TIMANG-TIMANG CAWAPRES GANJAR, DARI NAHDLIYIN HINGGA KEPALA BIN

JAKARTA – Empat bulan menjelang pendaftaran para kontestan dalam pemilihan presiden 2024, pendulum politik kini berayun ke penentuan calon wakil presiden yang akan mendampingi tiga kandidat presiden saat ini. 

Begitu pula di kubu Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah yang akan diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai bakal calon pengganti Joko Widodo.

Kemarin, di tengah santernya kabar keinginan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk menduetkan Ganjar dengan sosok dari kalangan Nahdlatul Ulama, nama Kepala BIN Budi Gunawan kembali merangsek ikut meramaikan bursa. Sekelompok relawan pendukung Ganjar Pranowo yang menamakan diri Pro Patria Pro Ganjar mendeklarasikan dukungan kepada Budi Gunawan sebagai calon pendamping Ganjar di Samarinda, Kalimantan Timur.

“Indonesia adalah negara besar dan rawan potensi konflik sehingga Ganjar harus didampingi oleh seorang wakil yang kuat, yaitu Pak Budi Gunawan,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Pro Patria Pro Ganjar, Yohanes Ayub Khan, kemarin.  
Yoppie—begitu Yohanes Ayub Khan biasa dipanggil—mengklaim dukungan Pro Patria Pro Ganjar kepada Budi Gunawan merupakan hasil diskusi dan aspirasi relawan di daerah. Menurut dia, sebagai purnawirawan jenderal Polri dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi layak mendampingi Ganjar. “Budi Gunawan sudah tahu betul mengenai dinamika yang ada di Indonesia,” kata Yoppie, yang juga menjadi anggota Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) periode 2019-2024 di bawah kepemimpinan Ganjar Pranowo.

Pro Patria Pro Ganjar sebenarnya bukan kelompok pertama yang menyuarakan aspirasi agar PDIP menggandengkan Ganjar dan Budi Gunawan. Sebelumnya, dukungan untuk Budi dilontarkan Gerakan Muda Hati Nurani Rakyat (Gema Hanura). Organisasi sayap Partai Hanura ini menilai Budi, mantan ajudan Megawati saat menjadi wakil presiden dan presiden pada 1999-2024, sebagai sosok dengan jaringan politik dan kinerja yang telah teruji.

Seorang pejabat di lingkaran Istana Negara mengungkapkan Budi Gunawan sudah lama dipertimbangkan Teuku Umar—sebutan Megawati yang merujuk pada alamat rumahnya di Jakarta—sebagai calon pendamping Ganjar. Kans bekas Wakil Kepala Kepolisian RI yang pernah kesandung kasus dugaan gratifikasi tersebut menguat setelah Megawati tak tertarik pada nama-nama yang ditawarkan oleh sejumlah partai, seperti Erick Thohir dan Sandiaga Salahuddin Uno. “Nama Budi Gunawan juga santer dibicarakan di lingkup internal pengurus PDIP,” kata sumber Tempo.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto tak menampik ketika dimintai konfirmasi tentang masuknya Budi Gunawan dalam daftar kandidat pendamping Ganjar. Menurut dia, saat ini terdapat 10 nama dalam daftar tersebut. “Opsi-opsi itu kan kami diskusikan dulu kepada Ibu (Megawati). Kan Ibu yang bisa memutuskan apakah calon A atau B layak mendampingi Mas Ganjar,” kata Hasto, kemarin. Namun dia enggan membeberkan 10 nama yang dimaksudkan itu.  

Klaim Banyak yang Ingin Mendampingi Ganjar

Setidaknya tiga politikus PDIP menceritakan bahwa saat mendeklarasikan Ganjar sebagai calon presiden di Istana Batutulis pada 21 April lalu, Megawati Soekarnoputri telah membuat kontrak kerja politik dengan Ganjar. Salah satu isinya menyatakan bahwa calon wakil presiden akan ditentukan oleh PDIP-Megawati.

Namun, sejak deklarasi tersebut, Megawati belum memberi sinyal apa pun tentang bakal calon pendamping Ganjar. Terakhir, ketika menerima kunjungan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan pada 2 Juni lalu, Megawati hanya melontarkan isyarat bahwa ia telah menerima banyak usulan nama calon pendamping Ganjar.

"Saya tadi mengatakan kepada Pak Zul, kalau ada yang mau diusulkan, ya, monggo saja," kata Megawati. "Persoalannya, saya mikir terus, karena kok banyak amat yang mau jadi cawapres. Jadi, saya kan mesti pilih dulu satu-satu yang terbaik, bukan bagi partai, tapi untuk kemaslahatan bangsa dan rakyat Indonesia."  

Sejumlah politikus PDIP mengungkapkan Megawati sebenarnya lebih sreg jika pendamping Ganjar merupakan tokoh di kalangan Nahdlatul Ulama. Duet tokoh nasionalis dan religius dipercaya akan mengulang kemenangan pada 2019 saat PDIP menyandingkan Joko Widodo dengan Ma'ruf Amin, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia yang juga Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ide serupa dilontarkan pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang telah menyatakan dukungannya kepada Ganjar saat bertandang di "Kandang Banteng" pada 30 April lalu.

Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Romahurmuziy, yang mendampingi pelaksana tugas Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono dalam kunjungan tersebut, membenarkan bahwa partainya mengusulkan agar calon wakil presiden Ganjar dipilih dari tokoh Islam tradisional. "Pak Mardiono beberapa kali minta maaf kepada Bu Mega kalau permintaannya terkesan memaksa," kata Romy—panggilan Romahurmuziy—kepada Tempo, 31 Mei lalu.

Pengurus PDIP dan PPP dikabarkan juga telah bertemu untuk menginventarisasi bakal cawapres Ganjar seusai persamuan tersebut. Kesimpulannya, kandidat pendamping Ganjar setidaknya harus memenuhi tiga dari lima kriteria, yaitu memiliki modal sosial, politik, elektoral, jaringan, dan logistik.

Dari kriteria itulah muncul sejumlah kandidat. Mereka adalah Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staqut; Rais Am PBNU, KH Miftachul Akhyar; mantan Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj; dan Mustasyar PBNU, Muhammad Luthfi Ali bin Yahya. Selain itu, ada nama imam besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, yang dimunculkan sebagai calon yang berasal dari luar Pulau Jawa.

Romy mengakui bahwa ia dan Bendahara Umum PDIP sekaligus Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, menjadi "makcomblang" untuk mempertemukan Ganjar dan Nasaruddin dalam satu kegiatan di Alun-alun Kota Manado, Sulawesi Utara, pada 19 Mei lalu. Menurut dia, kegiatan tersebut untuk melihat reaksi publik terhadap duet Ganjar-Nasaruddin. "Ini semacam test the water," kata Romy.

Bendahara Umum PDIP, Olly Dondokambey, tak menampik ihwal informasi tersebut. Menurut Olly, Megawati dan PDIP memiliki pengalaman memimpin pemerintahan bersama tokoh nahdliyin, seperti Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Hamzah Haz, Jusuf Kalla, dan Ma'ruf Amin. "Sudah terbukti di lapangan," kata Olly.

Kemarin, Hasto tak menjawab tegas ketika ditanya mengenai kabar penolakan Megawati terhadap usul menduetkan Ganjar dan Erick Thohir. “Kami tidak mengatakan seperti itu,” ujarnya. Hasto mengulang pernyataan Megawati. PDIP, kata dia, bersikap terbuka kepada partai politik yang akan bekerja sama, khususnya dalam urusan pemilihan presiden 2024. “Tidak ada penolakan, masih kami tampung,” kata Hasto.

(Sumber: Koran Tempo, Senin, 5 Juni 2023)

Baca juga :