Oleh: *Yusuf Blegur
Anies tak terbendung lagi semakin menguat dan unggul dalam kontestasi pilpres 2024. Seiring kinerja dan prestasinya selaku gubernur Jakarta, simpati dan dukungan rakyat terus mengalir mendorongnya menduduki kursi orang nomor satu di republik ini. Lantas, fitnah dan cara apa saja yang ingin menjegal cucu pahlawanan nasional yang identik dengan integritas dan kerendahan hati ini?
Sejak menjabat gubernur Jakarta, sejak saat itu pula Anies didera sikap kebencian, permusuhan dan bahkan ada yang menyatakan anti Anies. Sikap menolak Anies dari lawan-lawan politiknya menjadi buntut dari persaingan pilkada DKI tahun 2017. Tak sekedar kecewa dan tidak puas, resistensi terhadap Anies menjadi dendam politik yang tak pernah surut hingga menjelang tugas kepala daerah DKI berakhir diemban Anies. Mulai dari buzzer, politisi, birokrat dan aneka profesi seolah merasa penting untuk bersikap sinis dan menghujat Anies. Dari personal hingga institusional seakan relevan untuk ikut-ikutan membully pemimpin yang semakin populer didukung dan dicintai rakyat terutama menjrlang pilpres 2024.
Setelah Partai Solideritas Indonesia (PSI) melalui Giring Ganesha dan Grace Natalia tak pernah berhenti menyerang Anies. Seolah telah menjadi program kerja partai gurem itu untuk menjatuhkan Anies. Di ujung berakhirnya tugas Anies di Balai Kota, giliran PSSI mencoba mengikis prestasi Anies lewat komentar nyeleneh soal JIS. Agar tak terlalu mencolok politis mendowngrade Anies, Ketum PSSI dengan narasi bersayapnya yang tendensius, mengumbar sikap “under estimate” terhadap JIS. Sebuah pernyataan yang asal bunyi dan menunjukkan kualitas rendah dari seorang pemimpin asosiasi sepak bola nasional. Mochamad Iriawan atau bisa dipanggil Iwan Bule, yang tidak paham sepak bola karena berkarir sebagai polisi. Seperti menelanjangani wawasannya sendiri yang cekak tentang olah raga khususnya sepak bola, dengan mengatakan JIS tidak memenuhi standar FIFA. Mantan Kapolda Meto Jaya tersebut, terlalu sembarangan dan tanpa pikir panjang mengomentari hal yang sesungguhnya dia belum pahami. JIS yang merupakan karya anak bangsa dan menjadi stadion kebanggaan bukan hanya warga Jakarta tapi seluruh rakyat Indonesia. Menariknya JIS dibangun oleh rakyat Indonesia sendiri buka TKA Cina, melalui kerjasama Operasi (KSO) oleh PT. WIKA, PT. Pembangunan Perumahan dan PT. Jaya Konstruksi. Selain memiliki keindahan dan kemewahan arsitekturnya, dari segi struktur bangunan dan fungsinya JIS telah memenuhi standar FIFA. JIS sesuai dengan namanya, memang memang layak menjadi stadion berkapasitas internasional. Minimal sebagai home base Persija klub kebanggan warga Jakarta dan hajatan sepak bola nasional maupun even sepak bola dunia.
Kinerja ketum PSSI yang sejauh ini belum mampu mengangkat persepakbolaan nasional, malah terlihat gagap dan berantakan mengembangkan potensi pemain usia dini, sistem pelatihan dan kompetisi serta timnas sepakbola yang membanggakan. Sepak bola Indonesia tetap sulit bersaing dalam turnamen Asia, apalagi dunia. Dengan membatalkan gelaran FIFA Matchday antara timnas Indonesia melawan Curacao pada tanggal 27 September 2022 di JIS, dengan alasan belum memenuhi standar FIFA termasuk infrastruktur bangunan, lahan parkir dan harga sewa yang mahal. Membuktikan pemahaman sepak bola punggawa PSSI terhadap JIS belum integral dan holistik. Bisa dibilang kerdil atau setidaknya sangat politis. JIS yang berdiri di atas lahan seluas 22 hektar dengan menyerap anggaran 1,04 triliun. Menjadi stadion dengan kapasitas 82 ribu orang, jumlah penonton yang hampr menyamai stadion GBK. JIS juga mampu menyediakan tempat parkir 1200 mobil bahkan melebihi stadion Barnebau milik Real Madrid yang hanya mampu memuat 500 mobil. Pun demikian, penyedian lahan parkir itu mendukung semangat dan visi Anies dalam memaksimalkan penggunaan transportasi massal. Tahukah si Iwan Bule itu?.
Seperti rangkaian paduan suara politik yang didesain untuk mengerdilkan sekaligus membunuh karakter Anies. PSSI yang harusnya profesional dan fokus pada pembenahan dunia sepak bola Indonesia, jadi ikut-ikutan berpolitik. Mungkin Iwan Bule yang lebih terlihat kampungan dalam politik, terlalu syur dengan agenda kampanye dirinya yang ingin menjadi gubernur Jawa Barat. Sehingga ia tidak berkelas dan berkualitas menilai JIS karena agenda pribadi dan tujuan politik. Mungkin juga ada pesanan dari sponsor politik misalnya dari orang partai atau oligarki, itu bukan hal yang mustahil. Cukup dengan iming-iming tertentu, untuk giat dalam proyek politik menggerus figur anies. Begitupun dengan sekjend PSSI Yunus Nusi yang ngomongnya mencla-mencle soal JIS karena takut sama ketuanya. Sama seperti kebanyakan suasana di partai politik, hampir semuanya senang menjadi kacung berlagak elit, tidak ada kebebasan dan karakter meski hanya untuk berpikir, bersuara dan bersikap. Alih-alih memajukan sepak bola Indonesia, pengurus PSSI lebih banyak menjadi faktor utama kemunduran sepak bola nasional.
Sebaiknya PSSI lebih fokus lagi membenahi wajah timnas serta perkembangan sepak bola di tanah air. Pengurus PSSI harusnya diisi oleh orang-orang yang profesional dan memahami sepak bola, tidak asal comot. Orang-orang yang kapabel, kompeten dan akuntabel wajib ada agar sepak bola Indonesia bermartabat dan membanggakan. Sepak bola Indonesia tanpa suap dan korupsi, tanpa katabelece dalam perekrutan pemain timnas, tanpa tawuran penonton dan pemain serta yang utama mampu membuat prestasi yang membanggakan. Itu menjadi wajib dan penting buat Ketum PSSI dan jajarannya ketimbang mengurus politik dan agenda lainnya di luar sepak bola. Perhatikan saja kesejahteraan pemain sepak bola baik timnas, klub dan usia dini agar memiliki motivasi dan semangat menjadi bintang dengan contoh dan keteladanan memimpin PSSI.
Jadi kalau sudah tidak punya kinerja yang baik, jangan lebih mempermalukan diri lagi dengan omong kosong dan perilaku yang memuakan. Jangan seperti partai politik tanpa integritas atau lebih buruk lagi sebagai buzzer yang hobi menyebar intrik, isu dan finah. Sekali lagi saran sekaligus pesan moral buat ketum PSSI, jangan kebanyakan omong dan betingkah. Jangan ssmpai supporter dan rakyat berseloroh, dari PSI ke PSSI gede bacot sepi prestasi.
Catatan dari pinggiran kritis dan kesadaran perlawanan. [suaranasional]