Omon omon ngabisin 250 juta?

Catatan Agustinus Edy Kristianto:

Halo, semoga kabar Anda semua baik adanya: sehat, penuh berkat.

Bagaimana kesan Anda terhadap debat capres semalam?

Kalau saya sangat menikmati pertunjukan itu. 

Saya menikmati eksplorasi ide, gagasan, dan seni retorika AB 01 dan GP 03.

Saya juga menikmati 'tarian omon-omon' penuh emosi yang meledak-ledak dari PS 02, meski saya tak menangkap apa ide dan gagasan dari yang bersangkutan, tetapi yang jelas pada hari ini ada iklan satu halaman (hlm. 3) di Kompas berjudul "Capaian Mengesankan Kementerian Pertahanan. Ikhtiar Menjaga Kedaulatan dan Keutuhan Negara".

Foto Presiden Jokowi mengacungkan jempol ke arah PS 02 menghiasi halaman iklan, yang saya duga bertarif lebih dari Rp250 juta itu, dan kemungkinan besar dibayar menggunakan dana APBN Kemenhan.

Sang pemilik jempol adalah bapak dari GRR, cawapres 02, yang pada forum debat capres 2019 menyerang PS soal kepemilikan 340 ribu hektare lahan, yang terdiri dari 220 ribu hektare di Kalimantan Timur dan 120 ribu hektare di Aceh Tengah. 

Kalimantan Timur adalah wilayah yang sekarang sedang dibangun IKN itu, lho.

Mari kita lihat konteksnya.

Pada 2019, Jokowi hendak mengatakan bahwa pembagian tanah negara kepada sejumlah pengusaha (termasuk PS) bukan dilakukan semasa pemerintahannya.

Yang mau dilakukan oleh Jokowi kala itu adalah mendistribusikan setidaknya 2,6 juta hektare lahan produktif kepada rakyat kecil, "Tidak memberikan kepada yang gede-gede."

Celakanya, PS termasuk yang gede-gede itu.

PS mengakui kepemilikan lahan itu yang ia sebut sendiri berstatus Hak Guna Usaha (HGU). HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu untuk digunakan usaha pertanian, perikanan, atau peternakan. 

Menurut Pasal 22 PP 18/2021, HGU diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 35 tahun.

Mengapa PS merasa layak mendapatkan lahan HGU itu, pada 2019 ia menjawab: "Daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya kelola sendiri karena saya nasionalis sejati dan patriot."

Artinya adalah, berbeda dengan PS, kita bukanlah golongan nasionalis sejati dan patriot, karena kita tidak dapat lahan ratusan ribu hektare itu. Paling nasionalis sejati dan patriot adalah PS.

Selain lahan HGU, menurut LHKPN 2022, PS setidaknya memiliki 10 bidang tanah dan bangunan senilai Rp275,3 miliar yang berstatus kepemilikan pribadi, terlepas dari yang bersangkutan nasionalis sejati dan patriot atau tidak---dalam hal ini persoalannya adalah semata di sana orang kaya, di sini korea-korea karena tak punya tanah dan bangunan pribadi sebanyak itu.

Tanah dan bangunan milik PS itu antara lain di Jaksel (841 m2 dan 580 m2) dan selebihnya di berbagai lokasi di Bogor seluas total lebih dari 200 ribu m2.

AB 01 mengontraskan fakta kekayaan PS 02 itu dengan fakta lain, yaitu, lebih dari separuh tentara Indonesia saat ini tidak memiliki rumah dinas.

Verifikasi fakta yang saya kutip dari laman KBR 68H menyebutkan, berdasarkan data Global Fire Power 2023, jumlah tentara Indonesia adalah TNI AU 40 ribu, TNI AD 300 ribu, dan TNI AL 75 ribu. Personel aktif total 400 ribu orang.

Menurut data Kemenhan, hingga Oktober 2022, pemerintah masih kekurangan jumlah rumah dinas tentara sekitar 237 ribu unit atau sekitar 51,7%.

Lantas apa artinya seluruh fakta dan data tersebut?

Bisa jadi kurang begitu berarti.

Faktanya, menurut survei Kompas setelah debat semalam, sebanyak 77,5% responden tidak akan berubah pilihan dan hanya 10,5% yang berubah pilihan setelah mencermati debat.

Artinya adalah masalah kita bukan cuma siapa sosok yang akan menjadi presiden kelak melainkan bakal sebebal/sebodoh apa kita sebagai pemilih di hadapan guyuran gula-gula bansos, pupuk, amplop, sarung dan tetek-bengek 'kreativitas' serangan fajar dan trik kecurangan jelang pencoblosan.

Apa mitigasi negara terhadap potensi kecurangan semacam itu?

Bahayanya adalah pemilih (dibuat) buta di muka fakta setelanjang itu sehingga tak bisa melihat berdasarkan terang nilai dan prinsip kebenaran, kejujuran, dan keadilan.

Pemilih menjadi kumpulan si bebal yang bermanfaat karena hak suaranya murah dijual kepada kaum haus kekuasaan.

Itu persoalan penting bagi saya, entah bagi Anda.

Salam. 

[VIDIO]  
Baca juga :