Harusnya Tahu mana PERBEDAAN dan mana PENYIMPANGAN


Oleh: Fahmi Hasan Nugroho

Apa fungsi belajar fikih perbandingan? Di antaranya agar kita tahu mana perbedaan dan mana penyimpangan.

Beragamnya aliran (dan betapa terlalu demokratisnya) Islam di Indonesia mengharuskan kita untuk mempelajari kenapa perbedaan itu bisa muncul, apa metode yang digunakan, kemudian menilai apakah perbedaan ini masuk ke dalam kategori perbedaan yang muktabar atau sudah masuk ke dalam penyimpangan.

Apa batasnya? Metode istinbath yang digunakan. Perbedaan awal bulan antara rukyat global, imkan rukyat dan wujudul hilal masih menghargai teks yang berkaitan dengan perintah untuk menjadikan penampakan bulan sebagai patokan, maka khilafnya bisa dikategorikan muktabar meski saya yakin tidak semua dari anda sepakat dengan saya. 

Namun berbeda jika metode yang digunakan sudah keluar dari koridor ini, berapa banyak nash yang dilanggar dan digugurkan dengan klaim mendapatkan jawaban melalui perjalanan spiritual ini? Padahal jelas sangat subjektif dan bertentangan dengan nash dan fakta?

Kita memang berhadapan dengan dua kecenderungan antara tafrith (berlebihan/esktrem) dan ifrath (menggampangkan). Kelompok pertama hanya meyakini satu kebenaran dan tak sudi untuk sekedar menghargai pendapat pihak lain sehingga hasil didikannya melahirkan manusia-manusia dengan pola pikir hitam putih, with us or against us.

Tapi juga jangan lupa bahwa kecenderungan kedua (ifrath) juga ada dan bahkan bisa lebih banyak. Mereka berlindung di balik kata toleransi, menghargai perbedaan, dan pluralisme agar kita dipaksa untuk menerima penyimpangan. Tak ada lagi batasan benar dan salah, tak perlu metode, masa bodoh dengan turat, semuanya menjadi subjektif dan memiliki hak untuk dihargai.

Untuk kelompok kedua ini, kita perlu menanamkan bahwa tidak semua perbedaan itu layak untuk dianggap kecuali perbedaan itu dilandasi metode yang muktabar.

وليس كل خلاف جاء معتبرا # إلا خلافا له حظ من النظر 


Baca juga :