MEMBIDIK SYAHRUL YASIN LIMPO
Teka-teki yang beredar di lingkungan Kementerian Pertanian mulai terjawab. Kabar adanya pemanggilan sejumlah pegawai oleh KPK dalam beberapa waktu terakhir ternyata dilatarbelakangi adanya kasus yang membidik Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan sejumlah bawahannya.
"Saat ini masih proses penyelidikan," kata Direktur Penyidikan yang juga pelaksana tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, Rabu, 14 Juni 2023.
Asep enggan memaparkan detail kasus tersebut. Begitu pula dengan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri yang irit bicara. Dia hanya menjelaskan, lembaganya masih dalam proses meminta keterangan sejumlah pihak ihwal kasus tersebut. Menurut dia, penyelidikan KPK atas dugaan korupsi di Kementerian Pertanian merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat. "KPK menindaklanjuti proses penegakan hukum," kata Ali.
Penjelasan Asep dan Ali tersebut menjawab upaya klarifikasi Tempo terhadap adanya catatan yang diduga sebagai hasil gelar perkara di KPK pada Selasa, 13 Juni lalu. Catatan itu berisi tentang persetujuan untuk meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan atas kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di lingkungan Kementerian Pertanian tahun anggaran 2019-2023. KPK, seperti tertuang dalam catatan tersebut, menyelidiki kasus ini sejak 16 Januari 2023 lewat penerbitan Surat Perintah Penyelidikan Nomor 05/Lid.01.00/01/01/2023.
Catatan itu menyebut tiga inisial nama sebagai calon tersangka: SYL, KSD, dan HTA. Jabatan para calon tersangka, yang juga tertulis pada catatan itu, dengan terang menunjuk Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian; Kasdi Subagyono, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian; dan Muhammad Hatta, bekas Direktur Pupuk dan Pestisida yang kini menjabat Direktur Alat Mesin Pertanian. "NB: ACC naik sidik. TSK tentukan setelah tersangka proses sidik! 13/6," demikian tertulis dalam catatan tersebut.
Dua pejabat di Kementerian Pertanian mengungkapkan topik Ragunan—lokasi kantor Kementerian di Jakarta Selatan—yang sedang diintai KPK menjadi kasak-kusuk dalam sepekan terakhir. Pasalnya, sejumlah pegawai Kementerian dikabarkan telah dipanggil KPK untuk memberikan keterangan. "Tapi kami tidak tahu kasus yang mana," kata seorang pejabat eselon II di Kementerian Pertanian. "Pemanggilannya orang per orang karena saya juga tidak mendapat tembusan suratnya."
Pejabat lainnya mengungkapkan kabar yang beredar di lingkungan Kementerian Pertanian dalam sepekan terakhir mulanya hanya soal KPK yang tengah membidik Kasdi Subagyono. "Saya tahu bahwa Pak Kasdi dipanggil, kalau enggak salah, pekan lalu. Tapi saya enggak bisa memastikan apakah kemudian dia pergi (memenuhi panggilan)," ujarnya.
Dugaan Saweran Lewat Orang Kepercayaan Menteri
Sumber Tempo di komisi antikorupsi membenarkan bahwa pimpinan KPK memimpin gelar perkara kasus ini pada Selasa, 13 Juni lalu. "Penyelidikannya sudah lama. Ada informan 'cantik'. Buktinya juga lengkap," kata penegak hukum tersebut.
Menurut dia, pangkal kasus ini adalah adanya dugaan saweran dari para pejabat eselon Kementerian Pertanian yang disinyalir dikoordinasi oleh Sekretaris Jenderal Kasdi Subagyono. Fulus ditengarai dikumpulkan oleh Muhammad Hatta yang kemudian memberikannya kepada Menteri Syahrul. "Diduga untuk keperluan menteri pribadi atau keluarga dan lainnya," kata dia.
Peran Hatta, kata sumber Tempo, sangat sentral dalam kasus ini. "Dia pemetiknya, yang ngambilin duit-duitnya."
Kemarin, Tempo berupaya meminta penjelasan kepada Kasdi dan Hatta. Namun keduanya tak merespons panggilan telepon dan tak menjawab pesan berisi pertanyaan konfirmasi atas berbagai informasi yang diperoleh Tempo ihwal kasus ini.
Di lingkungan Kementerian Pertanian, Hatta sudah lama dikenal sebagai "orang kepercayaan" Menteri Syahrul. Dia awalnya bukan pegawai Kementerian Pertanian, melainkan pegawai Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Hatta, kata seorang pejabat di Kementerian Pertanian, boyongan ke Jakarta tak lama setelah Syahrul dilantik menjadi menteri oleh Presiden Joko Widodo pada akhir Oktober 2019. "Menteri Syahrul menyelamatkannya karena waktu itu Hatta ada masalah dengan Gubernur Sulawesi Selatan yang baru," ujarnya.
Dana Saweran Pejabat Diduga dari Banyak Sumber
Kasus dugaan korupsi yang menyeret Menteri Syahrul Yasin Limpo dan bawahannya berpotensi merembet ke mana-mana. Catatan gelar perkara KPK pada Selasa, 13 Juni lalu, tak hanya menyebutkan pasal-pasal sangkaan tentang gratifikasi, tapi juga dugaan penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan keuangan negara.
Sumber Tempo di KPK mengungkapkan penyelidikan tak hanya berfokus pada dugaan praktik setoran para pejabat Kementerian Pertanian kepada atasannya. Kasus lainnya mencuat lantaran duit yang dikumpulkan tersebut ditengarai berasal dari komisi sejumlah program kementerian. "Ada juga dari nilep surat pertanggungjawaban dan perjalanan dinas, serta kumpul-kumpul dana non-budgeter," kata dia.
Pertanggungjawaban anggaran memang terus menjadi rapor merah dalam laporan keuangan Kementerian Pertanian. Termasuk dalam laporan keuangan 2021, yang mencatat banyak pos belanja anggaran dengan pertanggungjawaban yang bermasalah.
Tudingan Politis
Tudingan politis muncul dalam pengusutan terhadap menteri dari Partai NasDem ini.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, mengklaim mendapat informasi ihwal kasus korupsi yang diusut KPK. Menurut dia, pengusutan ini menargetkan seorang menteri berinisial SYL—demikian Syahrul Yasin Limpo akrab disapa.
Advokat dari kantor hukum Integrity Law Firm itu menyebutkan tujuan mentersangkakan Syahrul adalah mengganggu Koalisi Perubahan.
"Yang ditarget menjadi tersangka lagi-lagi adalah oposisi. Tujuannya jelas, mengganggu Koalisi Perubahan dan menjegal pencapresan Anies Baswedan," ujar Denny dalam keterangannya, Rabu, 14 Juni 2023.
Koalisi Perubahan terdiri atas Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera. Koalisi Perubahan mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sebagai bakal calon presiden dalam kontestasi Pemilu 2024.
Syahrul Limpo merupakan menteri dari Partai NasDem. Menteri lainnya dari NasDem adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate. Pada 17 Mei lalu, Kejaksaan Agung menetapkan Johnny Plate sebagai tersangka kasus korupsi proyek menara pemancar atau base transceiver station (BTS) 4G.
Selain soal informasi mentersangkakan Syahrul Limpo, Denny mengaku mendapat informasi lain bahwa seorang pemimpin KPK mendatangi menteri senior. Pemimpin itu, kata Denny, menyatakan memiliki bukti lengkap dan meminta izin Presiden Joko Widodo untuk mentersangkakan seorang pemimpin partai politik. Sang menteri senior, Denny melanjutkan, hanya mengatakan, "Jalankan saja sesuai dengan bukti dan proses hukum."
Denny enggan menjelaskan secara detail informasi tersebut. Dia menyatakan penanganan kasus oleh KPK dengan menetapkan Syahrul Limpo sebagai calon tersangka tidak terlepas dari kentalnya nuansa politis. "Ya, amat kental politiknya," ucap dia.
Adapun juru bicara KPK, Ali Fikri, menegaskan bahwa pengusutan kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian yang menyeret nama Syahrul Limpo dilakukan atas dasar penegakan hukum. "Walaupun ini tahun politik, jangan sampai diseret ke hal yang politis. Kami pastikan pengusutan ini murni hukum," kata Ali, kemarin.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, Teuku Taufiqulhadi, mengatakan belum mengetahui informasi bahwa Syahrul Limpo bakal menjadi calon tersangka kasus di Kementerian Pertanian. Suasana di DPP Partai NasDem, menurut dia, masih adem ayem. "Di DPP pun tidak ada informasinya," ujarnya saat dimintai konfirmasi, kemarin.
Sekalipun informasi penetapan Syahrul Yasin Limpo sebagai calon tersangka itu benar, Taufiq mengatakan tidak bisa memberikan pernyataan apa pun ihwal langkah yang akan dilakukan Ketua Umum NasDem Surya Paloh dan partainya. "Saya tidak bisa berandai-andai soal hukum," ucapnya. "Tapi, harapan saya, semua kabar itu tidak benar."
Informasi yang diterima Tempo menyebutkan KPK tengah mengusut dugaan penyalahgunaan surat pertanggungjawaban (SPJ) keuangan negara dan dugaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian pada tahun 2019-2023. Penyelidikan kasus ini dimulai pada 16 Januari lalu. Syahrul beserta dua anak buahnya diduga melakukan korupsi dengan melanggar Pasal 12E dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun Menteri Syahrul Limpo tak berkomentar banyak saat ditemui wartawan dalam kunjungannya di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, kemarin.
"Oh, saya tidak mengerti itu," kata Syahrul, seperti dilansir Antara.
Politikus Partai NasDem itu enggan menjawab lebih lanjut perihal kasus yang menyeret namanya tersebut.
[Koran Tempo, Kamis, 15 Juni 2023]