Mualaf & Murtadin di Media Sosial
Oleh: Arif Wibowo
Beberapa waktu ini saya mencoba menelusur kontestasi chanel yang sering menampilkan para mualaf dan murtadin di Youtube. Untuk chanel yang menampilkan para mualaf, banyak yang penggarapannya serius, kisahnya mengalir menghasilkan vibrasi yang positif, karena tidak disertai dengan narasi menjelekkan agama lama. Perbandingan-perbandingan yang dibuat lebih karena tuntutan kebutuhan saat proses pencarian.
Ada banyak pintu yang mengantarkan mereka untuk mempelajari Islam lebih lanjut, diantaranya pertemanan dengan komunitas muslim yang baik dan toleran, menghargai batas agama orang lain, padahal banyak diantara mereka yang sebelumnya sudah mendapatkan gambaran buruk tentang umat Islam pada komunitas agama sebelumnya.
Selain itu, ada narasi Islam yang dia simak dan kemudian diperbandingkannya dengan agama terdahulu yang dianutnya. Hal ini memicu rasa penasaran yang membuatnya mencari lebih dalam, entah dengan bacaan, bertanya kepada teman muslimnya, atau menyimak debat lintas agama yang bertebaran di youtube dan media sosial lainnya.
Tidak bisa diabaikan adalah suara adzan, yang membuatnya penasaran tentang ibadah sholat terutama sholat berjama'ah lima waktu yang bagi kalangan religius agama lain, hal itu membuatnya berfikir akan agamanya yang mengingatkan umatnya akan Tuhan seminggu sekali atau pada perayaan tertentu saja. Ibadah puasa Ramadhan juga punya daya tarik tersendiri, sehingga banyak umat non Islam yang diam-diam sesekali ikut mempraktikkannya.
Sementara pada chanel mereka yang murtad dari Islam, ada beberapa hal yang coba saya garis bawahi. Yang bertahan dari dulu sampai sekarang adalah adanya kesaksian-kesaksian spektakuler dari mereka yang mengaku sebagai ustadz, anak kyai, juara MTQ, pembakar gereja dan lain sebagainya yang akhirnya meninggalkan Islam, karena menemukan kedamaian dalam Kristen. Untuk tipe ini, narasumbernya kelihatan memaksakan diri dan settingannya jelas sekali.
Kesaksian yang paling banyak adalah peristiwa spiritual, teophani, yakni ditemui sang juru selamat dalam mimpi. Ada juga yang bersaksi bahwa ia ditemui Bunda Maria. Kondisi "dijamah secara ruhani" ini seringkali terjadi ketika yang bersangkutan berada dalam tekanan psikologis akibat masalah yang menimpanya.
Dan yang mungkin paling banyak terjadi adalah perpindahan agama melalui perkawinan. Nampak sekali, ketika ada muslim atau muslimah awam hendak menikah dengan pacarnya yang beragama Kristen, seringkali mereka kalah dalam "negosiasi" pilihan keagamaan. Hal ini karena pengawalan umat oleh para rohaniawan berjalan baik. Saya ingat teman saya, seorang penyanyi gereja yang akhirnya mualaf. Begitu tahu ia pacaran dengan seorang muslim, bukan hanya dirinya yang dinasehati oleh pak pendeta, bahkan pacarnya juga didatangi oleh sang pendeta, diajak ngobrol masalah motif pacarannya dan juga penjelasan tentang agama Kristen.
Tentu saja masih banyak lagi motif-motif lain, namun setidaknya dari menyimak aneka chanel itu saya jadi kepikiran bagaimana seharusnya dakwah lintas agama ini dikembangkan dan bagaimana bug-bug dakwah yang masih ada itu harus segera diperbaiki dan disempurnakan. Sehingga umat Islam ini punya bekal yang kokoh untuk menghadapi dunia yang makin beragam ini.(*)