. Maka posisi DKI dua bisa diisi oleh Partai NasDem atau PKB.

Tapi berkaca dari formasi Pilpres lalu, mestinya posisi DKI dua tetap diberikan kepada PKS. Harus gantian. PKB sudah, NasDem tetap diwakili Anies. Tapi adakah soal giliran dalam politik? Yang berangkat (diusung) tetaplah yang punya "ongkos". Yang tak punya ongkos harus rela tak pergi ke mana-mana.

PKS tak hanya terkendala soal ongkos, tapi juga soal elektabilitas. Tak ada dari ketiga nama yang diajukan PKS yang bisa menambah elektabilitas kemenangan Anies. Irisan Anies dan PKS terlalu terpaut. Sementara Anies butuh irisan lain sebagai tambahan elektabilitas untuk memenangkan Pilgub DKI.

Koalisi Indonesia Maju (02) pastilah memasang Calon Gubernur yang juga sebanding dengan Anies. Ridwan Kamil, misalnya. 

Tinggal lagi poros PDIP. Apakah akan mencalonkan calon tersendiri atau bergabung dengan salah satu poros yang ada. 

Pilgub DKI Jakarta terancam hanya diikuti oleh dua poros, kecuali ada dari calon independen yang lolos sebagai calon.

Kalau PKS sudah resmi mencalonkan Anies, hampir bisa dipastikan Anies akan maju lagi Pilgub DKI Jakarta. Dan langkah-langkah itu, baik berupa narasi maupun langkah politik, terlihat sudah dimulai dijalankan Anies.

(25/5/2024)

Baca juga :