Ahmad Khozinudin: MODUS OPERANDI PENUNDAAN PEMILU LEWAT PUTUSAN PENGADILAN, Putusan Seperti Ini Mustahil Muncul Tanpa Ada Desain Kekuasaan

SAYA SUDAH MENGINGATKAN JAUH-JAUH HARI, WASPADA PERPANJANGAN USIA KEKUASAAN REZIM JOKOWI VIA MODUS OPERANDI TUNDA PEMILU

Oleh: Ahmad Khozinudin, SH

Walaupun akan ada 'boneka' baru yang dihasilkan melalui proses Pemilu 2024, namun Jokowi adalah boneka yang paling patuh kepada oligarki. Tidak pernah ada Presiden sepanjang sejarah Republik ini, yang paling loyal dan full melayani kaum kapitalis, menghamba kepada oligarki, menjadi abdi dari kepentingan asing dan aseng selain Jokowi.

Lihat saja, tak ada UU yang lebih brutal seperti UU Omnibus Cipta Kerja. Sudah dibatalkan MK pun, masih dihidupkan kembali menggunakan Perppu agar berlaku kembali.

KPK tidak pernah mengalami masa paling suram, kecuali di era Jokowi. Sudah dilemahkan secara norma melalui perubahan UU KPK, dilemahkan secara struktur dan kelembagaan, dilemahkan pula dari sisi SDM nya. lengkap sudah.

Tidak ada TKA aseng yang paling massif, kecuali di era Jojowi. Proyek-proyek turn key projek, mewajibkan NKRI mempersilahkan kedaulatan wilayah dibanjiri TKA China.

Tidak pernah lembaga kepolisian memiliki citra paling buruk, selain di era Jokowi. Dari kasus KM 50, Sambo, hingga tragedi Kanjuruhan.

Kenaikan harga BBM, tarif listrik, harga minyak goreng melambung, kebakaran hutan, proyek kereta cepat, IKN, dan masih banyak lagi kebijakan Jokowi lainnya yang menguntungkan oligarki. Jokowi, berani pasang badan untuk melayani oligarki.

Pelayanan terbaik Jokowi untuk oligarki inilah, yang menyebabkan posisi Jokowi tak tergantikan. Siapapun tokoh yang saat ini disebut sebagai Capres, tak ada yang melebihi sosok Jokowi dalam menghamba pada kepentingan oligarki.

Memperpanjang kekuasaan Jokowi berarti akan memberikan keuntungan untuk oligarki. 

Perpanjangan usia kekuasaan Jokowi ini hanya bisa ditempuh melalui dua cara, yaitu:

Pertama, memberikan peluang kepada Jokowi untuk kembali maju Pilpres di tahun 2024 atau menjadi Presiden untuk periode ketiga dengan modus operandi mengamandemen konstitusi atau kembali ke UUD 1945 yang asli. 

Amandemen, berarti mengubah pasal 7 UUD 1945 agar Presiden boleh dijabat lebih dari dua periode jabatan. Dengan demikian, Jokowi dapat maju kembali sebagai capres, dan berlaga dalam Pilpres 2024.

Cara ini penuh resiko, selain proses amandemen tak mudah juga belum tentu Jokowi menang Pilpres 2024. Kalaupun akan dimenangkan via Pilpres curang, biayanya jauh lebih besar dan rawan ketahuan sekaligus rawan ditawur oleh rakyat.

Kembali ke UUD 1945 yang asli, berarti Presiden dipilih oleh MPR dan dapat dipilih berkali-kali tanpa batasan maksimum periode jabatan. Cara ini lebih simple, dengan membonceng suara-suara aktivis gaek yang menginginkan kembali ke UUD 1945 asli.

Modus operandinya juga sederhana dan murah, waktunya pun cepat. Yakni, cukup terbitkan dekrit Presiden kembali ke UUD 1945 yang asli persis seperti yang pernah dilakukan Soekarno.

Kedua, melakukan penundaan Pemilu yang dengan penundaan itu Jokowi dapat memperpanjang usia kekuasaannya, yang semestinya oktober 2024 demi hukum selesai, diperpanjang 2 (dua) atau 3 (tiga) tahun.

Modus operandinya dengan amandemen konstitusi, yang isinya memberikan wewenang kepada MPR via PPHN, untuk menetapkan penundaan Pemilu dan menetapkan semua jabatan politik yang diperoleh melalui Pemilu 2019 tetap sah, legal dan konstitusional hingga selesainya Pemilu berikutnya.

Dan ternyata, ada modus baru via putusan pengadilan. Melalui putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat inilah, nantinya jika telah berkekuatan hukum tetap, Presiden bisa saja menerbitkan Perppu untuk tunda Pemilu sekaligus menetapkan semua jabatan politik yang diperoleh melalui Pemilu 2019 tetap sah, legal dan konstitusional hingga selesainya Pemilu berikutnya.

Coba perhatikan amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat:

1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;

3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;

4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;

5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;

6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);

7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).

Itu gugatan yang Full dikabulkan. Putusan seperti ini mustahil muncul tanpa ada desain kekuasaan.

Aneh, Partai Prima meminta KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari. Semestinya, Partai Prima fokus meminta pengadilan memerintahkan KPU menetapkan Partai Prima sebagai peserta Pemilu 2024 karena inilah materi pokok persoalannya.

Jadi, saya menduga kuat Partai Prima, KPU hingga pengadilan, masuk dalam skenario besar strategi tunda Pemilu dengan modus operandi mentaati dan menjalankan putusan pengadilan. 

(*)
Baca juga :