HAK ANGKET, LAYU SEBELUM BERKEMBANG, PDIP TERSANDERA KASUS

HAK ANGKET TAK KUNJUNG BERGULIR

👉Hak angket kecurangan pemilu tak berjalan mulus. Anggota Koalisi Perubahan menunggu sikap PDIP. Kenapa PDIP menyebut hak angket menjadi tanggung jawab bersama?

Sejumlah pengamat politik ragu pengajuan hak angket di DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilihan Umum 2024 akan berjalan mulus. Sebab, prosesnya berjalan panjang dan ditengarai tidak menyentuh pokok persoalan.

Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menyebutkan hak angket ada kemungkinan layu sebelum berkembang ketika partai politik saling menunggu siapa yang lebih dulu mengusulkan dalam rapat paripurna ke pimpinan DPR. Pengajuan hak angket juga berpotensi gagal karena mitra koalisi partai yang mengusulkan hak penyelidikan itu disebut-sebut bakal tersandera kasus. 

"Semua mitra koalisi yang ingin mengusung hak angket memiliki masalah hukum yang malah bisa menyandera mereka sendiri," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion itu saat dihubungi Tempo pada Ahad, 17 Maret 2024.

Menurut Dedi, PDIP tersandera oleh berbagai tuduhan korupsi, dari munculnya laporan terhadap calon presiden Ganjar Pranowo ke KPK hingga kasus Harun Masiku. 

Calon presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo, dilaporkan ke KPK oleh Indonesia Police Watch (IPW) sehubungan dengan kasus dugaan penerimaan gratifikasi. IPW melaporkan Ganjar selaku Gubernur Jawa Tengah periode 2013-2023. Pihak lain yang dilaporkan adalah Direktur Utama Bank Jateng periode 2014-2023, Supriyatno.

Adapun Harun Masiku merupakan tersangka kasus suap pergantian antar-waktu anggota DPR periode 2019-2024. Dia diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan. Tujuannya agar KPU menetapkannya sebagai anggota DPR. Kala itu Harun mencalonkan diri sebagai anggota legislatif PDIP dari daerah pemilihan Sumatera Selatan.

Dedi Kurnia Syah mengatakan PKB dan NasDem saat ini masih memiliki ikatan dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, termasuk Partai Persatuan Pembangunan yang masih berada di lingkaran pemerintahan. PPP sendiri merupakan anggota koalisi partai yang mengusung pasangan Ganjar-Mahfud. Walhasil, kata Dedi, hanya PKS yang tidak terikat dengan rezim saat ini. Kendati begitu, PKS tentu saja tidak bisa sendiri ataupun mampu menggulirkan hak angket di DPR.

Menurut dia, peluang hak angket bakal layu sebelum berkembang sangat besar. Sebab, hak angket tidak menyasar KPU dan Badan Pengawas Pemilu sebagai penyelenggara pemilu. "Hak angket menyasar Presiden sehingga perlawanannya sangat kuat,” ujarnya. 

Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Survei dan Polling Indonesia (SPIN) Igor Dirgantara mengatakan hak angket bak menembak kaki sendiri bagi pasangan calon presiden dari kubu 01 dan 03. Sebab, hak angket bukan hanya akan membongkar dugaan kecurangan pemilu di ranah pemilihan presiden (pilpres), tapi juga pemilihan legislatif (pileg). “Pengajuan hak angket ini sebenarnya seperti menembak kaki sendiri karena akan berbalik,” kata Igor seperti dilansir Antara pada Ahad, 17 Maret 2024.

Menurut Igor, pemilu legislatif dinilai lebih bermasalah daripada pilpres. Sebab, data yang diajukan kubu 01 dan 03 akan dibenturkan lagi oleh data yang disampaikan kubu pasangan 02, yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, ihwal dugaan kecurangan di tempat pemungutan suara. Kubu 02 diyakini juga menyiapkan data tandingan. Kubu Prabowo-Gibran, dari hasil penghitungan suara nasional di KPU, unggul sementara dengan raihan 54 persen.

Igor menilai kondisi ini akan merugikan kubu 01 dan 03 yang awalnya ingin menyelisik dugaan kecurangan pilpres. Hal ini pulalah, kata dia, yang membuat wacana hak angket di DPR terkesan maju-mundur. “Sebenarnya banyak kalangan yang menyebutkan hak angket digulirkan karena yang kalah ingin dilobi,” ucapnya.

Hingga saat ini belum ada kepastian kapan hak angket yang akan digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 digulirkan di DPR. Partai koalisi pendukung Ganjar-Mahfud belum tegas menyuarakan kapan hak angket ini digulirkan di DPR. 

Koalisi Perubahan Mulai Resah

Tiga partai Koalisi Perubahan pengusung Anies-Muhaimin tampaknya mulai resah karena PDIP tak kunjung memulai usulan hak angket di DPR. Dalam pertemuan antara tiga sekretaris jenderal partai, yakni NasDem, PKB, dan PKS, di NasDem Tower pada Jumat, 15 Maret lalu, mereka meminta PDIP menandatangani komitmen digulirkannya hak angket. 

Dua pejabat partai yang mengetahui pertemuan tersebut menuturkan PKS meminta PKB mendesak PDIP menandatangani perjanjian hak angket. Sebab, PKS skeptis hak angket pemilu bergulir bersama PDIP. PKS, menurut pejabat partai itu, masih kecewa saat pengajuan hak angket kasus Jiwasraya dan kereta cepat. Saat itu hak angket yang diajukan PKS dan Demokrat disebut-sebut mandek di meja Ketua DPR Puan Maharani (PDIP).

PKS menyatakan siap menandatangani pengajuan hak angket dugaan kecurangan pemilu ke DPR ketika PDIP juga meneken perjanjian untuk berkomitmen mengajukan hak penyelidikan tersebut. Seorang pejabat teras PKB mengatakan partainya telah berkomunikasi dengan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat dan Komarudin Watubun. Namun belum ada titik terang ihwal tanda tangan komitmen tersebut.

Masih dari pertemuan pada Jumat pekan lalu itu, Partai NasDem memberikan opsi bakal tetap maju untuk pengajuan hak angket apabila PDIP tidak ikut meneken. NasDem menyebutkan hak angket diajukan setelah 20 Maret 2024. Pada 20 Maret 2024 merupakan tenggat pengumuman rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU.

Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim, membenarkan adanya pertemuan pada Jumat pekan lalu itu. Dia menjelaskan pertemuan itu memang untuk mencari terobosan rencana hak angket yang terkesan mandek. 

Ia mengatakan NasDem mengusulkan agar partai di Koalisi Perubahan yang memulai mengusulkan hak angket di DPR saat paripurna. Namun Hermawi menegaskan PDIP harus tetap bersama-sama untuk memastikan, jika hak angket dilakukan melalui voting, mereka tetap bisa meraih suara 50 persen tambah satu suara di DPR.

Ihwal perjanjian dengan PDIP, ia menuturkan, Koalisi Perubahan ingin adanya semacam traktat di antara seluruh fraksi pendukung hak angket. Isinya, semua fraksi yang terlibat sepakat satu langkah dan saling menghormati atas dasar kesederajatan sesama partai. “Tidak ada yang boleh berbalik, meninggalkan ruang rapat atau bersikap lain, agar tiada dusta di antara kita. Itu yang akan kami usulkan kepada ketua umum masing-masing partai,” kata Hermawi kepada Tempo.

(Sumber: Koran TEMPO, Senin, 18 Maret 2024)

Baca juga :