Maaf, meski canda, tapi ungkapan "Allah mengabulkan doa th 2019" atau yang senada, adalah tidak benar & tidak boleh, itu terkesan MENGOLOK-OLOK DO'A

𝗝𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗧𝗘𝗥𝗞𝗘𝗦𝗔𝗡 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗢𝗟𝗢𝗞 𝗗𝗢'𝗔

Beredar foto ustadz AH, AS, dan (alm) ustadz Arifin Ilham  saat menyentuh dada Prabowo sambil mendoakan kebaikan untuk dirinya saat maju menjadi Capres tahun 2019. Kemudian foto itu ditambah dgn kalimat, "Doa para ustadz telah terkabul". "Memang pengabulan doa itu kadang ditunda oleh Allah." "Allah mengabulkan doa th 2019". 

Ironisnya, yang membagikan foto dan tambahan kalimat seperti itu dianggap orang yang faham dengan agama. 

Lalu, apa masalahnya? Terkesan mengolok ustaz yang dimaksud, mengolok doa, dijadikan gurauan, padahal suasana dan timing foto tersebut berbeda dengan kondisi politik saat ini.

Benar, bahwa salah satu cara Allah Ta’ala mengabulkan doa seorang hamba adalah dengan cara menunda pengabulannya. Sampai Allah mengabulkan doa itu pada waktu yang dianggap baik dan tepat untuk hamba-Nya.

Namun, doa dan dukungan ustaz AH, AS dan (alm.) ustadz Arifin Ilham terhadap Prabowo itu tentu kondisinya berbeda dengan saat ini. Doa itu diberikan saat beliau calon yang dianggap lebih baik dari rivalnya saat itu: Jokowi. Berbeda dengan kondisi saat ini yang proses awalnya saja sudah dianggap melanggar etika konsitusi.

Buktinya, UAS tidak lagi tampak keberpihakannya kepada Prabowo di pemilu 2024 tapi justru kepada ARB yang dianggap jauh lebih baik darinya. 

Maka, mengedarkan foto Prabowo saat didoakan pada tahun 2019 dan dianggap terkabul saat ini, terkesan olokan terhadap para ustaz yang dimaksud bahkan terhadap doa itu sendiri.

Padahal, di samping penundaan terkabulnya doa, Allah juga menyikapi doa seorang hamba dengan menghindari dirinya dari keburukan dunia. Atau, menunda pengabulan doa itu saat di dunia, dan tetap mengumpulkannya sebagai pahala yang akan diterimanya saat di akhirat.

Jadi, tidak seperti opini yang dibangun, bahwa doa ustaz AH, AS dan (alm.) ustadz Arifin Ilham tahun 2019 itu telah terkabul di tahun 2024 ini.

Sebegitu naifnya kita?

(Lidus Yardi)

Baca juga :