3 Pendapat Ngawur Tentang Haji

3 Pendapat Ngawur Tentang Haji 

Oleh: Ustadz Budi Marta Saudin (WNI tinggal di Saudi)

(1) Ka'bah adalah milik umat Islam, bukan milik Arab Saudi, maka setiap umat Islam berhak thawaf disana tanpa peduli aturan yang ada.

Betul bahwa semua muslim punya hak thawaf di Ka'bah, tapi Ka'bah ini letaknya di Arab Saudi, maka untuk dapat masuk ke area Ka'bah harus melalui izin pemerintah Arab Saudi. 

Seperti masjid Istiqlal Jakarta. Umat Islam boleh shalat dan mengambil manfaat pada fasilitasnya. Tapi apakah muslim asal luar Indonesia yang ingin ke Istiqlal boleh berbuat semaunya?. Kan harus taati aturan pemerintah Indonesia. 

(2) Haji tidak perlu pakai passport dan visa, dulu zaman nabi saja tidak ada.

Passport itu adalah data diri seseorang yang berada di luar negaranya. Jika seseorang tidak memiliki data diri, bagaimana dengan urusan administrasi?.

Passport itu sama seperti KTP, fungsinya sebagai dokumen diri. Jika ingin berobat ke rumah sakit, ditulis data pasien dengan melihat KTP. Bahkan daftar member sebuah toko juga harus memiliki KTP, karena wajib menulis nama dan nomor. Itu sangat prinsip bagi manusia yang hidup di zaman modern. 

Jika di dalam negeri saja keberadaan KTP sangat penting, tentu di luar negeri lebih penting lagi. 

Selanjutnya visa.. Visa ini adalah surat izin. Kenapa ini penting?.

Namanya tamu itu dimana-mana harus izin kepada tuan rumah. Pemilik rumah wajib tahu siapa yang ada di dalam rumahnya. Juga wajib tahu sampai kapan dia menginap di rumahnya, dll. 

Dengan adanya izin dari seorang tamu, pemilik rumah bisa menyiapkan hal-hal terkait dengan kebutuhan tamu hingga antisipasi terkait hal negatif yang menimpanya.

Negara juga demikian. Dengan adanya data visa yang masuk, maka akan dapat mengukur apa saja yang mesti dilakukan. 

Kalau dulu zaman nabi gak ada passpor dan visa, bagaimana ini? 

Dulu, sistem administrasi kependudukan masih belum seperti sekarang. Dulu pencatatan masih sangat minim, juga jumlah penduduk tidak sebanyak sekarang. Beda kondisi dan situasi. 

(3) Tidak perlu ada pembatasan jumlah jamaah haji.

Perlu diketahui bahwa luas Masjidil Haram, Arafah, Muzdalifah, dan Mina itu sangat terbatas. 

Jika setiap orang bebas diizinkan masuk ke Mekkah pada musim haji, betapa penuh dan sesaknya tempat-tempat tersebut. Hal itu akan menyebabkan kecelakaan fatal yang menimpa jamaah haji. 

Maka, pembatasan jumlah jamaah haji yang dilakukan oleh Arab Saudi dan disepakati oleh negara-negara Islam, adalah untuk kemaslahatan bersama, bukan dengan maksud menghalangi orang untuk beribadah haji. 

Demikian!


Baca juga :