Oleh: Widi Astuti
Suatu ketika ada yang japri saya agar bisa membantu seorang single parent beranak dua. Dia memberikan nomer HP. Dan saya segera menghubungi nomer tersebut.
Dari percakapan di HP dengan single parent tersebut, saya sudah merasa ada something wrong. Karena isinya hanya suudzon kepada orang lain.
Sebut saja namanya Tukijah (bukan nama sebenarnya). Seorang single parent beranak dua yang sudah dua kali menikah. Qadarullah semua pernikahannya berakhir dengan perceraian. Dan dia selalu berpindah-pindah kota bersama kedua anaknya. Ngontrak dari satu rumah ke rumah lainnya. Saat ini menetap di kota S.
Dia bekerja sebagai guru. Kota S itu kota kecil yang luasnya hanya 54 km. Jadi bisa gampang melacak track record Tujikah. Dan kebetulan saya mengenal kepala sekolah di tempatnya bekerja. Sayapun kroscek tentang dirinya.
Hasil investigasi yang saya dapatkan hanyalah info negatif tentang dirinya. Kemudian saya kroscek lagi ke ketua yayasan di sekolahan sebelumnya. Lagi-lagi saya mendapatkan info negatif.
Jadi selama di kota S sudah ada 3 lembaga pendidikan tempatnya mencari nafkah. Ketiga lembaga pendidikan tersebut menerima Tukijah karena alasan kasihan yaitu single parent.
Tapi ternyata Tukijah memiliki attitude yang jelek, tidak mencerminkan akhlak seorang guru. Dan ketiga lembaga tersebut memutuskan hubungan kerja alias mengeluarkan Tukijah dengan banyak catatan negatif.
Tukijah bermasalah hampir dengan semua orang. Bermasalah dengan rekan kerja, dengan murid, wali murid, bapak kos, tetangga kos dll.
Kemarin dia pindah kontrakan. Begitu bapak kos masuk, betapa terkejut melihat kondisi rumahnya yang sangat berantakan. Sangat aneh dan sangat jarang dijumpai fenomena seperti ini.
Aneka sampah berserakan di hampir setiap sudut rumahnya. Dari kamar, ruang tamu, hingga ke dapur full dengan sampah. Heran, kok bisa Tukijah tinggal di tempat full sampah.
Saya yang dikirimi fotonya juga sangat kaget. Tak menyangka ada orang sejorok itu. Hanya bisa istighfar mendapati kelakuan Tukijah. Sepertinya dia menderita kelainan jiwa, butuh pertolongan psikiater. Bahkan mungkin perlu diruqyah. Karena orangnya gampang banget marah dan emosinya meledak-ledak.
Melihat kondisi kejiwaan Tukijah, saya milih mundur teratur. Khawatirnya malah nanti saya yang mumet sendiri. Karena biasanya dia selalu menjelekkan orang lain. Medsosnya isinya cuma omelan, gerutuan, dan sumpah serapah. Kalau orang yang diajak bicara tidak faham kondisi kejiwaannya kan malah jadi fitnah.
Yo wis, saya milih mundur.
(fb)